. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Selasa, 28 April 2015

Cilacap Kian Mendunia Gara-Gara Eksekusi Mati Nusakambangan, Pantai Penyu, dan Benteng Pendem Pun Makin Diminati

Belakangan ini nama Cilacap menggaung keras seantero Tanah Air bahkan dunia. Adalah eksekusi mati kasus “Bali Nine” yang membuatnya begitu. Efek pemberitaannya pun menyentuh obyek-obyek wisatanya. Tak heran sejumlah objek wisata andalannya seperti Pulau Nusakambangan, Teluk Penyu, dan Benteng Pendem ikut terpublikasikan hingga mengundang penasaran banyak orang untuk tahu lebih jauh bahkan bertandang langsung ke sana.  

Pulau Nusakambangan terletak di Selatan Kota Cilacap, Jawa Tengah. Sejak era penjajahan Belanda pulau ini Nusakambangan dinyatakan sebagai kawasan tertutup pada 1905.

Selang 32 tahun kemudian, pulau itu digunakan untuk menahan penjahat dan tahanan politik. Karena itu Nusakambangan pun kemudian berlabel Pulau Penjara sampai sekarang.

Reputasi pulau itu sebagai penjara berlanjut setelah Indonesia merdeka. Bahkan, pada 1974 pemerintah Indonesia mengukuhkan status Nusakambangan sebagai pulau tertutup melalui Kepres RI No. 38. Nusakambangan pun menjadi hotel prodeo buat para narapidana kelas kakap.

Kini, Pulau Nusakambangan mendapat predikat baru sebagai Pulau Eksekusi setelah pemerintah menghukum mati enam terpidana narkoba pada 18 Januari 2015. Tahap kedua, sebanyak 8 terpidana mati lainnya juga dieksekusi di sini.

Sebelumnya pelaksanaan eksekusi mati pernah dilakukan di Nusakambangan. Pada 2008, pemerintah mengeksekusi pelaku bom Bali, Amrozi, Ali Gufron, dan Imam Samudra di Lembah Nirbaya yang berada tidak jauh dari Lembaga Pemasyarakatan (LP) Batu.

LP Batu merupakan satu dari empat penjara yang masih difungsikan sampai saat ini dari sembilan penjara yang dibangun sesuai dengan sembilan nama wilayah di Nusakambangan, yakni Nirbaya, Karanganyar, Gliger, Karang Tengah, Limus Buntu, Batu, Besi dan Kembang Kuning.

Dalam perkembangannya, kini terdapat LP Narkotika, LP Terbuka dan LP Pasir Putih atau LP SMS (Super Maximum Security). Di LP Pasir Putih inilah sebagian besar terpidana mati ditempatkan, termasuk yang segera dieksekusi. Tak heran keamanan di perairan antara Dermaga Wijaya Pura di Cilacap dan Dermaga Sodong di Nusakambangan sangat ketat. Nelayan pun tidak diperbolehkan lagi melintas di kawasan tersebut.

Terlepas dari julukannya yang bikin bulu kuduk merinding, Nusakambangan menyimpan pesona yang tak terbantahkan sebagai obyek wisata. Melihat potensi itu, Gubernur Jawa Tengah dan Menteri Kehakiman pada 1996 membuat nota kesepakatan membuka bagian Timur Nusakambangan sebagai obyek wisata untuk umum. 

Pengunjung yang ingin ke sana terlebih dulu menyeberang dengan menyewa perahu di Pantai Teluk Naga dan mendarat di Dermaga Karang Bolong. Sedangkan untuk lalu lintas keluarga pengunjung LP lewat Dermaga Wijaya Pura. 

Di Nusakambangan terdapat sejumlah pantai dan hutan dengan ekosistem yang relatif masih terjaga. Pengunjung dengan mudah mendengar berbagai kicauan burung dan melihat beragam jenis kupu-kupu, kera, rusa, babi hutan, bahkan macan hitam dan macan tutul. 

Obyek tersohor Cilacap liannya adalah Pantai Teluk Penyu yang terdapat di Kecamatan Cilacap Selatan. Kabarnya dulu di pantai ini banyak terdapat penyu yang hidup dan berkembangbiak.

Entah kenapa lambat laun penyu-penyu tersebut berimigrasi ke pantai di Bali dan Lombok. Banyak pihak menuding padatnya lalu lintas kapal di laut milik Pertamina dan kapal-kapal lainnya, membuat penyu-penyu hijrah ke tempat lain dan tak mau lagi bertelur di Pantai Teluk Penyu. 

Pantai Teluk Penyu yang berluas 18 hektar berpanorama indah dengan hamparan pasir hitam yang luas. Udaranya pun rada sejuk. Pengunjung dapat melakukan berbagai aktivitas bahari di sini seperti berenang, bermain bola, berjemur atau sekadar duduk-duduk menikmati sepoian angin yang dihempaskan pohon kelapa yang tumbuh subur di pantainya. 

Pengunjung juga bisa memancing ikan di dermaga. Kalau ingin memancing ke tengah laut bisa menyewa kapal milik nelayan dengan tarif negosiasi sampai Rp100.000 per orang. 

Buat yang senang kuliner seafood, di sana tersedia deretan penjual ikan mentah merangkap warung makan. Tinggal pilih ikan segar sesuai kesukaaan, lalu dimasak sesuai selera. 

Pengunjung juga dapat menyaksikan secara langsung ritual sedekah laut di pantai ini. Tapi tradisi masyarakat lokal ini hanya digelar setiap tanggal 1 Suro. Ritual ini merupakan acara persembahan yang ditujukan untuk Penguasa Laut Selatan yaitu Nyai Roro Kidul dengan cara menghanyutkan kepala kerbau. Tradisi tersebut terus dilakukan hingga kini sebagai wujud syukur para nelayan kepada Tuhan atas limpahan rejeki berupa hasil tangkapan ikan di laut.

Pantai Teluk Penyu berada sekitar 2 Km di sebelah Timur Kota Cilacap. Lokasinya mudah dijangkau dengan mobil pribadi. Ada angkutan kota dari Terminal Cilacap dengan tarif Rp2.500 per orang selama 15 menit. Harga tiket masuknya Rp5.000 per orang. 

Tak jauh dari Pantai Teluk Penyu terdapat sebuah benteng peninggalan Belanda yaitu Benteng Pendem. Benteng yang dibangun 1861 ini berada di pesisir pantai Teluk Penyu. 

Bangunan ini merupakan bekas markas pertahanan tentara Hindia Belanda yang dibangun di area seluas 6,5 hektar secara bertahap selama 18 tahun, dari tahun 1861 – 1879. Dulu benteng ini sempat tertutup tanah pesisir pantai dan tidak terurus lalu ditemukan dan mulai digali pemerintah Cilacap tahun 1986.

Di benteng ini terdapat lingkaran parit. Konon pada jaman dahulu lebar parit sekitar 18 m dengan kedalaman 3 m. Saat ini lebar paritnya hanya 5 m dengan kedalaman 1-2 m. Fungsi parit yang utama adalah melindungi benteng, menghambat laju musuh, patroli keliling menggunakan perahu kecil, dan tempat pembuangan air dari terowongan. 

Di sana juga ada barak yang dibangun pada tahun 1877 dan terdiri dari 14 ruang. Tiap ruang bisa menampung sekitar 30 prajurit. Dua ruang terakhir yang lebih luas digunakan sebagai ruang untuk para komandan. 

Ada juga bangunan yang berfungsi sebagai klinik yang dibangun tahun 1879 oleh Belanda dan difungsikan juga oleh tentara Jepang saat menduduki Indonesia. Bangunan ini terdiri dari ruang tindakan dan perawatan pasien. Selain itu ada ruang akomodasi sebagai tempat penyimpanan arsip. Di ujung bangunan sebelah kiri terdapat ruang komandan. Di sebelah kanan terdapat ruang penjara I seluas 6 meter persegi yang dibangun pada 1869. 

Ruangan tersebut juga difungsikan sebagai tempat penahanan pertama atau ruang interogasi. Di dalamnya terdapat lingkar besi yang menempel dinding. Gunanya untuk memborgol tahanan dengan posisi tangan terbentang, atau bahkan lebih ekstrim lagi dengan kaki terbentang pula. 

Ada juga bangunan-bangunan peninggalan Jepang dan makam tua di bawah Pohon Trembesi. Konon makam tersebut milik Sekar Wulung dan Ibu Nyai Sekar Jagad yang merupakan tokoh penyebar agama Islam bercampur Kejawen.

Pengunjung yang datang ke Nusakabangan, Pantai Teluk Penyu, dan Benteng Pendem belakangan ini dikabarkan meningkat. Banyak di antaranya tertarik berkunjung lantaran penasaran dengan Cilacap yang tengah hangat jadi perbincangan dunia terkait eksekusi mati tahap II yang baru saja berlangsung..

Anda juga tertarik? Ayo datang saja dan nikmati ketiganya. 

 Naskah: adji kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
 Foto: yus 

Captions: 
1. Benteng Pendem Cilacap. 
2. Menuju Nusa Kambangan. 
3. Pulau Nusa Kambangan.
4. Rombongan wisatawan nusantara (wisnus) sedang menikmati parit  Benteng Pendem, Cilacap.
5. Kelompok wisnus naik perahu dari Pantai Teluk Penyu, Cilacap.

Read more...

