Menjelajahi Warung-Warung Betawi yang Legendaris di Jakarta
Di Jakarta, café dan resto menjamur terutama di kawasan elit dan strategis. Food court dan food hall pun semarak di mal-mal mewah. Kendati begitu sejumlah warung yang menjual makanan khas Betawi dan peranakan Tionghoa, tetap perkasa, tak lekang dimakan waktu.
Berdasarkan pantauan penulis, sekurangnya ada Sembilan (9) warung Betawi dan Cina peranakan yang legendaris di Jakarta, yang terbilang populer dan tetap eksis hingga kini. Usianya puluhan tahun.
Racikan tempo doeloe dengan resep turun-temurun serta menjaga kualitas dan keasliannya menjadi rahasia utama hingga mereka tetap berjaya. Pelanggan setianya pun datang silih berganti.
Pertama, Warung Soto Betawi H. Ma'ruf. Dirintis oleh H. Ma’ruf, pria asal Betawi sejak tahun 1940-an. Ketika itu, ia menjajakan sotonya dengan cara dipikul keluar masuk kampung. Saat tentara Jepang menduduki Indonesia, termasuk Jakarta, H. Ma’ruf sempat berhenti berdagang. Dia kembali meneruskan usahanya pada 1946, dengan berjualan di Pasar Boplo atau kini bernama Pasar Gondangdia. Tak lama, H. Ma’ruf mendirikan warung Soto Betawi pertamanya di dekat Kantor Imigrasi, Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat.
Setelah sempat beberapa kali pindah, akhirnya dagangan Soto Betawi-nya menetap di areal Taman Ismail Marzuki (TIM), Jalan Cikini Raya No. 73, Jakarta Pusat hingga sekarang. Warungnya berupa bangunan tua dengan dinding bercat putih. Di atas pintunya terpampang tulisan Rumah Makan Betawi Soto H. Ma’ruf. Meski tak besar, ruangannya bersih dan nyaman.
Sotonya sama seperti Soto Betawi lainnya, ada isi daging sapi atau campur (daging, jeroan, kikil, dan babat) dalam mangkung dengan kuah santan ditambah emping dan irisan tomat. Rasanya gurih dan nikmat. Tak heran penikmatnya mulai dari orang biasa, artis, pejabat, tokoh politik, mantan Presiden Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), hingga keluarga Cendana pernah mencicipinya. Sekarang, Rumah Makan Soto Betawi H Ma’ruf dikelola oleh putranya, Muchlis Ma'ruf.
Harga seporsi Soto Betawi plus nasi putih, kerupuk, dan teh hangat tawar Rp 42.000. Kalau hanya Soto Betawi campur-nya Rp 35.000 semangkuk. Warung yang buka setiap hari 09.00 WIB s/d 22.00 WIB ini juga menjual Sate Kambing. Bisanya pengunjung menyantap lengkap Soto Betawi plus Sate Kambing.
Kedua, Warung Ketupat Sayur H. Mahmud. Berdirinya sejak 1957. Dari sekian banyak pedagang ketupat sayur khas Betawi di Jakarta, tak bisa dipungkiri Ketupat Sayur buatan H. Mahmud punya citra rasa beda dan nikmat. Ketupatnya dibuat sendiri, termasuk selongsongnya dari janur kelapa yang segar. Yang bikin enak, ketupatnya dimasak bukan dengan kompor, melainkan secara tradisional dengan kayu bakar. Setelah matang, ketupat dipotong-potong disajikan di piring lalu disiram dengan sayur kacang panjang yang wangi oleh santan dan ebi yang diulek secara tradisional pula.
Sayur kacang panjangnya juga beda dengan yang lain. Kacang panjannya dipotong kecil-kecil dan dimasak tidak terlalu lembek. Kuahnya bersantan encer berwarna coklat kemerahan dengan rasa agak pedas. Lauknya ada ayam kampung goreng, bakwan udang, semur tahu, tempe jengkol, dan semur telor serta pindang bandeng hitam. Juga ada telur sambal merah atau balado plus lalapan daun kemangi dengan sambalnya.
