Backpacker-an di Jelang Senja, Kibarkan Bendera di Puncak Arjuna
Bendera Merah Putih berukuran sedang itu akhirnya berkibar di puncak Arjuna, puncak gunung berapi tertinggi kedua di Jawa Timur (Jatim) setelah Semeru. Alhamdulillah.
Untuk bisa mengibarkan sang Dwiwarna di puncak gunung berketinggian 3.339 meter di atas permukaan laut (Mdpl) yang kabarnya namanya berasal dari salah satu tokoh pewayangan Mahabharata, Arjuna dan letaknya bersebelahan dengan Gunung Welirang, Gunung Kembar I, dan Gunung Kembar II ini, tak semudah membalik tangan.
Pertama, usia tak lagi muda. Kedua, kondisi fisik kurang prima karena tengah batuk-batuk berdahak serta tenggorokan gatal dan ditambah dengkul kaki kiri masih dalam proses terapi usai mendaki 2 gunung sebelumnya, Ciremai dan Salak.
Kondisi kurang sehat juga pernah saya alami saat mendaki Gunung Merbabu di Jateng dengan cara melintas pada 2010 silam. Ketika itu sedang sakit gigi parah. Tapi alhamdulillah, bisa juga menggapai seven summits-nya meskipun sulit tidur dan menikmati keindahan alamnya lantaran sakit giginya bukan kepalang.
Berkat pengalaman mendaki sejumlah gunung di Tanah Air tercinta ini, sejak era 80-an akhir sampai pertengahan 2000-an (sempat beberapa kali vakum karena urusan pekerjaan dll, terakhir vakum sekitar 6 tahun), dan mulai kembali mendaki selepas pandemi, alhamdulillah membuat mental pantang menyerah alias semangat itu tetap ada.
Bagi saya, semangatlah obat paling mujarab bagi seorang pendaki untuk bisa menggapai puncaknya gunung, sekalipun mungkin fisik sedang kurang fit, langkahnya pelan tertatih-tatih, nafasnya terengah-engah, dan ditambah cuaca yang kurang bersahabat.
Tanpa semangat, sekalipun berfisik kuat, berperalatan lengkap, dan bercuaca normal, belum tentu bisa meraih atapnya.
Selain bersemangat, begini kisah pendakian saya ke gunung Gunung Arjuno alias Arjuna yang berada di perbatasan antara Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Malang, dan Kota Batu, Jatim ini.
Untuk menggapai puncaknya, ada beberapa jalur pendakian (japen) resmi yang bisa digunakan pendaki.
Saya sendiri nanjak bareng (nanbar) bersama beberapa pendaki dari Forum Pendaki Gunung Indonesia (FPGI), memilih japen via Basecamp (BC) Sumber Brantas, Tahura Raden Soerjo yang beralamat di Sumber Brantas, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu.
Tahura Raden Soerjo merupakan Kawasan Pelestarian Alam (KPA) yang berada dalam gugusan kompleks pegunungan Arjuno-Welirang-Anjasmoro, dibawah Dinas Kehutanan Provinsi Jatim.
Untuk mencapai Pos 1 Brakseng yang menjadi titik awal pendakian, terlebih dulu naik mobil pick up alias bak terbuka (bakter) di seberang BC Sumber Brantas. Ongkosnya Rp 25 ribu per orang.
Nah, mulai Pos 1 Brakseng, pendakian baru benar-benar dimulai. Sebelum nge-trek menuju pos 2 Watu Gede Gunung Arjuno siang hari, saya memimpin doa agar pendakian berjalan lancar.
Waktu tempuh nanjak dari Pos 1 menuju Pos 2 sekitar 1,5 jam. Di tengah perjalanan sempat menikmati melon premium yang dibawa Huda, rekan pendakian asal Malang yang bekerja di Kota Batu. Alhamdulillah, nikmatnya, apalagi saat tengah hari bolong.