Senin, 27 April 2015

Museum Nasional Gelar Festival Hari Museum Internasional 2015 Selama 40 Hari

Museum Nasional merayakan ulang tahun ke-237. Perayaan ini sekaligus menyambut Hari Museum Internasional yang jatuh pada tanggal 18 Mei 2015 mendatang dengan menggelar Festival Hari Museum Internasional bertema "Museum Nasional dan Peran Komunitas" selama 40 hari. 

Kepala Museum Nasional Intan Mardiana dalam laporannya mengatakan sebagai lembaga pelestarian warisan budaya bangsa, Museum Nasional telah melakukan kajian terkait berbagai aspek teknis permuseuman.

“Dari hasil kajian tersebut, program-program publik Museum Nasional disusun untuk dikomunikasikan kepada masyarakat, khususnya generasi muda,” jelasnya saat peresmian Festival Hari Museum Internasional dan 237 Tahun Museum Nasional Indonesia, di Museum Nasional, Jakarta, baru-baru ini.

Program ini diharapkan mampu membangun dan memperkuat karakter bangsa. “Agar tepat sasaran dan sesuai dengan harapan masyarakat, program publik Museum Nasional lebih melibatkan peran komunitas. Lewat festival ini Kami ingin mengingatkan kembali akan pentingnya peran komunitas terhadap kemajuan museum di Indonesia,” tambah Intan.

Direktur Jenderal Kebudayaan Kemdikbud Prof. Kacung Marijan, Ph.D sependapat bahwa untuk menggaungakan museum perlu melibatkan komunitas “Melalui museum, kita bisa belajar dan mengetahui peradaban masa lalu, dan akan belajar bagaimana kita dapat berbuat sesuatu yang baik di masa depan. 237 tahun ini adalah tentang pelibatan komunitas. Tanpa komunitas, museum tidak akan ramai gaungnya di masyarakat,” terang Kacung.

Menurut Kacung angka 237 merupakan angka penting. “Saya buka satu kodenya, yaitu angka 7 di belakang 237. Tahun ini Insha Allah, di belakang museum, akan berdiri 7 lantai, yang pengerjaannya diperkirakan selesai di akhir tahun ini,” jelasnya.

Tahun ini Festival Hari Museum Internasional akan diselenggarakn selama kurang lebih empat puluh hari terhitung sejak 21 April sampai 25 Mei 2015. Festival terdiri dari beberapa rangkaian acara, yaitu lomba gerak jalan, kids fashion show, paduan suara, pembuatan film pendek, workshop mainan, dan permainan tradisional serta bazzar. Rangkaian festival akan diakhiri dengan acara puncak atau Gebyar Festival pada tanggal 25 Mei 2015. Pihak museum juga menampilkan pentas budaya Dayak dan Asmat.

Nunus Supardi, mantan Direktur Permuseuman yang kini aktif bekerja sama dengan komunitas pencinta museum, mengatakan, meski masih tertatih, perkembangan museum di Indonesia ada kemajuan, paling tidak dari jumlah museum yang ada, baik milik swasta maupun pemerintah.

Nunus dan Intan sama-sama mengakui animo publik terhadap museum belum merata. Hanya segelincir museum di kota besar seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Pulau Bali yang ramai pengunjungnya. Sisanya sepi dan masih harus berjuang keras menjaring pengunjung.Peran komunitas menurut keduanya sangat dibutuhkan untuk mengenalkan museum kepada masyarakat.

Nunus melihat, selama lima tahun terakhir ini muncul tren luar biasa di kalangan anak muda, yaitu munculnya komunitas-komunitas pencinta sejarah ataupun pencinta museum. Salah satunya adalah Komunitas Jelajah yang bergerak sporadis tanpa bertujuan mencari keuntungan. Komunitas ini mampu menarik anak-anak muda di Jakarta untuk mengunjungi museum. Mereka juga bergerak hingga ke luar Jakarta. Model semacam ini telah ditiru oleh komunitas anak muda di daerah.

Dalam waktu yang bersamaan, Museum Nasional meresmikan cafe yang ditandai dengan gunting pita oleh Prof Kacung Marijan dan Intan Mardiana.

Cafe seluas 5x6 meter perseg tersebut dilengkapi dengan sofa dan interior serta foto-foto bergaya tempo dulu. Pengunjung museum dan wisatawan bisa menikmati kopi dan sajian menu makanan ringan sambil bersantai di museum. 

Sebagai catatan sejak tahun 1977, International Council of Museums (ICOM) mengadakan International Museum Day (IMD). Museum-museum di seluruh dunia yang tergabung dalam ICOM akan mengadakan event yang kreatif dan sesuai dengan tema Hari Museum Internasional yang sudah ditentukan. 

Museum Nasional yang menjadi salah satu anggota ICOM,  turut serta merayakan Hari Museum Internasional tersebut lewat festival yang bertujuan untuk menjalin hubungan masyarakat serta menekankan pentingnya museum sebagai lembaga yang memfasilitasi masyarakat untuk belajar dan melestarikan warisan budaya Indonesia. 

Naskah & foto: adji kurnaiwan (adji_travelplus@yahoo.com) 

Captions: 
1. Museum Nasional menyelenggarakan Festival Hari Museum Internasional 2015 selama lebih kurang 40 hari. Foto adji k. 
2. Gadung baru Museum Nasional Jakarta. Foto adji k

Read more...

KAA 2015 di Bandung, Berkah Tersendiri Buat Hotel Arimbi Destik, The V Boutique Hotel, dan Hotel Arimbi

Hotel merupakan salah satu industri wisata yang mendapat banyak keuntungan terkait pelaksanaan puncak peringatan Konferensi Asia Afrika (KAA) ke-60 di Bandung, selain resto, gerai oleh-oleh, dan transportasi terutama mobil travel. 

Sejumlah hotel, baik itu yang berbintang maupun melati sama-sama meraup rupiah karena kebanjiran tamu, sekaligus terpublikasikan. Di antara hotel kelas melati yang beruntung itu ada Hotel Arimbi Destik, The V Boutique Hotel, dan Hotel Arimbi.

Hotel Arimbi Destik (baru) merupakan yang terbesar dengan 62 kamar, mulai dari Standar Room Rp 165.000, Deluxe Rp 250.000 sampai Suite Room Rp 310.000 per malam untuk 2 orang. Plus extra bad Rp 100.000.

Khusus untuk Suite Room I dilengkapi AC, bathtub, shower, air dingin dan air panas, single bad besar untuk 2 orang dan single bad kecil untuk 1 orang. 

Sementara Standar Room-nya dilengkapi kipas angin, air panas, dan air dingin. 

Fasilitas hotel yang meraih penghargaan Terbaik III Hotel Melati I tahun 2014 dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Bandung ini hampir mendekati hotel berbintang. Ada konektivitas internet WiFi gratis dan meeting room Rp 600.000 per hari selama 8 jam. Lebih dari itu dikenakan biaya Rp 100.000.

Paket meeting-nya mulai dari Rp 50.000 per pack. Paket per jamnya untuk 10-20 orang/jam Rp 100.000 minimal 3 jam, dan untuk 20-40 orang/jam Rp 200.000 juga minimal 3 jam. 

Hotel ini juga menyediakan makan siang Rp 30.000 per orang, makan malam Rp 35.000 per orang, coffee break 1 dan 2, masing-masing Rp 8.000 per orang. 

Menurut represionis Arimbi Destik,Resta satu hari menjelang puncak peringatan KAA 2015 di Bandung, jumlah tamunya meningkat. 

“Selain wisatawan juga ada panitia KAA dan media peliput yang menginap di sini,” aku mojang geulis berbusana muslimah ini.

Hal serupa juga dialami The V Boutique Hotel yang berada di depan sebelah kiri Hotel Arimbi Destik. Hotel melati berkonsep minimalis ini mendapat tamu terkait KAA 2015. 

“Meski tak banyak, tapi ada juga yang inap seperti blogger dan media peliput dari TV Swasta,” terang Senor, staff hotel tersebut.

Hotel yang memiliki 31 kamar terdiri atas Standar Room dari Rp 100.000, Deluxe Rp 210.000 hingga Suite Room Rp 275.000 per malam ni juga dilengkapi WiFi yang dapat digunakan di lobi hotel. 

“Harga itu berlaku Weekday. Kalau Weekand masing-masing kamar tambah Rp 20.000. Tapi itu berlaku hari Sabtu, Minggu sudah balik ke harga Weekday,” tambah Senor lagi.

Sedangkan Hotel Arimbi (lama) yang berada di depan sebelah kanan Hotel Arimbi Destik memiliki 60 kamar, mulai dari Standar Room Rp 150 ribu dan 160.000 per malam hingga Family Room Rp 240.000 per malam untuk 3 orang. 

Menurut represionis Hotel Arimbi, Asep tarif hotel ini pada hari biasa maupun akhir pekan sama saja. Hotel ini belum dilengkapi WiFi. “Tapi tamu bisa pakai WiFi di lobi dari sinyal WiFi Hotel Arimbi Destik,”ujar Asep. 

Berdasarkan pengamatan Travelplusindonesia, ketiga hotel melati ini tak pernah sepi tamunya, terlebih terkait puncak peringatan KAA 2015 baru-baru ini. 

Faktor pendukungnya karena lokasinya yang cukup strategis dan harga yang terjangkau namun cukup rapih dan bersih. Ketiga hotel ini letaknya saling berdekatan, masih dalam satu areal di Jalan Dewi Sartika, sekitar 100 meter dari Terminal Kebon Kelapa.