Warung yang berada di Jalan Raya Kebayoran Lama Pal 7 No. 6 Jakarta Selatan ini kini dikelaola dikelola oleh anak dan menantu H Mahmud yakni Mulyadi dan Nana. Setiap hari ini warung berkapasitas 25 orang ini bisa menjual ratusan buah ketupat. Harga seporsi ketupat sayur dengan semur tempe dan bakwan udang serta teh es manis hanya Rp 17.000. Warung ini Selasa s/d Minggu mulai puluk 07:00 s/d 18:00 WIB. Hari Senin tutup.
Ketiga, Rumah Makan Laksa Betawi Hj. Atika. Berdiri stahun 1940-an, sejak jaman penjajahan Jepang. Pemilik warungnya Hj Atika. Menurut H. Lukman suami dari Hj. Atikah ini mengatakan bahwa rumah makan tersebut sebenarnya milik ibu mertuanya, Hj. Rohmah. Rumah makan ini awalnya berlokasi di tepi jalan K.H. Mas Mansyur, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Lalu pindah ke Jalan Kebon Kacang V No. 29, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Dan sekarang pindah ke No. 44.
Laksa berasal dari Bahasa Sansekerta yang berarti “banyak”, mungkin karena kuahnya yang menggunakan banyak bumbu. Makanan berkuah berjenis mi ini berasal dari kebudayaan peranakan Tionghoa-Melayu, yang terdiri dari bihun, telur, ketupat, tauge, daun kemangi, dan kucai. Sementara kuahnya menggunakan udang rebon.
Harga ketupat laksanya Rp 15 ribu-25 ribu tergantung lauknya. Di rumah makan yang buka mulai pukul 09.00 WIB s/d 16.00 WIB ini juga dijual Sate Lembut dan Sate Asem/Manis. Warung Laksa Betawi lainnya yang juga legendaris adalah Laksa Betawi Bang Darus di daerah Kebayoran Lama.
Keempat, Warung Gado-gado Bonbin. Berdiri sejak tahun 1960. Dinamakan begitu karena warung ini berada di Cikini, dekat kebon binatang (bonbin) yang kemudian menjadi Taman Ismail Marzuki (TIM). Gado-gado bonbin itu berisi tumpukan aneka rebusan sayur mayur seperti touge, kangkung, kacang panjang, kol, dan irisan lontong serta telur ayam dalam nampan yang disiram saus kacang dan ditutup dengan bawang goreng, emping, dan kerupuk udang.
Warung Gado-gado Bonbin didirikan Lanny Wijaya. Selain gado-gado dia juga menjual es cendol dan gado-gado pada 1960 untuk pengunjung kebun binatang yang dulu ada di Cikini. Warung gado-gado ini dulunya ada di Jalan Bonbin III, kini bernama Jalan Cikini IV No. 5, Jakarta Pusat. Sekarang warung itu dikelola anaknya, bernama Hadi.
Penikmat Gado-gado Bonbbin mulai dari orang biasa sampai pejabat antara lain mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng, mantan presiden RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur (almarhum), dan Taufiq Kiemas, suami dari presiden kelima RI, Megawati Soekarnoputri.
Rahasia panjang umur Gado-gado Bonbin karena rasanya yang konsisten.Hadi tak pernah menyerahkan urusan pengolahan masakannya kepada orang lain. Dia sendiri yang meracik bumbu kacang, merebus sayuran, termasuk membuat lontong. Saus kacangnya istimewa lantaran kacang tanahnya disangrai, bukan digoreng. Sepiring gado-gado dengan lontong harganya Rp 25 ribu. Kalau pakai nasi, tambah Rp 2.000 lagi.
Kelima, Warung Ayam Goreng Haji Mardun Martinah. Didirikan oleh Haji Mardun Martinah, seorang keturunan Tionghoa Betawi pada tahun 1960-an. Lokasinya di Jalan Taman Sari No. 17C Jakarta Barat. Ayam Goreng khas dari Warung Haji Mardun Martinah ini masih berwarna kuning yang berasal bumbu dan masih basah alias tidak digoreng terlalu kering. Daging ayam terasa empuk dan lembut ketika digigit. Teman bersantapnya sambal, kecap, acar timun, cabe rawit, dan acar bawang.
Selain Ayam goreng, warung ini juga menjual Bebek Goreng, Sayur lodeh, Sayur Asem, Semur Kentang, Bihun, dan Tahu Goreng. Harga ayam gorengnya Rp 15.000 per potong.
