Lumpur Lapindo Wujud Kemarahan Arwah Marsinah?
Inilah wajah bentangan Lumpur Lapindo di Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur saat musim panas. Sebagian besar mengering dan retak-retak. Sejak beberapa tahun belakangan ini, tempat ini pun berubah menjadi obyek wisata pascabencana yang kerap dikunjungi wisatawan baik lokal maupun Nusantara.
Sebenarnya lokasi bencana di negeri ini yang kemudian berubah menjadi obyek wisata bukan cuma Lumpur Lapindo. Di Aceh misalnya, lokasi dan bekas kedasyatan gempa dan tsunami hebat itu pun menjadi obyek wisata pascabencana. Bahkan menjadi salah satu obyek wisata andalan Aceh, khususnya Banda Aceh dengan adanya paket tur wisata tsunami, yakni mengunjungi Kapal Apung, Perahu di atas Rumah, masjid di Lhampu’uk, termasuk Masjid Baiturrahman, dan lainnya.
Begitu juga bencana meletusnya Gunung Merapi di Sleman, Yogyakarta beberapa tahun silam. Rumah kediaman Mbah Maridjan, kuncen gunung ini yang tewas tersapu semburan awan panas Merapi pun kemudian dikunjungi sejumlah wisatawan.
Bahkan beberapa travel agent di Jogja membuat paket tur berlabel Tour the Lava, yang salah satunya itinerary-nya mengunjungi rumah bekas Mbah Mardijan di Dusun Kinaharejo, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman.
Namun Lumpur Lapindo punya daya tarik lain. Obyek wisata pascabencana satu ini oleh sebagian orang juga dikait-kaitkan dengan kematian Marsinah, buruh perempuan yang fenomenal hingga mendapatkan penghargaan Yap Thiam Hien, yakni sebuah penghargaan yang diberikan oleh Yayasan Pusat Studi Hak Asasi Manusia kepada orang-orang yang berjasa besar dalam upaya penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Nama penghargaan ini diambil dari nama pengacara Indonesia keturunan Tionghoa dan pejuang hak asasi manusia Yap Thiam Hien.
Yang menjadi pertanyaan, kenapa sampai ada tudingan bencana Lumpur Lapindo berkaitan erat dengan kematian Marsinah, gadis kelahiran 10 April 1969 di Desa Nglundo, Nganjuk, Jawa Timur yang kemudian menjadi simbol perjuangan kaum buruh di Indonesia sampai kini?
Setelah penulis mengumpulkan data dari berbagai sumber, termasuk ke lokasinya langsung, ternyata di bawah hamparan Lumpur Lapindo itu terdapat pemukiman, persawahan, dan perindustrian yang terkubur di tiga kecamatan yakni Porong, Tanggulangin, dan Kecamatan Jabon. Salah satu bangunan yang terkubur adalah pabrik PT. Catur Putra Surya (CPS), tempat Marsinah bekerja.
Di bawah Lumpur Lapindo ini, dulu ada lapangan tempat anak-anak desa bermain sepak bola, ada sawah-sawah subur tempat para petani bercocoktanam setiap hari, dan tentu saja pabrik-pabrik tempat ratusan buruh yang sebagain besar berasal dari tiga kecamatan tersebut bekarja, salah satunya Marsinah, yang dikenal sebagai aktivis buruh yang vokal.
Karena itulah kemudian muncul rumor bahwa Lumpur Lapindo itu adalah akibat belum terjawabnya secara tuntas siapa dalang dan pelaku pembunuhan terhadap Marsinah. Dan semburan lumpur panas itu adalah bentuk luapan kemarahan arwahnya.
Sebenarnya Lumpur Lapindo dikatakan obyek wisata pascabencana, kurang tepat juga. Pasalnya, sampai detik ini semburan lumpurnya masih terus mengeluarkan lumpur panas dari pusat semburannya.