Kelebihan lainnya, ketiganya dekat dengan pusat perbelanjaan seperti ITC Kebon Kelapa, Yogya, King’s Shoping Center, Palaguna, Pasar Baru, dan lainnya. Juga tak begitu jauh dengan Masjid Raya Bandung atau Alun-Alun, sekitar 1 Km. 

Jarak tempuh ketiga hotel ini juga terbilang singkat, sekitar 15 menit dari Stasiun Kereta Api, 15 menit dari Terminal Leuwi Panjang, 25 menit dari Bandara Husein Sastranegara, dan 30 menit dari Terminal Cicaheum dengan catatan kalau lalu lintas lancar. 

Soal parkir kendaraan juga bukan masalah. Tamu yang ingin menginap di ketiga hotel ini dapat memarrkir sepeda motor ataupun mobilnya di halaman parkir yang ada di belakang Hotel Arimbi Destik maupun di tengah-tengah ketiga hotel ini. “Kalau bis, bisa diparkir di tepi jalan raya, depan pintu masuk ketiga hotel,” terang Asep lagi. 

Melihat kelebihan ketiga hotel yang masih dimiliki satu keluarga namun masing-masing manajemennya berbeda ini, tak heran kalau Hotel Arimbi Destik, The V Boutique Hotel, dan Hotel Arimbi ini diminati tamu, baik itu warga Bandung dan sekitarnya maupun wisatawan yang ingin mendapatkan penginapan terjangkau namun cukup strategis dan nyaman.

Jangan heran juga, kalau ketiga hotel ini tak pernah sepi tamunya, sekalipun tak ada event baik berskala lokal, nasional maupun internasional seperti KAA. 

Ada pemandangan menggelitik di ketiga hotel ini. Karena lokasinya berdekatan, dan pintu masuknya satu menuju ke tiga hotel ini, masing-masing staff hotelnya saling menawarkan kamar hotel yang masih tersedia ke setiap calon tamunya. Bahkan represionisnya kadang sampai turun ke lapangan, melakukan hal serupa untuk menjaring tamu. 

Naskah & foto: adji kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com) 

Captions
1. The V Boutique Hotel, hotel melati bergaya minimalis. 
2. Hotel Arimbi Destik, salah satu hotel melati I yang kebanjiran tamu saat KAA ke-60 di Bandung.
3. Salah satu Suite Room di Hotel Arimbi Destik.
4. Salah satu kamar Standar di The V Boutique Hotel.
5. Bangunan depan Hotel Arimbi.
6. Salah satu kamar standar di Hotel Arimbi.

Read more...

Minggu, 26 April 2015

Delegasi Asing di Festival of Nations 2015 Paling Laris Dimintai Foto

Inilah Elizabeth, perempuan Myanmar yang mengenakan pakaian tradisional khas negaranya. Dalam Festival of Nations, di Dago, Bandung, Ahad (26/4), dia menjadi salah satu peserta asing yang kerap dimintai foto oleh para pengunjung. 

Wajahnya yang cantik dan pakaiannya yang menarik, mampu memikat perhatian masyarakat, relawan, dan wisatawan dalam side event yang digelar dalam kaitan menyemarakkan puncak peringatan Konferensi Asia Afrika (KAA) ke-60 di Kota Kembang ini.
Bukan hanya Elizabeth dan timnya yang banyak dimintai foto oleh para pengunjung, peserta asing lainnya terutama dari Filipina, Jepang, Yunani, dan Bangladesh juga mendapat permintaan yang sama.

Mereka mendapat perhatian khusus lantaran mengenakan pakaian tradisonal masing-masing negaranya yang mungkin jarang dilihat masyarakat Indonesia.

Perhatian penonton bukan semata pada perempuan atau pria muda yang cantik dan tampan seperti perempuan-perempuan muda Jepang yang berpakaian kimono dan pria Yunani dengan topi Sparta-nya, pun perempuan dan pria dewasa. Misalnya perempuan asal Filipina yang karakter wajahnya sepintas mirip aktris kawakan Christine Hakim, dan juga pria-pria tua Jepang yang mengenakan pakaian khas berwarna  merah.

Peserta dari Indonesia pun tak kalah menariknya dari delegasi asing. Salah satunya tim dari Kota Pontianak, Kalimantan Barat yang menghadirkan sejumlah perempuan berpakaian kebaya modern berwarna biru dan pink. 

“Kami dari tim penari Jepin Tempurun dari Sanggar Bougenvile, Kota Pontianak, “ aku Lisani Atika (20), salah satu penari yang masih tercatat sebagai mahasiswi Universitas Tanjupura (Untan). 

Para penari tarian khas Melayu Kalimantan ini pun banyak dimintai foto bersama pengunjung. 

Begitu juga dengan Yogi, masih dari tim Pontianak. Mahasiswa Untan berdarah Jawa dan Dayak ini pun banyak dimintai foto lantaran mengenakan pakaiann khas pria Dayak Punan, Kapuas Hulu. 

Delegasi negara-negara peserta KAA lainnya yang ikut festival ini ada Cina, Srilangka, India, Korea Selatan, Thailand, Mesir, dan Madagaskar serta Autralia.

Beberapa delagasi asing juga menampilkan kesenian masing-masing. Bangladesh misalnya membawakan tarian khas negara mereka yang dipadu dengan drama musikal, Korea Selatan memainkan musik tradisional mereka yang terdiri dari alat musik tabuh dan alat musik tiup yang mirip terompet, dan tim Mesir menyuguhkan tarian perut khas negeri piramid tersebut. 

Dari dalam negeri, Kota Bandung, Kediri, dan Palembang tak mau kalah menampilkan tarian tradisonal masing-masing daerahnya, termasuk suguhan PencakSsilat dan Tari Kecak. 

Para delagasi asing juga menawarkan kerajinan tangan khas negaranya di masing-masing stand berbentuk tenda kerucut berwarna putih yang berdereat di kiri-kanan Jalan Dago. Kamboja misalnya menampilkan kerajinan kota-kotak aksesoris dan tas dari rotan, Srilangka berupa pernak-pernik pakaian khasnya, Filipina memamerkan aneka tas khasnya, dan Tiongkok membawa kaos bermotif hurrf Mandarin, pedang, dan kipas tangan. Sejumlah pengunjung pun banyak yang membeli kerajinan-kerajinan tersebut dengan harga cukup terjangkau.

Festival of Nations yang mengusung slogan 'Kulturasun', plesetan dari bahasa Sunda 'Sampurasun' yang kerap digunakan sebagai kata sapaan oleh masyarakat Bandung ini dimulai sekitar pukul 13.00 WIB.

Ada dua panggung di festival ini. Panggung kecil berada didekat pintu masuk dan panggung utama di bawah fly over Pasopati, tak jauh dari gerai aneka oleh-oleh khas Bandung, Kartika Sari.

Kedua panggung itu digunakan untuk pertunjukan budaya dari beberapa Negara. Pertunjukan musik dari Maliq & d'Essentials hingga Naif juga turut meramaikan festival yang berlangsung hingga malam. 

Secara keseluruhan Festival of Nations berlangsung sukses karena mendapat perhatian bukan hanya masyarakat Bandung dan sekitarnya, pun wisatawan yang sengaja datang untuk melihat secara langsung sejumlah side events KAA 2015 ini.

“Saya ke festival ini khusus melihat budaya dan membeli, kerajinan negara-negara asing sekaligus berfoto-foto sama mereka,” aku Sherin (28), wisatawan Nusantara asal Jakarta yang datang bersama dua rekannya. 

Naskah & foto: adji kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com) 

Captions
1. Elizabeth salah satu peserta dari delegasi Myanmar dalam Festival of Nations 2015 di Dago, Bandung. 
2. Para pria tua Jepang juga dimintai foto bersama relawan Festival of Nations. 3. Para penari Jepin Tempurun dari Kota Pontianak.
4. Perempuan Filipina dengan berkostum pakaian tradisonal salah satu daerah di negaranya.
5. Ribuan pengunjung memadati Festival of Nations bertajuk Kulturasun..

Read more...

Tutut Naik Kelas, dari Sawah Masuk Resto

Hewan bercangkang ini namanya Tutut (Bellamya spp). Keong kecil berwarna gelap kehitaman ini biasanya mudah ditemukan di sawah. Keberadaannya dulu sempat tak dianggap, kurang dilirik orang. Seiring berjalannya waktu, masyarakat terutama di pedesaan mulai memanfaatkannya menjadi camilan dan lauk. 

Hewan dalam kelompok Operculat ini biasanya dimasak dengan bumbu kunyit, kadang ditambahin santan, dan bermacam bumbu lainnya. 

Dari Sawah, Tutut hijrah ke kota-kota. Awalnya dijual di pinggir jalan. Di Jakarta contohnya,  antara lain dapat ditemui di Kwitang, Jakarta Pusat dan sepanjang jalan menuju TMII, Jakarta Timur. Tutup pun mulai  jadi santapan sejumlah orang perkotaan.

Belakangan in, derajat Tutut pun naik kelas. Keong suku Viviparidae ini sudah masuk menu andalan sejumlah resto. Alas Daun merupakan satu resto yang berhasil mengangkat derajat Tutut. Resto yang berada di di Jalan Citarum No.34, Riau, Bandung, Jawa Barat ini menyajikan Tutut kuah kuning. Yang menarik Tutut disajikan dalam wadah yang cukup menarik perhatian, yakni wajan kecil. Harga seporsinya hanya Rp 7.000.