Setibanya di Pos 2, tunaikan salat jama zuhur dan asar serta mencicipi jeruk yang kini menjadi salah satu komoditas buah andalan Kota Batu selain Apel. Selepas itu lanjut ke Pos 3 Daplang.
Di pos 3 yang bercabang mengarah langsung ke Gunung Welirang dan menuju Lembah Lengkean, istirahat sejenak sambil menikmati 1 dari 2 bungkus bakwan malang yang saya beli di warung seberang BC.
Setelah itu, lanjut nge-trek ke arah lembah Lengkean. Sore, setibanya di lembah yang ditandai dengan padang rumput (sabana), disambut angin kencang bak badai ditambah dingin yang menusuk tulang.
Di lembah menawan itu, beberapa rekan pendaki sudah mendirikan tenda dome untuk nge-camp, sebelum esok paginya summit attack ke puncak Arjuno.
Sementara yang lain ada yang muncak ke puncak Kembar II untuk menikmati pesona sunset.
Sadar diri dengan kondisi fisik, saya tak ikut muncak Kembar II tapi lebih memilih mengabadikan suasana Lembah Lengkean dan aktivitas pendaki di sekitar tempat nge-camp, termasuk merekam Huda dan rekannya yang menunaikan salat asar di tengah terpaan angin kencang.
Esok pagi usai sarapan, saya, Larissa pendaki asal Solo dan Mayudin dari Jombang menjadi kloter terakhir yang beranjak ke puncak Arjuna. Sementara rekan lain sudah lebih dulu berangkat.
Berdasarkan informasi, waktu tempuh dari Lembah Lengkean ke Puncak Arjuno sekitar 4 jam. Boleh dibilang waktu yang cukup panjang.
Saya berjalan paling depan, Larissa di tengah sedangkan Mayudin di belakang. Di perjalanan selepas melewati Lembah Lengkean sempat bingung, apa benar jalan yang tengah ditelusuri menuju arah puncak.
Bermodal informasi arah jalan yang harus dituju, ditambah sesekali melakukan orientasi medan (ormed) seperti mengamati punggungan dan lainnya akhirnya bertemu dengan beberapa pendaki yang sama bertujuan ke puncak.
Alhamdulillah, ternyata jalur yang kami telusuri 100% akurat. Rasanya plong.
Setelah itu bertemu padang rumput dan disambut badai angin yang menurut saya bak orkestra karena menyuguhkan simfoni alam nan megah.
Perjalanan masih jauh. Sempat bertemu dengan pendaki lain yang nanjak Arjuno via Tretes di pertigaan dari arah Lembah Lengkean, Pondokan dan arah ke puncak Arjuno. Sempat pula bersua dengan beberapa pendaki yang sudah turun, di antaranya 2 pendaki asing asal Australia yang dipandu oleh seorang pemandu lokal.
Setiap kali bertemu dengan pendaki baik yang nanjak maupun turun, saya sempatkan bertanya dari mana. Ternyata satu pun tak ada pendaki dari Jakarta. Artinya hari itu, cuma saya pendaki dari Jakarta yang nanjak Arjuno.
Di jelang Puncak Semu, saya berpapasan dengan Hogan dan Agung, 2 pendaki asal Solo dan kemudian Huda. Ketiganya nampak terburu-buru turun dari Puncak Arjuno karena mengejar waktu untuk menggapai puncak Gunung Welirang.
Selepas Puncak Semu, akhirnya saya dan Larissa tiba di Puncak Arjuno yang ditandai dengan triangulasi berupa tiang bendera berikut Bendera Merah Putih yang beberapa bagiannya sudah terkoyak oleh badai angin.
"Alhamdulillah, akhirnya berhasil juga sampai puncak," ucap Larissa. Saya pun berucap sama.
Di puncak, saya bertemu Zanuar, Umami, Agus, Qomarimas, dan beberapa pendaki lainnya. Puas mengabadikan suasana di puncak, berfoto bersama dengan rekan sependakian dari FPGI serta membuat video mengibarkan bendera Merah Putih dan Bendera Kembara Tropis, selanjutnya saya dan Larissa turun gunung lewat jalur yang sama.