Ketupat Sayur H Mahmud
Keenam, Warung Nasi Ulam Misjaya. Didirikan pertama kali oleh Misjaya pada tahun 1964. Ketika itu masih menggunakan pikulan, lalu berganti gerobak pada 1972. Kini Nasi Ulam Misjaya mangkal tepat di depan Klenteng Toasebio, Jalan Kemenangan III, kawasan Pecinan, Glodok, Jakarta Barat.
Nasi ulam hampir mirip dengan nasi uduk dan nasi rames. Yang membedakannya, nasinya dimasak dengan rempah-rempah. Alat menanaknya bukan dengan rice cooker melainkan dengan dandang, sejenis panci yang sudah sangat jarang orang gunakan. Namun justru membuat nasinya lebih pulen.
Seporsi Nasi Ulam ini bersisi nasi dengan semur, bihun, dendeng, tahu, krupuk, dan emping. Sedangkan pilihan lauk lainnya, telur balado, perkedel, cumi asin, bakwan udang, tempe dan tahu bacem serta ayam goreng.
Ketujuh, Warung Nasi Uduk Babe H. Saman. Sudah ada sejak tahun 1963. Santapan khas Betawi ini biasanya dinikmati dengan ayam goreng, empal, dan tahu serta tempe goreng, semur juga sambal kacang. Nasi uduk khas Jakarta ini dibungkus dengan daun pisang hingga membuat aroma khas dan rasa nasi uduk jadi lebih nikmat. Namun sebelum dibungkus daun pisang, nasi uduknya didinginkan dahulu agar tidak berubah menjadi bubur saat dibungkus.
Walau sederhana, Warung Makan Nasi Uduk Babe H yang berada di Kebon Kacang, Jakarta Pusat ini digemari sejumlah pejabat seperti Ali Sadikin, Megawati Soekarnoputri, Sutiyoso, dan lainnya. Warungnya buka mulai pukul 17.00 hingga 02.00 WIB. Satu bungkus nasi uduk dihargai Rp 3.000. Lauknya bervariasi sepertuayam goreng, empal, dan bakwan udang.
Kedelapan, Warung Nasi Uduk & Ayam Goreng Zainal Fanani. Pemiliknya Zainal Fanani, di Jalan Kebon Kacang 8, Jakarta Pusat. Nasi uduk Kebon Kacang ini mulai dirintis sejak tahun 1967 oleh Abdul Hamid Toha.
Saat itu, lokasinya masih berada di sebuah tikungan jalan Kebon Kacang 1. Ketika Abdul meninggal, sang anak, Zainal Fanani melanjutkan usaha tersebut. Lokasinya pun berpindah di Jalan Kebon Kacang 8 No. 5. Lokasinya strategis, jadi pengunjungnya ramai pada jam makan siang dan makan malam.
Kesembilan, Warung Asinan Petamburan. Berdiri sejak tahun 1980, pemiliknya keturunan Tionghoa. Lokasinya di Jalan Aipda K.S Tubun No. 136, Jakarta Pusat. Di depan warungnya ada papan reklame merah bertuliskan Asinan Petamburan.
Sepiring asinan warisan kuliner campuran Betawi dan Tonghoa jaman dulu ini berisi tumpukan tauge, irisan wortel, dan daun sawi asin yang disiram dengan bumbu kacang yang gurih. Ditambah dengan kerupuk kuning dan kacang goreng.
Selain asinan, warung ini juga menjual sop iga yang tak kalah tersohornya. Selepas menyantap dua menu itu, ada beberapa panganan kecil sebagai penutup seperti lumpia basah, bacang, kue pisang, dan kue sus. Seporsi Asinan Petamburan hanya Rp 8.000. Kalau lumpia basah atau risol serta kue pisang masing-masing Rp 2.500 per potongnya.
Kalau Anda kebetulan berwisata ke Jakarta atau sedang ada urusan keluarga, niaga, pekerjaan dan lainnya, tak ada salah mampir ke warung-warung masakan khas Betawi dan peranakan Tionghoa di atas. Anda pun bakal memahami mengapa warung-warung tersebut tetap bertahan ditengah gempuran café dan resto mewah. Sekaligus belajar bagaimana mereka merawat usahanya.
Naskah & Foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
0 komentar:
Posting Komentar