Sewaktu travelplusindonesia bertandang ke Bandung yang kini berjuluk Kota Solidaritas Asia Afrika, dalam peliputan side events terkait puncak peringatan KAA yang diselenggarakan Kementerian Pariwisata, sempat mampir ke resto ini dan mencoba Tutut-nya. Seumur hidup baru kali ini, penulis mencicipinya.

Bentuknya yang kecil dan warnanya yang kurang menarik, membuat penulis selama ini enggan menyantap Tutut. Apalagi masih ada rasa sangsi, apakah keong yang satu ini halal atau haram disantap Muslim. Tapi ketika melihat sajiannya yang unik di wajan mini, ditambah warna kuahnya yang kuning, akhirnya tergoda juga lidah ini menyentuhnya lalu menelannya.

Semula penulis agak kesulitan bagaimana cara menyantapnya. Soalnya bentuknya kecil-kecil, beda dengan Gonggong, keong khas Batam, Bintan dan beberapa daerah lain di Kepulauan Riau yang berpenampilan lebih menarik dan nampak bersih, berukuran besar dan berwarna putih. Tapi lama-lama penulis lihai juga. Disedot lalu dicukil dagingnya dengan tusuk gigi, baru kemudian dilahap. Rasanya gurih dan kuahnya sedap.

Selain karena Tutut dan penyajiannya, tempat makan yang menyajikan aneka masakan khas Sunda ini pun menawarkan sensasi makan yang unik kepada para pengunjungnya, yakni makan dengan menggunakan alas daun pisang sesuai namanya. Jadi jangan harap pengunjungnya dapat menemukan piring di resto ini, sebagaimana resto umumnya.. 

Penulis jadi teringat cara makan ala pecinta alam dan beberapa komunitas pendaki gunung dengan lembaran daun pisang. Nasi dan sejumlah lauk serta sambal ditaruh di atas nasi atau di tepiannya, lalu disantap rame-rame.  Bisa jadi konsep makan ala pecinta alam ini memang ditiru oleh pengelola resto ini, kemudian dikemas lebih berkelas. 

Lauk lain yang disajikan di wajan mini di resto ini ada Orak Arik Bunga Pepaya. Seporsinya Rp 12.000. Isinya tentu saja bunga pepaya, telur, kacang panjang, dan cabe rawit. Rasanya cukup pedas.dan aneka sambal seperti Sambel Goreng Kentang, Sambal Dadak, dan Sambal Halilintar

Lalu ada Ayam Bumbu Ijo seharga Rp 16.000. Ayam goreng ini dipadukan dengan sambal hijau yang berminyak di dalam kuali mungil. Daging ayamnya empuk dan agak basah. Bumbunya meresap sampai ke dalam daging. Rasa sambalnya cukup kuat namun tidak begitu menyengat. 

Ada juga Tumis Pare, Pepes Tahu, Ayam Bakar Gurih, Pete bakar, Tempe Mendoan, Tahu dan Tempe Goreng, Sate Maringgi, Bandeng Pepes atau Bandeng Gebuk, dan aneka lalapan pastinya.

Makanan pembukanya anatar lain Tahu Genjrot, Colenan, dan Otak-Otak Ikan. Sedangkan minumannya berbagai macam jus, es cincau, dan kelapa muda.

Kembali ke soal Tutut, hewan dari marga Bellamya yang hidup di sawah ini ada dua jenisnya, yakni Tutut Jawa (Bellamya javanica) dengan lokasi sebarannya di Thailand, Kamboja, Malaysia, Indonesia (kecuali Irian Jaya), dan Filipina. Satu lagi Tutut Sumatera (Bellamya sumatrensis) yang dapat ditemui di wilyah Thailand, Kamboja, Malaysia, dan Indonesia terutama Sumatera dan Jawa. 

Kendati secara fisik hewan ini kurang menarik dan imej kampungan menyertainya lantaran senang berkembangbiak di sawah. Namun siapa sangka, Tutut menyimpan kandungan gizi tinggi, baik protein, vitamin, dan zat lainnya.

Data Positive Deviance Resource Centre menyebutkan, Tutut mengandung  protein 12% , kalsium 217 mg, rendah kolesterol, 81 gram air dalam 100 gramnya, dan sisanya energi, karbohidrat, seerta phosfor.

Kandungan vitaminnya juga kaya, terutama vitamin A, E, niacin, dan folat. Sebagaimana kita ketahui, vitamin A berkhasiat untuk mata, vitamin E untuk regenerasi sel dan kecantikan kulit, niacin berperan dalam metabolisme karbohidrat untuk menghasilkan energi, dan folat baik untuk ibu hamil supaya bayinya tidak cacat tabung syarafnya, dan banyak lagi.

Tutut juga mengandung zat gizi makronutrien berupa protein dalam kadar yang cukup tinggi pada tubuhnya Dengan kata lain, Tutut dapat dijadikan sumber protein hewani yang bermutu dengan harga yang jauh lebih murah daripada daging sapi, kambing ataupun ayam. 

Kadar kalsium Tutut pun terbilang luar biasa, kira-kira ada 217mg dalam 100gr atau hampir setara dengan segelas susu.

Yang bikin takjub lagi, Tutut juga dipercaya dapat mengobati berbagai penyakit seperti diabetes, maag, liver, kolesterol, dan berbagai penyakit lainnya.

Kendati banyak khasiatnya, rupanya Tutut diam-diam berperan sebagai perantara cacing Trematoda pada manusia. Tapi tak perlu cemas, dengan perebusan yang tepat, larva cacing tersebut akan mati. Lama merebusnya minimal 20 menit jika dengan api besar, kalau dengan api kecil sekitar 1 jam. 

Naskah & foto: adji kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com) 

Captions
1. Seporsi Tutut, keong kecil hitam dari sawah yang diolah dan disajikan unik di Resto Alas Daun, Bandung. 
2. Seporsi Tutut, Tumis Pare, dan nasi putih beralaskan daun di Resto Alas Daun, Bandung. 
3. Suasana depan Resto Alas Daun, Bandung.

Read more...

Sabtu, 25 April 2015

Asia African Carnival 2015 Gemakan Halo-Halo Bandung Bak Koor Raksasa

“...Halo-halo Bandung Ibukota Periangan. Halo-halo Bandung kota kenang-kenangan. Sudah lama beta tidak berjumpa dengan kau. Sekarang telah menjadi lautan api. Mari bung rebut kembai...”. Lagu Halo-halo Bandung ciptaan Ismail Marzuki ini membahana di Jalan Asia Afrika, Bandung, saat acara Asian Afrika Carnival 2015 berlangsung, Sabtu (25/4). Warga Bandung dan wisatawan ikut menyanyiikan lagu patriotis tersohor itu, bak koor paduan suara raksasa. 

Sepanjang Jalan Asia Afrika berubah jadi lautan manusia yang begitu bersemangat menyaksikan persembahan seni budaya dalam rangka memeriahkan peringatan puncak Konferensi Asia Afrika (KAA) ke-60 ini. 

Sekitar 14 kontingen perwakilan negara Asia dan Afrika dan sejumlah perwakilan dari kota-kota terpilih di Indonesia melakukan iring-iringan menampilkan seni budaya khas negara dan kotanya masing-masing. Mereka memulai arak-arakan start dari mulai Simpang Lima menyusuri sepanjang jalan Asia Afrika, kota Bandung sekitar pukul 13.00 WIB sampai pukul 16.00 WIB.

“Asian African Carnival ini dipersembahkan untuk warga Kota Bandung,” kata Walikota Bandung Ridwan Kamil saat membuka langsung acara ini, didampingi Menteri Pariwisata Arief Yahya.

Sebelum membuka, Ridwan Kamil dan Arief Yahya sempat menaiki Bandung Tour on the Bus (Bandros), bis wisata kebanggaan Bandung.

Dua mobil Bandros memimpin arak-arakan itu, diiikuti penampilan para kontingen. Perwakilan dari Yordania menampilkan tarian tradisionalnya, berikutnya secara beriringan ada perwakilan dari India, Kamboja, Mesir, Filipina, RRT, Jepang, Korea Selatan, Srilanka, Thailand, Vietnam, dan juga Myanmar yang tak kalah memukau.

Sedangkan perwakilan dari kota-kota yang mengikuti karnaval itu, di antaranya dari Kota Bandung, Denpasar, Kediri, Pontianak, Palembang, dan Yogyakarta. Masing-masing kota terpilih tersebut membawakan tari tradisisonal khas daerahnya seperti tari jaipong dari Bandung, tari Merak, tarian perang khas Pontianak dan yang lainnya.

Pengamatan travelplusindonesia di lapangan, antusias warga Bandung yang menyaksikan karnaval ini sangat luar biasa. Warga mulai menyemut sejak pagi, sebelum sepanjang jalan tersebut ditutup. Kerumunan warga semakin memuncak saat karnaval berlangsung. Bukan hanya warga Bandung yang datang tapi juga warga dari sekitar Bandung seperti Sumedang, Garut, dan Tasikmalaya. Bahkan sejumlah wisatawan nusantara dan mancanegara ikut membaur.

Di sepanjang trotoar Jalan Asia Afrika, warga dan wisatawan membaur, lebur dalam suka cita. Mereka berdiri dan berdesak-desakan di luar pagar pembatas, dari titik start sampai finish di dekat Masjid Raya Bandung atau Alun-Alun Bandung. 

Sejumlah fotografer dari berbagai media termasuk warga sampai berdiri di dua jembatan di sepanjang jalan itu. Mereka berebut mengabadikan jalannya karnaval dari awal sampai akhir, kendati sempat turun hujan gerimis. 

