Tentang Desain Pengembangan Destinasi Pariwisata Waduk Jatigede Sumedang
"Dalam mendesain termasuk merencanakan pengembangan destinasi pariwisata, jangan menggampangkan dan serampangan, karena sifat pengembangan pariwisata SANGAT multi-sektor dan multi-disiplin".
Berikut isi tulisan lengkapnya:
Komitmen Presiden Joko Widodo sebagaimana 9 butir dalam NawaCita, ada terisi 3 (tiga) hal yang sangat relevan dalam pengembangan pariwisata nasional, meliputi butir 3, butir 6, dan butir 7.
Pada butir 3 tertulis : Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.
Selanjutnya pada butir 6 yakni : Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya.
Dan pada butir 7 yakni : Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor strategis ekonomi domestik.
Dalam kaitan itu, kepariwisataan sebagai salah satu sektor strategis terus dikembangkan agar mampu memberikan sumbangan dalam menggerakkan perekonomian daerah, baik dalam meningkatkan nilai tambah dan kapasitas sumber daya maupun perluasan lapangan serta kesempatan kerja.
Setelah resmi beroperasi pada tahun 2015, Pemerintah berupaya agar Waduk Jatigede di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat tidak semata-mata untuk kepentingan mono sektor yakni pertanian, namun menambah fungsi dan manfaatnya menjadi lebih luas, yakni dengan menjadikannya sebagai destinasi pariwisata berbasis alam dan budaya.
Pengembangun pariwisata memiliki keterkaitan erat dengan sektor-sektor pembangunan lainnya artinya derap pembangunan di Kabupaten Sumedang dan wilayah lain yang bersinggungan pasti akan memberikan kontribusi bagi pengembangun pariwisata.
Sebaliknya, upaya pengembangun pariwisata di Kabupaten Sumedang akan mendorong dan rangsangan pembangunan sektor-sektor lainnya.
Pengaruhnya tak sebatas hanya aspek ekonomi saja, melainkan juga akan mewarnai aspek sosial dan budaya masyarakat, bahkan politik.
Pengaruh tersebut tentunya tidak hanya sebatas di Kabupaten Sumedang, melainkan akan berimbas di wilayah lainnya yang bersinggungan dengan Kabupaten Sumedang.
Kenyataan tersebut tentunya harus dipahami oleh semua pihak (stakeholder) utamanya oleh Aparatur Pariwisata di Kabupaten Sumedang, sehingga “tidak meng-gampangkan dan serampangan” dalam mendesain termasuk merencanakan pengembangan destinasi pariwisata. Karena sifat pengembangan pariwisata SANGAT multi-sektor dan multi-disiplin.
Juga, dalam pengembangan pariwisata sesungguhnya batas-batas wilayah administratif menjadi “kabur” karena wisatawan memiliki kemerdekaan dalam mengkonsumsi produk pariwisata.
Oleh karenanya, sinerjitas antar-wilayah baik skala Desa, Kecamatan, maupun Kabupaten menjadi penting dalam mendesain pengembangan pariwisata di Kabupaten Sumedang.
Konsep pengembangan pariwisata yang multi-dimensi dengan berbagai karakteristiknya tersebut, menjadikan pelaku usaha di industri pariwisata juga senantiasa dituntut melakukan inovasi pengembangan usaha termasuk dalam membangun komunikasi, antara lain melalui inovasi teknologi guna pengkuatan produktivitasnya.
Dalam hal ini, upaya pengembangan destinasi pariwisata Kabupaten Sumedang harus diselaraskan dengan Pengembangan Pariwisata Jawa Barat sebagai “provinsi pariwisata”.
Termasuk dipadukan dengan Pengembangan Pariwisata Nasional, sebagaimana diamanatkan dalam PP nomor 50 tahun 2011 tentang Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Nasional (RIPPNAS).
