Indonesia Kurang Siap dan Agresif dalam Kerjasama Regional ASEAN Bidang Pariwisata
Dalam kegiatan pertemuan kerjasama regional ASEAN dan kawasan pertumbuhan Indonesia –Malaysia – Thailand Growth Triangle (IMT-GT) maupun Brunei – Indonesia – Malaysia – Philippines - East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA) di bidang pariwisata, pihak Indonesia kurang siap, agresif , dan kurang berinisiatif dalam melontarkan usulan-usulan kegiatan dibanding negara-negara lain, terutama Malaysia dan Thailand.
“Kita dalam hal ini selalu ketinggalan. Selalu ngalah dan pasif. Sedangkan mereka selalu lebih dulu dan mendonimasi. Padahal potensi yang dimiliki sama,” kata Kepala Bagian Kerjasama Regional ASEAN, Biro Kerjasama Luar Negeri, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Dadang Djatmika usai menjadi pembicara dalam Workshop Standar Layanan Komunikasi dan Informasi Kehumasan yang digelar Pusat Komunikasi Publik (Puskompublik), Kemenparekraf di Lembang, Bandung, Jawa Barat, baru-baru ini.
Dadang mencontohkan misalnya dalam perjanjian mengenai medical tourism atau wisata kesehatan. “Mereka selalu datang dengan usulan-usulan. Berarti mereka sudah kuat dengan konsep secara interen. Sebab mereka sadar memiliki medical tourism dengan pasar utamanya adalah orang Indonesia. Makanya mereka gigih mengusulkan bermacam usulan untuk meraup pasar Indonesia,” jelas Dadang.
Menurut Dadang, pasar wisata kesehatan dari Indonesia yang berhasil mereka raup secara informal saja sudah banyak untuk berobat terutama ke Malaysia. Apalagi kalau diformalkan lewat kerja sama IMT-GT. Salah satu usulan yang mereka lontarkan misalnya saat pasiennya berobat, para pengantarnya diajak berwisata city tour dan lainnya. Otomatis keluar biaya untuk makan, beli paket, inap di hotel dan sebagainya buat mereka,” terangnya.
Seharusnya Indonesia harus siap dan seagresif mereka. “Caranya dengan meng-up grade rumah sakit kita sampai sebagus yang mereka miliki dengan cara konsolidasi di dalam,” imbau Dadang.
Disamping itu pihak Indonesia harus kreatif dan berani melontarkan usulan. “Misalnya kalau rumah sakit di Pinang, Malaysia dan lainnya unggul untuk penyakit tertentu. Kenapa tidak kita ungguli untuk perawatan dan penyembuhan penyakit lain yang tidak mereka ungguli atau miliki. Kita susun pakernya lalu diusulkan dan ditawarkan agar jadi berimbang,” ungkapnya.
Cara lain dengan menawarkan paket-paket wisata yang tak kalah menarik dengan negara-negara tetangga itu. Terutama paket-paket di kota atau provinsi yang berdekatan dengan negara-negara tetangga seperti di Medan, Banda Aceh dan lainnya.
“Paket-paket wisata itu diharapkan dapat mengiring pasien-pasien mereka ke Indonesia. Bukan cuma pasien-pasien kita saja yang berbondong-bondong ke mereka,” terangnya.
Menurut Dadang cara-cara itu belum direalisasikan Indonesia sampai kini. “Semestinya itu harus segera digarap bersama-sama. Harus ada kesepakatan kerjasama dan proses integrasi antar pihak terkait dalam hal ini pemerintah daerah, pemerintah pusat, dan kalangan usahawan,” ujarnya.
Indonesia jangan sampai hanya jadi penonton dalam kerjasama IMT-GT dan lainnya di kawasan ASEAN. “Buat apa kita memiliki potensi dan jumlah penduduk yang besar kalau cuma jadi penonton. Sementara mereka sangat antusias. Mereka mengganggap Indonesia seperti makanan empuk yang harus direbut sebanyak-banyaknya. Sementara kita belum seagresif mereka,” akunya.
Menurut dadang kendala yang menyebabkan Indonesia kuang siap dan agresif akibat kurangnya awareness, responsivitas, komunikasi yang tersendat akibat struktur birokrasi dan belum optimal dalam menindaklanjuti hasil-hasil pertemuan atau perundingan.
“Harusnya koordinasi lebih intensif antarunit kerja dan instansi terkait dan tak lupa menindaklanjuti hasil-hasil pertemuan atau perundingan yang sudah terjadi,” imbaunya.
Terkait workshop yang berlangsung dari 19-22 November 2013 ini, Kepala Puskompublik, Kemenparekraf Noviendi Makalam memandang perlu untuk membuat Standar Layanan Komunikasi dan Informasi Kehumasan sebagai panduan pelaksanaan layanan komunikasi dan informasi kehumasan.
“Dengan workshop ini diharapkan dapat meningkatkan pelayanan komunikasi dan informasi kehumasan, Puskompublik lebih efisien dan efektif,”akunya.
Kepala Bidang Informasi Publik, Puskompublik, Kemenparekraf, Glory Hastanto yang juga penggagas acara ini menambahkan bahwa workshop ini bertujuan meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan informasi kehumasan baik untuk kebutuhan internal maupun eksternal.
Selain Dadang dan Noviendi, workshop yang diikuti 30 peserta antara lain sejumah kepala dinas pariwisata daerah, akademisi, praktisi, dan media ini, juga menghadirkan beberapa nara sumber berkompeten seperti Ossie Himawan selaku Praktisi Public Relation (PR) Hotel dan PHRI, Aang Koswara (dosen Jurusan Ilmu Hubungan masyarakat, Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran), dan Adi Mulyanto selaku dosen Pascasarjana Teknik Informatika, Institut Teknologi Bandung.
Naskah: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
Foto: Puskompublik, Kemenparekraf.
0 komentar:
Posting Komentar