Masyarakat dan wisatawan dengan menggunakan kamera, handycam, ataupun handphone, mengabadikan momen tersebut sekaligus foto narsis di spot-spot menarik di sepanjang jalan itu, seperti di depan Hotel Merdeka, Museum Asia Afrika, gedung Pikiran Rakyat, Hotel Savoy, replika bola dunia, dan tentunya Masjid Raya Bandung. 

“Saya bela-belain ke sini untuk melihat langsung karnaval ini. Sekalian foto-foto,” aku Asep (25) warga Dayeuh kolot, Bandung Selatan. Hal senada juga diutarakan Lilis (30) dari Garut. “Mumpung liburan dan dekat dari Garut, jadi saya bawa anak-anak buat melihat karnaval ini,” aku Lilis yang datang bersama suami dan dua anaknya.

Menpar Arief Yahya sampai memuji karnaval dan walikota Bandung atas kesukesan acara ini. Bahkan Areif Yahya mengatakan karnaval ini resmi menjadi acara tahunan berskala internasional dari Kota Bandung. 

“Bandung dan walikotanya keren banget. Saya ingin mendeklarasikan sesuatu, bahwa acara ini akan menjadi acara tahunan Kota Bandung yang bertaraf internasional,” ujar Arief Yahya seusai karnaval. 

Dalam kesempatan itu Arief Yahya juga berterimakasih kepada warga Bandung dan 10 ribu relawan yang telah bekerja sama sehingga acara ini berjalan dengan baik. “Insya Allah tahun depan acara ini akan lebih meriah lagi dan diikuti lebih banyak negara Asia Afrika," tambahnya. 

Karnaval bangsa-bangsa Asia Afrika atau Asia African Carnival 2015 menjadi salah satu side event untuk melengkapi core event puncak peringatan KAA di Bandung. 

Selain karnaval tersebut, masih ada sejumlah side event KAA 2015 yang disuguhkan Kemenpar antara lain forum diskusi parliamentary, pameran dan workshop Kerjasama Selatan-Selatan Triangular (KSST), Indonesia Heritage Exhibition, pameran Koleksi Dokumentasi KAA, New Asia Youth Conference 2015, Asia Africa Business Summit (AABS), working lunch SIDS, dan pagelaran musik grup Slank pada 19 April lalu. 

Arief Yahya menjelaskan side events tersebut dirancang untuk menghibur dan member kesan bahwa peringatan KAA 2015 ini bersentuhan dengan publik dan semakin membumi. 

Adapun target kunjungan wisatawan dalam rangka kegiatan KAA ini, lanjutnya untuk wisman sebanyak 2500 orang dan wisnus 100 ribu perjalanan. “Side events ini digelar di dua kota. Di Jakarta sebanyak 9 events dan di Bandung 10 events. Tiga events yakni promosi pariwisata, Asian African Carnival, dan New Asia Youth Conference 2015 berlangsung di Bandung, sedangkan event lainnya di Jakarta,” terangnya.

Side event di Bandung juga dimeriahkan dengan pertunjukkan angklung bertajuk Angklung for the Word yang digelar di Stadion Siliwangi, 23 April lalu. “Sekitar 20 ribu orang memainkan alat musik khas Sunda ini, membawakan beberapa lagu secara bersama-sama,” pungkasnya.

Secara keseluruhan, kehadiran Asian African Carnival 2015 memang berhasil membetot perhatian warga Bandung dan sekitarnya termasuk wisnus dan wisman. 

Namun masih ada beberapa catatan yang harus diperhatikan dan diperbaiki, agar tahun depan acara ini berlangsung lebih baik lagi. 

Kemacetan parah menuju lokasi sebelum dan sesudah acara jadi catatan yang harus diperhatikan. Pengaturan rekayasa lalulintas termasuk penutupan jalan di lokasi acara sebaiknya dilakukan dengan tepat.

Catatan lainnya, tampilan setiap peserta kontingen harus lebih baik lagi agar menarik dan tidak membosankan. Paling tidak berbeda dengan karnaval sejenis yang sudah ada. Tapi harus diakui, di sisi lain, karnaval ini, kian menggaungkan nama Bandung ke tingkat Nasional bahkan dunia.

Naskah & foto: adji kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com) 

Captions
1. Bandung menjadi lautan manusia saat Asian African Carnival 2015 berlangsung, kendati sempat hujan gerimis. 
2. Replika Bola Perdamaian Dunia Asia Afrika jadi salah satu spot andalan masyarakat untuk berfoto-foto.
3. Menpar Arief Yahya dan Walikota Bandung Ridwan Kamil di Pendopo Wakikota Bandung saat menjelaskan Asian African Carnival di Bandung akan dijadikan sebagai karnaval tahunan bertaraf internasional.
4. Warga berfoto dengan peserta karnaval.

Read more...

Rabu, 22 April 2015

Nasib Owa Jawa Terancam Pembukaan Hutan dan Perburuan Liar

Owa Jawa (Hylobates moloch) yang saat ini mendiami hutan-hutan dataran rendah dan tinggi di Jawa bagian Barat dan sebagian kecil di Jawa bagian tengah, nasibnya semakin terancam. Pertumbuhan populasi satwa endemik yang bersifat monogami atau setia pada 1 pasangan ini pun sangat lamban.

Ketua Pengurus Yayasan Owa Jawa, Noviar Andayani mengatakan keberadaan Owa Jawa terancam oleh kerusakan habitatnya akibat pembukaan hutan untuk berbagai keperluan dan perburuan liar. “Perdagangan Owa Jawa saat ini masih terjadi. Rata-rata Owa Jawa dijual Rp 200.000-Rp 300.000 per ekor,” akunya di Jakarta, Selasa (21/4). 

Noviar memperkirakan sampai saat ini masih banyak Owa Jawa yang diburu, dipelihara masyarakat dan diperdagangkan. Padahal tndakan-tindakan itu dilarang dan ada sanksi hukumnya.

“Tahun lalu, kami berhasil menyelamatkan Owa Jawa yanag akan dibawa ke Rusia dari Bali,” akunya. Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Bambang Dahono mengungkapkan saat ini populasi Owa Jawa di Jawa sekitar 5310 ekor.

Menurutnya habitat Owa Jawa ini kebanyakan berada di Gunung Gede Pangrango, Gunung Halimun, Salak, dan Ujung Kulon.

“Sekarang populasinya hanya naik dua persen karena tekanan masyarakat. Dengan program pelepasliaran ini ditargetkan naik 3 persen. Bahkan pemerintah menargetkan bisa 10 persen,” ungkap Bambang. 

Sekjen KLHK Hadi Daryanto menambahkan Owa Jawa merupakan salah sartu dari 25 satwa prioritas yang menjadi peningkatan populasi sebesar 10 % dalam RPJM KLHK tahun 2015-2019 di site-site monitoring yang telah ditentukan. 

Direktur Utama Perum Perhutani Mustoha Iskandar salah satu upaya untuk melestarian Owa Jawa dengan mempertahankan kualitas kawasan hutan lindung Perum Perhutani. Menurutnya keberadaan Owa Jawa dapat dijadikan indikator kondisi hutan bagus.

“Kalau Owa Jawa di hutan itu berkembang, berarti hutan tropis basahnya sehat dan terjaga,” ungkapnya. 

Naskah: adji kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com) 
Foto: dok ppid.dephut.go.id 

Captions: 
1. Owa Jawa populasinya terancam. 
2. Hutan tropis basah lebat jadi habitat Owa Jawa.

Read more...

Dua Pasang Owa Jawa Dilepasliarkan Pas Puncak KAA ke-60

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Yayasan Owa Jawa bekerjasama dengan Perum Perhutani akan melepasliarkan dua pasang Owa Jawa (Hylobates moloch) ke habitat alaminya di Gunung Puntang, kawasan Hutan Lindung Gunung Malabar, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Pelepasaliarannya akakan dilakukan bersamaan dengan peringatan puncak Konferensi Tingat Tinggi (KTT) Asia Afrika (KAA) ke-60, Jumat (24/4). 

Sekjen KLHK Hadi Daryanto menjelaskan pelepasliaran dua pasang Owa Jawa sebagai side event peringatan puncak KAA ke-60 untuk memberikan pesan kepada peserta KAA dan dunia bahwa Indonesia peduli akan pelestarian satwa langka dan hutan tropisnya.

“Owa Jawa adalah hewan yang monogami atau setia pada satu pasangan. Jadi Owa Jawa itu melambangkan loyaliltas. Kalau dikaitkan dengan KAA, seperti kesetiaan negara-negara peserta Asia-Afrika selama ini. Pelepasliaran Owa Jawa ini juga menggambarkan semangat gotong toyong antara negara-negara Asia Afrika untuk melanjutkan pembangunan yang sejalan dengan pelestarian keanekaragamanan alam yang menyokong kehidupan,” terang Hadi di Gedung KLHK, Jakarta, Selasa (21/4).

Menurut Hadi, Owa Jawa yang saat ini mendiami hutan-hutan dataran rendah dan tinggi di Jawa bagian Barat dan sebagian kecil di Jawa bagian tenah merupakan salah sartu dari 25 satwa prioritas yang menjadi peningkatan populasi sebesar 10 % dalam RPJM KLHK tahun 2015-2019 di site-site monitoring yang telah ditentukan.