Saat turun langkah Larissa begitu cepat, sampai saya tertinggal jauh. Setibanya di Lembah Lengkean, sempatkan salat jama zuhur dan asar, lalu packing dan membantu Mayudin membongkar tendanya.
Sebelum turun, Qomarimas pendaki asal Blitar memimpin doa dan tak lupa mengingatkan pendaki lainnya untuk menyiapkan head lamp atau pun lampu senter karena kemungkinan sebelum Pos Satu, hari sudah malam.
Dan benar, saat trek jalur sudah tak nampak karena gelap malam, lampu senter pun jadi andalan.
Saat turun menuju Pos 1 selepas istirahat sejenak di Pos 3, saya berada di bagian belakang, membuntuti langkah Agung, Huda, Mayudin, Hogan, dan satu pendaki lainnya.
Mungkin karena khawatir karena kondisi sudah gelap gulita, sesekali di antara mereka mengecek keberadaan saya: "Gimana pak Adji, aman?".
Entah kenapa saya merasa senang karena ternyata pendaki-pendaki muda yang masih gagah-gagah dan beberapa di antaranya berhasil nanjak 3 puncak bahkan ada yang 4 puncak di kawasan Arjuno-Welirang itu, ternyata punya perhatian akan keberadaan saya di belakang.
Saya pun langsung menjawabnya. "Sip, amaaan".
Akhirnya saya dan mereka tiba di pos 1 dengan selamat. Salah satu pendaki segera menghubungi sopir mobil pickup untuk menjemput kami. Tak lama kemudian, mobil itu datang lalu mengangkut kami sampai BC Sumber Brantas, ditemani rintik hujan berkabut.
Sambil menunggu pendaki-pendaki lainnya sampai di BC, sempatkan mengisi perut dengan nasi pecel di salah satu warung. Padahal waktu turun, sudah niat bakal beli bakso malang lagi tapi sayang kedainya sudah tutup.
Setengah jam kemudian, beberapa rekan pendaki tiba di BC dan bergabung di warung untuk santap malam. Ternyata beberapa pendaki lain, seperti Larissa masih tinggal di Lembah Lengkean, nge-camp satu malam lagi sebelum paginya summit attack ke puncak Welirang.
Usai beres membayar menu makan malam dan hujan reda, kami bergerak pulang. Karena sudah malam, saya Hogan, Agung, Mayudin, dan dua pendaki lainnya menginap di tempat Huda bekerja, di area perkebunan bagian atas Kota Batu.
Esoknya, Larissa memberi kabar lewat pesan WA kalau dia sudah tiba dengan selamat di Solo, usai nanjak Welirang dengan beberapa pendaki lain. Artinya semua pendaki yang mengikuti nanbar ke Gunung Arjuno, tak ada satupun yang gagal muncak bahkan ada yang lebih dari satu puncak.
Usai menginap semalam di tempat Huda, saya, Hogan, Agung, dan Mayudin pamit balik. Saya sempat numpang bonceng motor Mayudin sampai di jalan raya Kota Batu. Selanjutnya melanjutkan backpacker-an, mengunjungi beberapa daya tarik yang ada di Kota Batu dan Malang.
Sebelum melanjutkan backpacker-an, saya aktifkan HP lagi lalu kirim pesan ke WAG Koordinasi Arjuno yang dibuat Zanuar selaku admin dan pimpinan nanbar.
Begini isi pesan saya: "Alhamdulillah tuntas. Trimakasih buat temen2 nanjak bareng (nanbar) Arjuno. Maaf jika ada salah kata & tingkah selama pendakian. Smoga kita bisa jumpa lg di nanbar gunung berikutnya & tetap bersilaturahmi".
Naskah: Adji TravelPlus @adjitropis & @travelplusindonesia
Foto: Adji & Larissa
0 komentar:
Posting Komentar