Wilayah Sumedang sesungguhnya telah ada serta berkembang sudah cukup lama, dan kini usianya telah mencapai 441 tahun, sehingga telah memunculkan berbagai karya budaya yang khas bahkan unik.
Memiliki wilayah seluas 1.522,2 km2 yang terbagi dalam 26 Kecamatan dan 270 Desa dengan jumlah penduduk ± 1,3 juta jiwa atau rata-rata tingkat kepadatan 854 jiwa/Km2, dan tingkat kepadatan tertinggi ada di Sumedang kota.
Laporan BPS menyebutkan tahun 2010 penduduk miskin diperkirakan sebesar 12,94 % dari jumlah penduduk Kabupaten Sumedang, tahun 2016 turun menjadi 10,57 % dan tahun 2018 diperkirakan turun dikisaran angka satu digit yakni 9 %. Ini setara lebih rendah sedikit dengan angka kemiskinan nasional yakni diperkirakan mencapai 9,66 % pada tahun 2018.
Posisi strategis wilayah Kabupaten Sumedang yang bersinggungan wilayah Utara-Selatan dan Barat-Timur Jawa Barat, menjadikan wilayah Kabupaten Sumedang sebagai titik singgung (hub) sebagaimana fakta perkembangan aksesibilitas darat termasuk keberadaan jalan bebas hambatan (tol).
Adanya Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati telah merubah lanskap aksesibilitas nasional terutama Jawa Barat.
Keadaan ini tentunya akan memberikan pengaruh perekonomian termasuk aspek pariwisata di Kabupaten Sumedang.
Namun besar kecilnya nilai tambah (value) yang diperoleh Kabupaten Sumedang sangat tergantung pada bagaimana mensikapi serta mensiasati situasi dan kondisi tersebut, untuk selanjutnya dirumuskan dalam rencana, strategi, dan aksi.
Dahulu, Kabupaten Sumedang cukup berwibawa dan pernah menyandang wilayah dengan lingkungan yang prima sehingga memperoleh penghargaan Adipura.
Sebagai bukti, selanjutnya dilambangkan dengan membuat monumen dipersimpangan pusat Sumedang kota. Hingga saat ini monumen Adipura masih kokoh ditengah lingkungan yang gersang dan sumpek.
Kini tantangan Pemda Sumedang kian berat bahkan berakibat tidak bersahabat dengan pariwisata seperti lingkungan kumuh, semrawut, dan lemah dalam menegakkan GSB (garis sempadan bangunan), warga yang semakin tidak tertib dalam berlalu lintas, iklan rokok yang kian meluas dan merengsek perdesaan, serta berbagai kecenderungan negatif lainnya.
Produk pariwisata (3A = Aksesibilitas, Atraksi Wisata, Amenitas) di Kabupaten Sumedang sesungguhnya bervariatif namun keberagaman tersebut belum dikembangkan karena terbatasnya kemampuan daerah.
Saat ini kuliner tahu telah cukup populer di masyarakat Jawa Barat, juga di daerah lain. Bahkan mampu mem-branding “Tahu Sumedang”.
Juga produk pertanian seperti Mangga Gedong Gincu dan Pisang dari Sumedang cukup populer bahkan telah divisualkan dalam bentuk monumen di beberapa sudut jalan.
Namun citra produk Sumedang tersebut belum “dirawat” secara terstruktur dan berkesinambungan. Bahkan, kini cenderung terabaikan.
Hingga kini, Kabupaten Sumedang telah memiliki berbagai daya tarik wisata yang didukung dengan ketersediaan 20 hotel dengan kapasitas 1.860 kamar.
Dalam kaitan dengan sumber daya manusia di pemerintahan daerah, pemahaman pariwisata masih sangat terbatas sehingga dalam menjalankan fungsi dan tugasnya belum efektif dan efisien.