Ketua Pengurus Yayasan Owa Jawa, Noviar Andayani menjelaskan dua pasang satwa endemik Jawa yang akan dilepasliarkan itu telah menjalani proses rehabilitasi selama 7-11 tahun di Javan Gibbon Center (JGC), Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat. "Lamanya proses rehabilitasi itu bukan hanya untuk memastikan mereka sehat tapi juga agar mampu beradaptasi dengan lingkungannya nanti setelah mereka dilepasliarkan," kata Noviar.

Menurut Noviar lawasan Hutan Gunung Puntang yang berluas 8.800 hektar, berjarak sekitar 30 Km dari Kota Bandung, dipilih sebagai lokasi pelepasliaran, karena kondisi hutan konservasi yang dikelola Perhutani ini cukup baik sebgai habitat Owa Jawa.

“Owa Jawa itu suka dengan hutan lebat dengan pohon-pohon yang memiliki biji-bijian. Habitat satwa ini di hutan tropis basah yang lebat dengan tajuk atau kanopi pohonnya yang rapat atau saling berhubungan untuk memudahkan Owa berayun,” ujarnya. 

Kata Noviar setelah dilakukan pelepasliaran, dibentuk dua tim petugas yang terdiri dari Perhutani dan Yayasan Owa Jawa. “Tugasnya memonitor kegiatan Owa Jawa dan berpatroli untuk memastikan mereka tidak diburu lagi,” terangnya. 

Direktur Utama Perum Perhutani Mustoha Iskandar Mustoha menjelaskan 4 ekor Owa Jawa yang akan dilepasliarkan terdiri atas dua pasang yakni pasangan pertama bernama Robin (jantan) dan Moni (betina), kemudian pasangan kedua bernama Moli Ijantan) dan Nancy (betina). Keempat ekor Owa Jawa tersebut, sebelumnya menjadi satwa peliharaan masyarakat.

“Pelepasliaran dua pasang Owa Jawa ini merupakan yang ketiga kalinya. Sebelumnya yang pertama pada 15 Juni 2013 dengan melepasliarkan sepasang Owa Jawa bernama Kiki dan Sadewa. Lalu pada 27 Maret 2013, satu keluarga Owa Jawa yang berjumlah 4 ekor yaitu pasangan Bombom dan Jowo dan dua anak mereka Yani dan Yudi juga telah dilepasilarkan ke lokasi hutan yang sama di Gunung Puntang,” jelas Mustoha. 

Menurut Mustoha kondisi Owa yang sudah dilepasliarkan saat ini sudah semakin menunjukkan kemampuan beradaptasi yang sangat baik. 

Naskah:adji kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com) 
Foto: adji & dok. Dephut 

Captions: 
1. Sekjen KLHK Hadi Daryanto (tengah), Ketua Pengurus Yayasan Owa Jawa Noviar Andayani, dan Direktur Utama Perum Perhutani Mustoha Iskandar memberikan keterangan pers terkait pelepasan 4 ekor Owa Jawa bersamaan dengan Puncak KAA ke-60. Foto adji k. 
2. Owa Jawa. foto dok ppid.dephut.go.id

Read more...

Orkestra Angklung “Bangunkan” Michael Jackson di Stadion Siliwangi

Andai Michael Jackson, sang legenda pop dunia asal Amerika itu masih hidup, mungkin dia akan terbang ke Bandung, menjadi saksi gemuruhnya musik Angklung for The World, 23 April besok. Bagaimana tidak? Lagu ciptaannya, bersama Lionel Richi “We are The World” bakal menggoyang Stadion Siliwangi Bandung, dan mencatatkan diri menjadi rekor dunia terbaru dengan 20.000 pemain.

“Terus terang, saya juga merinding dengan jumlah pemain angklung sebanyak itu, saya makin penasaran, seperti apa efek suara yang ditimbulkan di show kolosal itu. Saya membayangkan, pasti spektakuler dan memukau! Dan itu akan menjadi bahan perbincangan di arena Peringatan KAA ke-60,” aku Menteri Pariwisata Arief Yahya, yang juga Ketua Side Events Peringatan Konferensi Asia Afrika, mulai 19-24 April itu. 

Angka 20.000 itu bukan sembarangan. Angka yang sulit, koordinasinya juga tidak mudah. Tribun lapangan sepak bola akan penuh dengan lautan angklung.

Seperti diketahui, alat musik yang terbuat dari bambu itu sudah terdaftar dan dicatatkan sebagai Warisan Budaya Dunia atau The Intangible Heritage of Humanity, UNESCO, sejak Kamis, 18 November 2010 di Nairobi, Kenya, Afrika. Sudah hampir 15 tahun.

Keberadaan angklung sebagai warisan budaya dan diakui oleh lembaga PBB yang bergerak di bidang Pendidikan dan Kebudayaan itu menyusul setelah keris, wayang, dan batik yang lebih dulu ditetapkan sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia. “Kita harus bangga dengan karya budaya asli itu. Anak-anak muda juga bisa bermain angklung dengan indah,” kata Arief Yahya.

UNESCO menilai, angklung memenuhi kriteria sebagai warisan budaya bukan benda yang diakui dunia internasional. Angklung juga dianggap menjadi bagian penting identitas budaya Jawa Barat dan Banten. Seni musik ini mengandung nilai-nilai dasar kerjasama, saling menghormati dan keharmonisan sosial.

“Karena itu, menampilkan angklung di pentas internasional sebagai side event nya Peringatan KAA sudah pas. Ada kekuatan budaya yang bisa ditampilkan di saat banyak orang asing yang berkunjung ke Bandung,” jelasnya.

Jangan salah, angklung itu sudah sangat popular di pentas dunia. Angklung itu sudah mendunia. Angklung sering dipromosikan dan dibawa oleh delegasi Indonesia dalam berbagai ajang pameran di banyak negara. “Pemecahan rekor dunia ini semakin memperkokoh potensi dan keunikan budaya kita dalam peta pariwisata dunia,” jelasnya.

Sebelumnya, Guinness World of Record pernah mencatat rekor bermain angklung kolosal di Beijing, Tiongkok. Kala itu Kedutaan Besar RI di Beijing bersama Perhimpunan Persahabatan Indonesia Tiongkok (PPIT) mencatatkan 5.393 pemain angklung di Stadion Buruh Beijing. 

 Di sana, orchestra angklung pimpinan Daeng Udjo itu memainkan beberapa lagu, seperti Manuk Dadali, lagu berbahasa Mandarin Yueliang Daibiao Wo De Xin, dan lagu kebersamaan: We Are The World.

Rekor yang dibukukan di ibu kota China itu, sudah menggugurkan catatan kolosal sebelumnya, yang digelar di kaki Monumen Nasional Kebanggaan AS di Washinton DC. 

Konsep acaranya dirancang oleh Dino Patti Djalal, Mantan Dubes RI untuk USA. Saat itu, dicatat 5.102 orang ikut bermain, dan mendendangkan lagi yang sangat popular di USA saat itu, “We Are The World” dan “Take Me Home Country Road.” 

Di Adelaide, Australia, konser angklung terbanyak pernah dimainkan dalam Royal Adelaide Show 2014, pada 13 September 2014. Di acara pameran tahunan pertanian terbesar di Negeri Kanguru Selatan itu host-nya adalah Royal Agriculture and Horticulture Society of South Australia. 

Mereka mengklaim ada 6.100 angklung (dari 7000 yang dibawa dari Indonesia), dimainkan bersama oleh pengunjung acara itu dari berbagai usia. Karena itu, jumlah itu layak dicatat sebagai peraih rekor baru.

Waltzing Maltida, lagu yang khas Australia dan Happy Birthday dimainkan dengan instrument khas angklung, dalam rangkaian perngatan 175 tahun Royal Agriculture Society of South Australia. Tetapi, sampai sekarang belum ada keterangan resmi dari Guinness Book of The Record, yang mencatat rekor itu.

Bagi, Arief Yahya, di manapun juga, dalam jumlah berapapun juga, pentas musik etnik angklung itu harus diapresiasi. Mereka turut mempopulerkan karya budaya asli Indonesia yang telah lama mengakar kuat.

 “Begitu mendengar istilah angklung, melihat bambu pembuat angklung, mendengar suara musik berbasis bambu, yang ada di pikiran orang langsung ke Indonesia. Ini sama dengan mempromosikan kekayaan budaya Indonesia,” ungkapnya. 

Naskah dan Foto: adji k (adji_travelplus@yahoo.com)
Sumber: Puskompublik, Kemenpar 

Read more...

Minggu, 19 April 2015

Diaspora Asal Maluku Dihimbau Pulang Kampung Sukseskan Mangente Ambon 2015

Masyarakat Maluku yang menetap di sejumlah provinsi di Tanah Air termasuk di luar negeri, dihimbau pulang kampung untuk menyukseskan program Mangente Ambon tahun ini. 

Himbauan ini datang dari Gubernur Maluku Said Assagaff saat launching Tahun Kunjungan Wisata Kota Ambon Manise “Mangente Ambon” atau Visit Ambon 2015 di Gedung Sapta Pesona, Kementerian Pariwisata, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Sabtu (18/4).

Menurut Said lewat Mangente Ambon, warga Maluku yang ada di seluruh Tanah Air termasuk di negara lain, dapat berkumpul dan membangun Ambon khususnya dan Maluku umumnya, menjadi lebih baik lagi. Sekaligus memberitahukan kepada khalayak luas bahwa Ambon yang pernah menjadi daerah konflik, sekarang sudah aman dan kondusif.