Ketika penulis berada di bentangan lumpur itu, pusat semburan utamanya masih terus menyemburkan cairan lumpur panas yang bergejolak disertai uap dan asap yang membumbung. Sementara sekelilingnya berubah menjadi hamparan lumpur yang mengeras dan retak-retak akibat tertikam kemarau panjang. Jadi bencana itu sebenarnya masih berlangsung sampai detik ini.
Data lain yang penulis dapatklan, bencana ini dinamakan bencana Lumpur Lapindo karena semburan lumpur panasnya berada di lokasi pengeboran Lapindo Brantas Inc di Dusun Balongnongo Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, sekitar 12 Km sebelah Selatan Kota Sidoarjo.
Semburannya terjadi sejak tanggal 29 Mei 2006. Lokasi pusat semburan hanya berjarak 150 meter dari sumur Banjar Panji-1 (BJP-1), yang merupakan sumur eksplorasi gas milik Lapindo Brantas Inc sebagai operator blok Brantas. Karenanya semburan lumpur panas tersebut diduga diakibatkan oleh aktivitas pengeboran yang dilakukan Lapindo Brantas di sumur tersebut.
Bulan semburannya itu pun bertepatan dengan bulan kematian Marsinah yakni pada tanggal 8 Mei 1993 dan mayatnya baru ditemukan sehari kemudian, tanggal 9 Mei 1993 di sebuah gubuk di Desa Jegong, Wilangan, Nganjuk, sekitar 200 Km dari tempatnya bekerja. Ini pula yang memperkuat rumor Lumpur Lapindo ada kaitannya dengan kematian Marsinah. Penulis masih penasaran tentang rumor itu.
Salah satu cara mencari jawabannya adalah bertanya dengan sejumlah warga korban Lumpur Lapindo yang kini mencari nafkah dengan kehadiran wisatawan ke lokasi Lumpur Lapindo. Salah satunya Hadi Prayitno yang rumah tinggal dan pabrik tempatnya bekerja juga terbenam Lumpur Lapindo.
Ayah satu anak ini sekarang menjadi pengojek sepeda motor yang mangkal di atas tanggul penahan luapan Lumpur Lapindo. Hadi kerap mengantar wisatawan yang hendak ke tengah bentangan Lumpur Lapindo.
Menurut Hadi, dia juga sering mendengar rumor adanya keterkaitan antara bencana Lumpur Lapindo dengan kematian Marsinah. “Memang banyak juga warga yang menuding begitu mas. Kalau saya antara percaya tidak percaya juga. Yang pasti ada atau tidak kaitannya rumah saya sudah terkubur,” akunya.
Rupanya rumor itu juga menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Risma, misalnya wisatawan asal Jakarta yang penulis temui tengah memotret bentangan Lumpur Lapindo siang itu, mengaku sudah lama mendengar rumor itu.
“Rumor itu yang membuat saya bela-belain datang ke sini karena ingin melihat langsung Lumpur Lapindo. Kebetulan saya lagi ada tugas kerja di Surabaya, jadi sebelum kembali ke Jakarta, sempat-sempatin ke sini,” akunya.
Bertepatan dengan Hari Buruh Internasional atau Mayday, hari ini 1 Mei, ribuan buruh di Indonesia di berbagai kota tengah turun ke jalan-jalan dan pusat kota. Mereka memperjuangan haknya sebagai buruh agar bisa hidup sejahtera.
Perjuangan mereka ini tentu sama dengan perjungan Marsinah dulu. Bahkan mungkin terinspirasi dari Marsinah yang berani memperjuangkan hak-haknya sebagai buruh di PT CPS yang kini terkubur oleh Lumpur Lapindo.
Apakah benar pabrik tersebut terkubur oleh lumpur sebagai wujud luapan kemarahan arwah Marsinah? Dan apakah benar apabila pelaku dan dalang kematian Marsinah terungkap, semburan Lumpur Lapindo akan berhenti total? Cuma DIA yang Tahu.
Yang jelas, rumor itu jelas-jelas menambah daya pikat obyek wisata Lumpur Lapindo ini hingga dikunjungi terus wisatawan sampai kini.
Naskah & foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
0 komentar:
Posting Komentar