Menikmati Wajah Baru Pesisir Barat Aceh 8 Tahun Pascatsunami
Tak ada seorangpun di pantai berbatu koral itu. Cuma seekor biawak berukuran besar sekitar 1 meter yang tengah asyik menyantap ikan segar berwarna merah. Dua rekannya lagi tengah mondar-mandir berenang di telaga rawa baru yang letaknya berdekatan dengan pantai. Biar ombak datang berulang-ulang dan menambrak karang dengan kerasnya seakan berteriak-teriak. Tetap saja sepi dan hening.
Itulah suasana yang kudapati ketika tiba di Pantai Saney, di Kecamatan Lhoong, Aceh Besar, beberapa hari lalu. Pantai yang berada agak jauh dari jalan utama di pesisir Barat Aceh ini merupakan salah satu pantai yang kondisinya berubah pasca dihantam tsunami hebat 8 tahun lalu, tepatnya tahun 2004 silam.
Ini kali kedua aku datangi pantai berombak keras ini. Suasananya hampir sama seperti pertamakali aku ke sini, dua tahun lalu. Sunyi, tak berpenghuni dan tak berpengunjung.
Entah mengapa aku merasa pesona pantai ini seakan mubazir lantaran tidak ada seorangpun yang menikmatinya. Jangankan berharap ada wisatawan asing dan Nusantara, wisatawan lokal pun tak nampak batang hidungnya seorang pun.
Seperti pantai lain di pesisir Barat Aceh, pantai ini pun mengalami degradasi (perubahan) cukup besar. Hampir semua vegetasinya hancur. Maklum, pantai ini dan pantai-pantai lain disepanjang pesisir Barat Aceh berbatasan langsung dengan Samudera Hindia yang merupakan pusat terjadinya gempa hebat hingga menimbulkan gelombang tsunami dasyat itu.
Kawasan pantai Barat Aceh mencakup Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Aceh Besar, dan Kota Banda Aceh.
Pesisir Barat ini diterjang gelombang tsunami setinggi hampir 34 meter. Terjangannya jauh lebih tinggi dan lebih kuat dibanding kawasan pantai Timur Aceh yang berbatasan dengan Selat Malaka yaitu sebagian Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Pidie, Kabupaten Bireuen, Kota Lhokseumawe, dan Kabupaten Aceh Utara. Tinggi gelombang tsunami yang menghantam kawasan pantai Timur ini hanya sampai 10 meter.
Tak heran kalau kondisi vegetasi dan fisik pantai terjadi kerusakan lebih berat di kawasan pantai Barat dibandingkan dengan kawasan pesisir Timur. Lantaran gelombang menerjang kawasan pantai Barat tidak terhalang oleh paparan daratan, sedangkan gelombang yang menghantam kawasan pantai Timur tertahan terlebih dahulu oleh daratan sekitar kawasan pantai Barat.
Akibat lain dari terjangan tsunami itu, terjadi kehilangan badan pantai sekaligus terjadi pembentukan badan pantai baru. Banyak pantai yang tererosi dan membentuk garis pantai baru pada bagian mangrove yang mati atau teluk bagian dalam. Pantai Saney adalah salah satu pantai yang berubah fisik dan vegetasinya. Kini, pantai ini tampil dengan wajah barunya.
Berdasarkan pantauanku, kawasan pesisir Barat yang mengalami kerusakan akibat tsunami di Aceh Barat meliputi vegetasi pantai, mangrove, tambak, badan air, perkebunan, dan tentu saja rumah-rumah penduduk yang berada di dakat pantai, termasuk jalan dan jembatan lama sepanjang pesisir itu.
Sampai sekarang sisa-sisa kerusakan itu masih nampak, berupa puing-puing rumah yang rata dengan pantai baru, bonggol dan batang-batang pohon kelapa tanpa daunnya serta pondasi jembatan yang berdiri di antara genangan perairan baru.
Vegetasi kawasan pesisir yang rusak tersebut, lambat-laut secara alami mengalami perubahan dengan hadirnya tanaman jenis-jenis baru seperti herba (rumput-rumputan, teki-tekian dan tumbuhan bawah lainnya), semak, dan anakan pohon.
Kawasan pesisir Aceh Barat yang rusak akibat tsunami meliputi Kecamatan Meurebo, Johan Pahlawan, Sama Tiga, dan Kecamatan Arongan Lambalek. Sementara kawasan pesisir Kabupaten Aceh Jaya yang rusak antara lain Kecamatan Tenom, Panga, Krueng Sabe, Setia Bakti, Samponit, dan Kecamatan Jaya.
Sedangkan kawasan pesisir Kabupaten Aceh Besar yang rusak, selain Kecamatan Lhoong, tempat dimana Pantai Saney berada, juga Kecamatan Leupung, Lhoknga Leupung, Peukan Bada, Jaya Baru, Baitussalam, Darussalam, dan Kecamatan Mesjid Raya.
Pantai-Pantai Bermuka Baru
Perubahan lain. Pantai-pantai yang dulu menjadi obyek wisata, setelah dihantam tsunami kini sepi tak berpengunjung. Pantai-pantai itu hanya meninggalkan fasilitas umum seperti MCK yang rusak dan terbengkalai.
Gantinya, muncul tempat-tempat baru yang dikunjungi wisatawan lokal untuk menikmati pantai-pantai dengan wajah baru, entah itu pantai ataupun rawa-rawa yang mirip telaga yang kerap didatangai warga untuk memancing ikan atau sekadar santai menikmati pesonanya.
Tak sulit menyaksikan wajah baru pantai-pantai pesisir Barat Aceh. Akses jalan baru dari Banda Aceh hingga Meulaboh sudah beraspal mulus dengan jembatan-jembatan kokoh yang di antara sumbangan dari sejumlah negara asing.
Anda bisa naik kendaraan roda empat baik pribadi maupun mobil travel dari Banda Aceh. Pilihan lain dengan menyewa becak motor atau mengendari sepeda motor. Buat yang senang berpetualang, bisa juga dengan naik sepeda dengan membawa bekal dan peralatan pendukungnya seperti helm dan lainnya.
Kalau Anda naik kendaraan mobil atau motor, sebaiknya isi penuh BBM karena sepanjang jalan pesisir ini masih jarang SPBU. Dan jangan lupa membawa makanan dan minuman kecil untuk bekal. Soalnya masih jarang sekali minimarket dan rumah makan besar. Andaipun ada hanya di tempat-tempat tertentu seperti warung-warung sederhana di kawasan Puncak Geurute, Aceh Jaya dan di kota-kota kecil seperti Lamno, Calang, dan Meulaboh.
Waktu terbaik untuk menikmati pantai-pantai sepanjang peisisir Barat Aceh mulai dari Banda Aceh sampai Meulaboh sebaiknya mulai pagi hari, lalu istirahat siang di Puncak Geurute sambil melepas dahaga dengan air kelapa ijo. Setelah itu ke pantai-pantai berikut dan akhirnya bermalam di Meulaboh.
Keesokan paginya mengunjungi Tugu Topi Teuku Umar dan Pantai Ujung Karang di Meulabaoh serta menikati suasana kotanya, lalu kembali melalui rute yang sama.
Sewaktu kembali, Anda dapat kembali meng-eksplore obyek-obyek yang kemarin didatangi jika kurang puas lantaran cuaca yang kurang mendukung dan lainnya. Atau ke obyek-obyek lain yang terlewatkan seperti air terjun, pantai dengan gumuk atau gunungan pasir, dan muara sungai-sungainya yang tenang.
Naskah & Foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
0 komentar:
Posting Komentar