“Dengan launching Tahun Kunjungan Wisata Kota Ambon Manise “Mangente Ambon” 2015 ini diharapkan akan mengembalikan citra Maluku dengan pranata adat budaya yang masih menjunjung tinggi “Pela Gandong, Hidup Orang Basudara,” yakni kerukunan hidup bersaudara walau berbeda agama dan kampung. Pun dapat memacu pembangunan daerah, dan peningkatan investasi serta peningkatan kesejahteraan masyarakat,” tegas Said lagi.

Lewat Mangenta Ambon ini, sekaigus menjadi pintu masuk untuk bisa menjual Maluku sebagai provinsi yang kaya akan sumber daya alam dan wisata.

Soal potensi pariwisata, lanjut Said, Ambon menyimpan beragam objek wisata baik alam maupun budaya yang tak kalah dengan daerah lain di Indonesia. “Agar Ambon makin dikenal oleh wisatawan lokal maupun mancanegara, digelarlah 'Mangente Ambon,” terangnya.

Potensi wisata Ambon, tambahnya antara tersebar di berbagai tempat antara lain Pantai Natsepa di Suli yang juga dikenal dengan rujaknya, Pantai Honimua di Liang, Pantai Lawena, Pulau Pombo tempat snorkeling dan diving, Permandian Air Panas Hatuasa di Tulehu, Kolam Morea/Belut Raksasa di Waai, Benteng Amsterdam di Hila, Mesjid Tua Wapauwe dan Gereja Tua di Hila, Air Terjun Wakulele di Ureng, Batu Lobang di Asilulu (Goa alam), Batu Layar di Wakasihu, Hukurila dan Tanjung Setan (diving), dan Taman Makam Persemakmuran di Kapaha yang setiap tahun dikunjungi keluarga kerabat dari tentara-tentara Australia & New Zealand serta negara persemakmuran lainnya pada upacara peringatan Anzac Day, 26 April.

Walikota Ambon, Richard Louhanapessy menambhakan Tahun Kunjungan Wisata Kota Ambon Manise “Mangente Ambon” 2015 ini merupakan suatu gerakan moral pemerintah dan masyarakat Kota Ambon untuk mengumpulkan seluruh potensi masyarakat dan cendikiawan di dalam maupun di luar Maluku untuk memberikan dukungan dalam mewujudkan AMBON MANISE 2025. 

“Gerakan ini bertujuan pula mengembalikan citra Ambon Manise sebagai kota wisata yang aman, nyaman, indah, dan harmonis, ” ungkap Richard. 

Usai launching “Mangente Ambon” 2015 ini, lanjutnya akan diselenggarakan “Grand Launching Mangente Ambon” yang akan dilaksanakan di Kota Ambon pada tanggal 6 Mei 2015. Acara tersebut akan dirangkai dengan Karnaval dan Festival Budaya Nusantara yang akan dihadiri 98 kota dari seluruh Indonesia serta direncanakan akan dibuka oleh Bapak Presiden RI. Selanjutnya kegiatan Pertemuan Diaspora akan dilaksanakan pada 18-19 Agustus 2015 dan puncak acara “Mangente Ambon” pada tanggal 7 September 2015 di Kota Ambon. 

Adapun kegiatan besar dalam rangkaian Mangente Ambon 2015 selain karnaval dan festival seni budaya nusantara, juga akan dimeriahkan dengan konser 20 tahun Glenn Fredly, Gema Ramadhan dan Amekx Zamrah Festival, Darwin Ambon International Yacht Race. Festival Musik Etnik dan Modern Dance, Underwater Photography Competition, Ambon Music Festival, Pesta Rakyat Orang Basudara serta acara menarik lain yang akan diselenggarakan bertepatan dengan HUT Kota Ambon yang ke-440 pada 7 September 2015.

Kementerian Pariwisata (Kemenpar) yang memberikan dukungan terhadap penyelenggaraan launching Tahun Kunjungan Wisata Kota Ambon Manise “Mangente Ambon” 2015 ini juga turut mengajak orang Maluku dan diaspora atau perantau asal Maluku pulang kampung untuk bersama-sama membangun Maluku pada momen ini. 

“Yang bisa membantu Maluku untuk event ini ada tiga yakni diaspora, presiden, dan Kemenpar. Diaspora asal Maluku paling berperan besar dalam membangun Maluku kini dan nanti, termasuk dalam event ini,” terang Menpar Aref Yahya. Untuk event ini, 

Kemenpar hanya bias memberikan dukungan dana sebesar Rp 5 miliar terkait untuk membantu pariwisata Maluku. Anggaran tersebut diberikan Kemenpar dengan catatan utmanya untuk promosi berbagai objek wisata serta event yang diadakan Maluku, termasuk gelaran pariwisata 'Mangente Ambon' yang berlangsung sepanjang 2015. “Saya putuskan 5 miliar rupiah itu, 100%-nya untuk promosi. Di Ambon saja ada 38 event (Mangente Ambon), ambil top three-nya yang diperbesar promosinya,” terang Arief.

Menurut Arief lagi, anggaran itu akan lebih bermanfaat jika lebih banyak digunakan untuk promosi, bukan untuk penyelenggaraan eventnya, supaya gaungnya dapat diketahui turis lokal maupun mancanegara termasuk diaspora asal Maluku sehingga mereka tertarik untuk datang. 

Saat ini, jumlah wisatawan yang datang ke Maluku baik lokal maupun mancanegara jumlah totalnya sekitar 100 ribu. Jumlah wismannya sekitar 20 ribu. Jika promosi dilakukan dengan baik, maka jumlah wisman yang datang bisa meningkat menjadi 100 ribu. 

Menpar Arief Yahya berharap dengan acara ini sekaligus dapat mendukung pencapaian target wisnus dan wisman secara nasional tahun 2015 yakni 12 juta wisman dan pergerakan 155 ribu wisnus. 

Naskah & foto: adji kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com) 

Captions:
1. Promosi Mangente Ambon 2015 
2. Menpar Arief Yahya (tengah), Gubernur Maluku Said Assagaff (baju hijau), dan Walikota Ambon Richard Louhanapessy saat launching Tahun Kunjungan Wisata Kota Ambon Manise “Mangente Ambon” (Visit Ambon) 2015 di Jakarta.
3. Maskot Mangente Ambon 2015.

Read more...

Kamis, 16 April 2015

Di Curug Cigamea, Tak Cuma Nikmati Gemuruh Tumpahan Air Alami

Gunung Salak yang menjulang di Kabupaten Bogor, Jawa Barat menyimpan banyak pesona, salah satunya Curug Cigamea yang berada di kawasan Gunung Salak Endah (GSE) yang merupakan bagian dari Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Curug atau air terjun setinggi sekitar 40 meter ini kerap dikunjungi wisatawan, utamanya wisatawan lokal dan Nusantara yang sengaja datang untuk mendapatkan kesegaran alami sambil menikmati percikan air, udara sejuk, dan pemandangan hijau nan indah. 

Pengunjung yang datang ke Curug Cigamea, biasanya paling senang duduk-duduk di bebatuan yang airnya mengalir cukup deras dari tumpahan airnya. Setelah puas menikmati dan mengabadikan curug ini, mereka berpindah ke Curug Cimundal yang tumpahan airnya lebih kecil. Curug Cimudal letaknya bersebelahan dengan Curug Cigamea.

Menurut Ismanto (34), warga setempat yang juga pengelola Curug Cigamea ini, di kawasan GSE bukan hanya Curug Cigamea dan Cimundal, masih ada beberpa air terjun lainnya seperti Curug Ngumpet, Pangeran, dan Curug Sewu atau Curug Seribu.

“Curug Sewu merupakan curug yang paling besar dan tertinggi. Letaknya paling jauh,” jelasnya kepada travelplusindonesia, saat mengikuti kunjungan objek wisata di Curug Cigamea bersama rombongan wartawan Forum Wartawan Pariwisata (Forbudpar) baru-baru ini.

Untuk menuju ke semua air terjun tersebut sudah ada jalan setapak alaminya bahkan beberapa air terjun sudah difasilitasi jalan setapak undakan seperti ke Curug Cigamea ini. 

Di banding curug lainnya, Curug Cigamea punya keistimewaan tersendiri. Lokasinya paling dekat dengan pintu masuk TNGHS dari arah Desa Cibatok lewat Gunung Picung. Jalur lainnya bisa juga lewat dari pintu masuk dari arah Gunung Bunder.

Harga tiket masuk obyek wisata Curug Cigamea sebesar Rp 7.500 per orang, namaun sebelumnya pengunjung juga dikenakan tiket masuk TNGHS seharga Rp 5.000 per orang di pintu masuk TNGHS. 

Fasiltas pendukung Curug Cugamea juga terbilang lebih legkap. Ada lahan parkir kendaraan baik untuk mobil pribadi amupun bis rombongan serta sepeda motor. Sebelum pintu masuk, ada deretan rumah makan dan toilet umum.

Sebelum sampai ke Curug Cigamea, pengunjung terlebih dulu harus berjalan kaki menuruni jalan undakan dari pintu masuk merangkap loket. Jaraknya sekitar 700 meter, namun tak perlu cemas, karena jalan setapaknya sudah berbatu dan diberi pagar pembatas sebagai pegangan.

Tak sampai 15 menit berjalan santai melewati beberapa warung makan, penjual cendera mata, dan penginapan sederhana, pengunjung sampai di Curug Cigamea. Namun terlebih dulu akan bertemu Curug Cimudal yang berada persis dengan deratan warung sederhana.