Di lapangan masih kerap dijumpai praktek-praktek premanisme (pungutan liar, dlsb) di obyek dan daya tarik wisata (ODTW) sehingga merusak citra positif pariwisata dan menghambat terwujudnya kenyamanan wisatawan.
Hingga saat ini, kegiatan Pembangunan Destinasi terutama pemasaran dan mempromosikan produk pariwisata masih sangat terbatas dan masih menggunakan cara konvensional.
Penggunaan teknologi informasi masih dalam kategori 2.0 dan “biasa-biasa saja”.
Namun, pemanfaatan teknologi digital di industri pariwisata masih lebih baik dan berjalan sesuai harapan, baik dalam besaran kualitas, interdependensi, dan keberlanjutan.
Dalam hal ini, event pariwisata masih belum di-explore dan masih dibutuhkan upaya yang lebih besar untuk bisa tampil dengan skala nasional.
Juga sinergi antarsektor pembangunan di Kabupaten Sumedang (SKPD) belum terwujud seperti yang diharapkan.
Dalam hal ini penetapan skala prioritas membutuhkan kajian yang komprehensif. Namun faktanya belum dilakukan sebagaimana sepatutnya.
Tentunya, diperlukan dukungan dan upaya Pemerintah untuk menjembatani terciptanya peran dijajaran Pemerintah Daerah (Pemangku Kepentingan pariwisata) dalam upaya pengembangan destinasi pariwisata yang pada gilirannya dapat berimbas dalam mengembangkan usaha secara lebih sehat dan kreatif.
Dalam hal ini, adanya pendampingan yang menyangkut upaya pemahaman tentang Pengembangan, Desain, Rencana Aksi, dan Desiminasi serta Sosialisasi destinasi dan pemanfaatannya diharapkan dapat membantu mengurangi permasalahan tersebut, sehingga dalam mengembangkan destinasi, memasarkan, dan mempromosikan produk pariwisata dapat dilakukan lebih efisien dan efektif.
Untuk itu, Kementerian Pariwisata harus berperan guna membantu kesiapan Pemerintah Daerah Sumedang dalam meningkatkan performanya.
Dalam hal ini pendekatan komunikasi dalam konteks kebutuhan perencanaan perlu dilakukan secara botom up dalam arti dibangun komunikasi dari level Desa selanjutnya meningkat pada lingkup Kecamatan, hingga pada skala Kabupaten agar secepatnya terealisasi Waduk Jatigede sebagai destinasi pariwisata.
Dan, memperoleh manfaat (value) yang besar sekaligus meminimalisir kemungkinan timbulnya dampak negatif dalam jangka panjang.
Undang-undang Kepariwisataan nomor 10 tahun 2009, mengamanatkan bahwa Daerah harus menyiapkan RIPPDa (Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah) yang berbobot dan berwibawa sebagai panduan dan pedoman dalam pengembangan pariwisata.
Adanya Peraturan Daerah nomor 8 tahun 2014 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah Kabupaten Sumedang tahun 2014-2025 ; faktanya RIPPDa tersebut belum bisa dijadikan sebagai referensi apalagi sebagai pedoman pembangunan guna terwujudnya destinasi pariwisata yang atraktif dan berwawasan lingkungan sehingga mampu meningkatkan pendapatan nasional, daerah, dan masyarakat.
***
Penulis: M. Faried Moertolo, (pengamat pariwisata, pebisnis & mantan Direktur Promosi Pariwisata Dalam Negeri pada masa Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif)
Foto: dok. M. Faried Moertolo & adji
Captions:
1. M. Faried Moertolo.
2. Sepenggal wajah Waduk Jatigede di Kabupaten Sumedang, Jabar.
3. M. Faried Moertolo membuat tulisan ini usai mengamati langsung Waduk Jatigede dan beberapa lokasi di Sumedang.
4. Kuda Renggong, seni pertunjukan tradisional asli Sumedang.
5. Salah satu gerbang waduk/bendungan Jatigede.
0 komentar:
Posting Komentar