Meresapi Kumandang Cinta di Tanah Rencong
…Berkali-kali sudah ku mendengarnya. Penanda lima waktu tlah tiba. Entah mengapa tak ada jenuhnya. Selalu merasuk sukma. #Kumandang cinta begitu indah, memanggil semua ‘tuk menyembah-Nya. Kumandang cinta sebagai tanda lenyapkan manis dunia, lepaskan jerat dunia…
Itulah lirik lagu bergenre pop religi berjudul Kumandang Cinta, yang kubuat usai menunaikan shalat wajib di salah satu masjid besar di pesisir Barat Aceh, beberapa hari lalu. Untaian nada itu, buah dari resapan keterpesonaanku dengan muadzin yang mengumandangkan adzan sore itu dan juga kemegahan masjidnya.
Selain warung kopi dan mie Aceh, tentu keberadaan masjid menjadi salah satu bangunan yang mencolok di Aceh. Boleh dibilang di setiap kota kabupaten dipastikan memiliki minimal sebuah masjid besar. Begitu juga di tiap kecamatan bahkan mungkin di tiap gampong (kampung)-nya juga memiliki masjid, paling tidak mushola.
Coba saja susuri pesisir Barat Aceh dari Banda Aceh hingga Meulaboh, Anda pasti bakal menemukan puluhan masjid besar. Mulai dari Banda Aceh, Anda akan bertemu dengan Masjid Raya Baiturrahman yang menjadi landmark kota ini sekaligus ikon wisata Aceh.
Masih di Banda Aceh, Anda juga bakal bertemu dengan Masjid Baiturrahim di Uleelheue, Kecamatan Meuraxa yang namanya kian tersohor karena menjadi salah satu masjid yang tetap kokoh berdiri dari hantaman tsunami sekalipun letaknya sangat dekat dengan pantai.
Masjid ini merupakan satu-satunya bangunan yang tetap berdiri kokoh meski diterjang gelombang dasyat tsunami 26 Desember 2004 tahun silam. Padahal bangunan rumah dan lain di sekitarnya rata dengan tanah.
Berkat keperkasaan masjid yang berdiri tahun 1342 Hijriah ini, kini banyak wisatawan yang berdatangan untuk sekadar mengetahui kisah keperkasaannya atau keajaibannya itu. Ada juga yang sengaja datang untuk melihat dan memotret arsitekturnya maupun melakukan ibadah shalat dan lainnya.
Di depan gapura masjid ini, ada plang persegi empat berwarna putih dengan tulisan hitam berbahasa Indonesia, Arab, dan Inggris yang berbunyi “Perhatian: Anda memasuki kawasan wajib mengenakan busana muslim/muslimah”.
Ke luar kota Banda Aceh, Anda bisa mengunjungi Masjid Rahmatullah Lhampuuk tak jauh dari Pantai Lhampuuk, Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar. Masjid berkubah hitam yang diresmikan untuk pertama kalinya pada 12 September 1997 oleh Gubernur Aceh saat itu Prof. Syamsudin Mahmud ini juga menjadi salah satu masjid perkasa dari terjangan tsunami kala itu.
Sekalipun sudah direnovasi, ada satu sudut di dalam ruangngan masjid ini yang djadikan tempat menyimpan puing-puing bekas hantaman tsunami berikut beberapa bingkai foto yang menunjukkan keperkasaan masjid ini, sekalipun berjarak hanya sekitar 500 meter dari bibir pantai.
Di Krueng Sabee ada Masjid Baitul Makmur yang letaknya di tepi sungai (krueng) Sabee, Calang, Kabupaten Aceh Jaya. Masjid berkubah merah ini tergolang besar dan terlihat begitu gagah.
Masih di Calang, juga ada Masjid Jabal Rahmah yang pembangunannya dari sumbangan pemirsa SCTV. Persis di samping masjid ini ada pesantren merangkap pantia asuhan bernama Yayasan Al-Anshar yang sederhana.
Masjid Termegah
Bahkan di Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat ada Masjid Agung Baitul Makmur yang disebut-sebut sebagai masjid terbesar dan termegah di kawasan pantai Barat Aceh.
Bahkan di Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat ada Masjid Agung Baitul Makmur yang disebut-sebut sebagai masjid terbesar dan termegah di kawasan pantai Barat Aceh.
Masjid yang terletak di Desa Seuneubok, Kecamatan Johan Pahlawan ini berarsitektur perpaduan antara Timur Tengah, Asia, dan Aceh.
Ciri khasnya warna cokelat cerah yang dikombinasikan dengan warna merah bata di kubah masjid. Ada tiga kubah utama yang diapit dua kubah menara air berukuran lebih kecil.
Bentuk kepala semua kubahnya sama, yakni bulat berujung lancip, khas paduan arsitektur Timur Tengah dan Asia.
Berdasarkan kemegahan arsitekturnya dan juga ukurannya, membuat masjid ini masuk ke dalam 100 Masjid Terindah di Indonesia, sebuah buku yang disusun oleh Teddy Tjokrosaputro & Aryananda yang diterbitkan oleh PT Andalan Media, Agustus 2011 setebal 209 halaman.
Pintu gerbang masjid ini pun mempunyai keistimewaan tersendiri. Gerbangnya begitu anggun, berdiri sendiri dengan jarak beberapa meter dari bangunan utama masjid.
Sementara bagian dalam masjidnya terdapat banyak tiang penyangga lantai dua sebagai mezzanine. Di bagian tengah terdapat ruang lapang yang terasa sangat lega dengan ornamen lampu hias tepat di tengahnya.
Kehadiran masjid-masjid besar dan gagah itu kian memperkuat nuansa religi Tanah Rencong ini. Kendati jumlah penduduknya sedikit bahkan berkurang setelah tsunami, tetap saja masjid-masjid besar tumbuh bukan hanya di pesisir Barat Aceh, pun di jalur tengah dan pesisir Timur Aceh.
Selagi Anda menjelajahi bumi Sultan Iskandar Muda ini, tak ada salahnya bertandang ke masjid-masjid ini sekaligus menunaikan ibadah wajib. Berada di masjid-masjid yang perkasa dari guncangan gempa dan hantaman tsunami itu, Anda pasti akan menemukan atmosfir yang berbeda.
Naskah & Foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
0 komentar:
Posting Komentar