Ada lebih dari 20 warung di area objek wisata ini. Semuanya dikelola penduduk desa sekitarnya. Makanan yang dijual di warung-warung tersebut ada mie instan, nasi goreng, bala-bala atau bakwan goreng, aneka soft drink, kopi, the manis, rokok, dan makanan kecil seperti biskuit, dan lainnya. Di sini juga ada toilet dan mushola.

Di perjalanan, pengujung juga bisa singgah ke kolam ikan yang menawarkan terapi ikan. Cukup membayar Rp 5.000 per orang, pengunjung bisa merasakan sensasi terapi ikan yang dipercaya dapat mengilangkan stres, melancarkan peredaran darah, dan membersihkan sel-sel kulit mati.

Objek terapi ikan yang baru berjalan 2 tahun belakangan ini diminati pengunjung yang enggan sampai ke Curug Cigamea, terutama para orang tua. Pengunjung juga bisa melihat satwa hutan seperti monyet dan burung serta kerimbunan pepohonan hijau yang menyejukkan mata.

Buat yang berani menguji nyali, sebelum sampai di air terjun ini, ada sarana flying fox sepanjang 150 meter. 

Cukup membayar Rp 20. 000 per orang, pengunjung bisa merasakan sensasi meluncur dari ketinggian sambil menikmati Curug Cigamea dari kejauhan. 

Sayangnya, sarana ini hanya bisa dinikmati pada akhir pekan, yakni setiap Sabtu dan Minggu saja. 

Semakin mendekati Curug Cimudal dan Cigamea, suara gemuruh dari tumpahan kedua airterjun itupun semakin terdengar. Gemuruh Cigamea jelas lebih keras lantaran tumpahan airnya lebih besar dan lebih tinggi dibanding Cimudal. 

Tumpahan kedua air terjun inipun membentuk kolam alami di bawahnya. Namun karena debit airnya berbeda jelas berpengaruh pada kedalam masing-masing kolam alaminya. "Kalau kolam alami tumpahan Curug Cigamea lebih dalam dibanding Curug Cimudal. Karena itu pengunjung dilarang berenang di kolam alami Curug Cigamea,” terang Ismanto. 

Melihat pesona keindahan dan keistimewaan Curug Cigamea, tak heran kalau objek wisata ini ramai dikunjungi pengunjung setiap hari. Terlebih pada akhir pekan dan liburan. “Saya sudah tiga kali kesini. Ga pernah bosan. Habis pemandangannya bagus, udaranya sejuk. dan banyak pilihannya, bisa flying fox dan sekarang ada terapi ikannya,” aku Ridwan (25) pengunjung asal Depok yang datang bersama Irma (20) kekasihnya dengan mengendarai sepeda motor selama lebih kurang 3 jam.

Tips Perjalanan 
Tak sulit menuju Curug Cigamea yang lokasinya berada di Desa Gunung Sari, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Persis di kaki Gunung Salak. 

Dari Jakarta tinggal meluncur ke Kota Bogor dengan naik kereta api, bis APTB maupun kendaraan pribadi. Dari terminal Barangsiang atau dari Stasiun Bogor menuju Terminal Bubulak dengan angkot 03. Lalu berganti angkot 05 jurusan Leuwiliang dan turun di Cibatok. Jarak Kota Bogor ke Curug Cigamea sekitar 38 Km 

Dari Petigaan Cibatok, perjalanan dilanjutkan dengan naik angkot 59 ke kawasan Salak Endah Rp 7.000 per orang. Kalau datang berkelompok bisa mencarter angkot tersebut. Kalau tiba di Cibatok kesorean, tak perlu cemas. pengunjung bisa naik ojek sepeda motor tarifnya bisa nego antara Rp30.000-Rp 50.000 per orang. 

Kalau bermaksud bermalam, ada penginapan sederhana tersedia di dekat Curug Cigamea yakni Vila Mentari untuk rombongan maupun keluarga. Pilihan lain ada berbagai vila dan wisma sampai rumah penduduk yang biasa dijadikan basecamp oleh pendaki dan pengunjung biasa untuk bermalam atau sekadar bersantai di kawasan GSE. 

Pengunjung juga bisa berkemah. Lokasi camping-nya ada di beberapa tempat, salah satunya di lapangan alami, sebelum Curug Pangeran. 

Objek wisata Curug Cigamea buka setiap hari mulai pukul 07.00 sampai 17.30. Saat hujan, pengunjung tidak diperbolehkan mendekati tumpahan Curug Cigamea lantaran bebatuan di atapnya sering runtuh. 

Objek lain yang bisa dinikmati sebelum Curug Cigamea, ada Pemandian Air Panas Cipanas. Di pemandian ini, pengunjung dapat menikmati air panas alami yang berada di pancuran, kamar berendam, dan kolam renang. Buat yang hobi trekking, bisa melanjutkan perjalanan ke Kawah Ratu. Waktu tempuhnya sekitar 4 jam. 

Pengunjung yang ingin ke Kawah Ratu sebaiknya ditemani pemandu lokal jika belum pernah ke sana. Kalau masih belum puas, pengunjung dapat meneruskan mendaki sampai puncak Salak I. Waktu tempuhnya lebih kurang 7 jam berjalan kaki dengan menan naik turun. 

Selain ditemani pemandu, pengunjung harus membawa perlengkapan pendakian yang lengkap seperti sepatu dan sandal lapangan, jaket, rain coat, tenda untuk bermalam, senter, peralatan masak dan makan, logistik untuk pergi dan pulang serta fisik yang prima. 

Naskah & foto: adji kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com) 

Captions: 
1. Pesona Curug Cigamea di kaki Gunung Salak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. 
2. Pintu masuk merangkap loket ke Curug Cigamea. 
3. Pemandangan hijau kawasan Curug Cigamea berikut setapak berundak dan deretan warung sederhana dari lokasi flying fox-nya.

Read more...

Selasa, 14 April 2015

Tiga Great Utama Diharapkan Jaring 90 Persen Wisman

Konsep Great diterapkan Kementerian Pariwisata dalam mempromosikan pariwisata Indonesia kali ini. Tiga Great Utama pun ditentukan yakni Bali, Jakarta, dan Batam yang diharapkan dapat mendatangkan 90 persen kedatangan wisman dari total target wisaman 20 juta sampai 2019. 

“Konsep great merupakan sebuah pendekatan pembangunan daerah pariwisata yang mengintegrasikan komponen; seperti infrastruktur, aksesibilitas, konektivitas, aktifitas, fasilitas, perhotelan, dan preferensi pasar (pintu masuk / pintu distribusi, pola pergerakan wisata, kesiapan dan kepastian bisnis dan manajemen pariwisata) untuk mengoptimalkan nilai ekonomi dan dampak positif untuk masyarakat, bisnis, dan daerah,” jelas Menpar Arief Yahya saat memberi arahan dalam kegiatan Pembekalan Kepariwisataan Bagi Jurnalis di Hotel Salak The Heritage, Bogor, Jawa Barat, Selasa (14/4).

Kata Arief, ada tiga great utama yang akan dipromosikan yakni Great Bali dengan kontribusi 41 persen dari total wisman lewat pintu masuk Bandara Internasional Ngurahrai dan Bandara Internasional Lombok, Great Jakarta (27 %) lewat Bandara Internasional Soekarno-Hatta dan Pelabuhan Tanjug Priok, dan Great Batam (22 %) melalui Batam, Tanjung Uban, Tanjung Balai Karimun, Tanjung Pinang, dan Bandara Sultan Syarif Kasim II. “Jadi dari tiga Great Utama dapat memberikan kontribusi lebih dari 90% kedatangan wisman,” ujarnya.

Selain tiga great utama tersebut, lanjut Arief ada Great Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Maluku dan Papua, Surabaya, Bandung, dan Great Yogjakarta. "Kalau mempromosikan pariwisata Banyuwangi bisa masuk ke Great Bali, begitupun Lombok. Kalau ingin promosikan Bogor bisa lewat Great Jakarta. Sedangkan Bintan bisa masuk Great Batam. Kalau promosikan Garut bisa lewat Great Bandung. Jadi lebih fokus,” jelasnya.

Dengan fokus pada promosi, lanjutnya diharapkan pada 2019 kelak jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia bisa menembus angka 20 juta orang dengan potensi jumlah devisa mencapai Rp240 triliun.

Adapun strategi pemasarannya, lanjut Arief Yahya antara lain dengan DOT yakni dengan memasarkan destinasi sesuai dengan originitas atau pasar yang tepat, dengan memperhatikan timing yang tepat (seasonality). “Strategi lainnya dengan menerapkan Proporsi BAS yang mencakup "branding", "advertising", dan "selling" dengan target pasar negara-negara ASEAN, Asia Pasifik, Timur Tengah, dan Eropa,” terangnya.

Arief menjelaskan anggaran promosi pariwisata Rp 1 Triliun untuk tahun 2015 dengan proporsi penggunaannya untuk branding Wonderful Indonesia sebesar 50 %, lewat advertising (30%), dan kegiatan selling (20 %). “Jadi kalau pasar utama wisman ke Indonesia itu dari Singapura, Malaysia, dan Australia, sebaiknya berpromosi lewat pameran di negara-negara tersebut,” imbuhnya.

Naskah & foto: adji kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)

Captions:
1. Menpar Arief Yahya saat menjelaskan konsep Great dalam acara Pembekalan Kepariwisataan Bagi Jurnalis di Hotel Salak The Heritage, Bogor, Jawa Barat.

Read more...

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP