Solo Hiking Itu Perpaduan Empat "K", Apa saja?
Empat "K" dalam pendakian gunung secara solo hiking disini bukan bermakna 4 ribu rupiah. Melainkan terdiri atas unsur keyakinan, kecerdasan, keberanian, dan keberuntungan.
Empat "K" tersebut berdasarkan hasil pengamatan dan pengalaman saya melakukan pendakian gunung seorang diri, pada tahun 90-an antara lain solo hiking Gunung Merapi di Jawa Tengah (Jateng) via Selo, Gunung Ciremai di Jawa Barat (Jabar) via Linggarjati, Kawah Ratu Gunung Salak (Jabar) melintas dari Cidahu (Sukabumi) turun Pasir Reungit (Bogor), dan Gunung Papandayan di Garut, Jabar. Sedangkan di era 2000-an, baru-baru ini tepatnya menjelang Hari Kemerdekaan ke-79 RI saya solo hiking Gunung Penanggungan via Tamiajeng, Mojokerto, Jawa Timur (Jatim).
Ditambah lagi dari hasil pengamatan dan pengalaman saya solo backpacker-an ke sejumlah base camp (BC) pendakian gunung antara lain Gunung Marapi dan Singgalang di Sumatra Barat, Gunung Rajabasa (Lampung), Gunung Bambapuang (Sulawesi Selatan), Gunung Raung (Jatim), dan Gunung Arjuno juga di Jatim. Kemudian dari BC gunung-gunung tersebut lanjut mendaki bareng dengan pendaki lain.
Sebelum saya jelaskan secara lebih detail ke-empat "K" tersebut, ada baiknya kita pahami pengertian solo hiking, konsep yang tepat, dan waktu terbaik melakukannya.
Solo hiking merupakan salah satu cara mendaki gunung yang dilakukan secara solo atau sendirian untuk mendapatkan atmosfer/nuansa/vibes yang berbeda (lebih sunyi, lebih mandiri, lebih bermuatan petualangan, dan lainnya). Bahasa mudahnya adalah mendaki gunung seorang diri (tidak berdua apalagi berkelompok atau rombongan).
Adapun konsep solo hiking yang sebenarnya adalah melakukan pendakian gunung sendirian baik saat mendaki (nanjak) dari BC sampai puncak lalu turun lagi ke BC pada masa sepi pendaki. Jadi bukan hanya saat nanjak saja mendaki sendirian lalu turunnya berkelompok atau sebaliknya. Melainkan nanjak maupun turun, sejatinya sendirian.
Masa sepi pendaki dalam solo hiking dilakukan pada hari kerja atau weekday. Contohnya hari Senin sampai dengan Jumat.
Kalau solo hiking dilakukan pada musim ramai pendaki seperti akhir pekan, hari-hari besar (seperti hari kemerdekaan RI, hari sumpah pemuda, dan tahun baru) ataupun di musim liburan sekolah/kuliah, konsep sejatinya akan hilang (tidak sempurna). Kenapa? Ya karena di waktu-waktu tersebut jelas kemungkinan besar akan bertemu atau bergabung dengan kelompok pendaki saat nanjak maupun turun.
Bila ingin merayakan hari kemerdekaan, pelaku solo hiking sebaiknya memilih waktu mendaki itu maksimal mulai tanggal 15 Agustus pagi atau siang dari BC agar sampai di lokasi berkemah (camp area) sore atau malam hari, lalu summit attack dini hari dan sampai di puncak tanggal 16 Agustus pagi selanjutnya turun sehingga sampai BC siang hari. Cara seperti ini baru saja saya lakukan di Gunung Penanggungan via Tamiajeng, Mojokerto, Jawa Timur.
Jika solo hiking dilakukan pada tanggal 16 Agustus, kemungkinan besar akan berbarengan dengan banyak pendaki lain yang ingin merayakan hari kemerdekaan RI tepat tanggal 17 Agustus di puncak, sehingga konsep solo hiking-nya kurang kena.
Keyakinan disini artinya ada 2. Pertama, keyakinan pada diri sendiri untuk melakukan solo hiking. Kedua, keyakinan bahwa sebenarnya solo hiking itu tidak benar-benar sendirian melainkan dalam lindungan Allah SWT. Bagi pendaki muslim, sudah semestinya yakin kalau Allah SWT itu ada dan membantu jika hambanya senantiasa berdoa, minimal mengingatnya/memujinya alias berzikir saat melakukan solo hiking.
Bila sudah punya keyakinan itu, pasti akan muncul kepercayaan diri yang kuat, keteguhan hati, dan keberanian melakukan solo hiking.
Adapun makna "K" kedua yaitu "Kecerdasan" adalah kemampuan dalam mengumpulkan bermacam data/informasi baik itu tentang moda transportasi menuju BC gunung yang dituju, jalur pendakian (japen)-nya, vegetasinya, satwa liarnya, fasilitas umum, temperatur udara, kondisi cuaca, berikut larangan/pantangan setempat, dan regulasi terkini yang berlaku di gunung yang akan didaki secara solo hiking.
Perlu diingat, tidak semua gunung itu memperbolehkan pendakinya melakukan solo hiking. Oleh karena itu, sebelum melakukannya, sebaiknya mencari informasi terlebih dahulu (bisa lewat petugas BC, pihak taman nasional/TWA, pendaki yang pernah melakukannya, dan lainnya) apakah gunung yang akan didaki itu boleh solo hiking atau tidak.
Berdasarkan data dari berbagai sumber, di Jawa ada beberapa gunung yang boleh didaki secara solo hiking sampai saat ini antara lain Gunung Penanggungan di Jatim dan Gunung Andong (Jateng),
Kecerdasan disini juga menyangkut dalam hal memilih perlengkapan dan peralatan pendakian secara solo hiking yang praktis, dan lainnya. Misalnya membawa tenda jenis trap tent yang lebih ringan dan mampu memasang serta membongkarnya dengan benar, sleeping bag dan jaket yang tidak terlalu tebal, pemilihan logistik yang tepat, dan lainnya. Supaya semua yang dibawa, bebannya tidak terlalu berat.
Termasuk kecerdasan dalam menerapkan solo hiking yang tetap ramah lingkungan, misalnya tidak membuat api unggun di camp area terlebih di musim kemarau dan membawa turun sampah logistik dalam trash bag sampai di BC.
Juga kecerdasan dalam mendokumentasikan pendakian solo hiking termasuk spot-spot menarik dengan HP ataupun kamera jenis lainnya, serta kecerdasan membagikan pengalaman usai melakukan solo hiking dalam bentuk konten video, foto ataupun tulisan yang bermanfaat buat pendaki lain yang ingin menjajal mendaki sendirian.
Berikutnya "K" ketiga yaitu keberanian. Maksudnya dalam solo hiking, pelakunya (solo hiker) tak cukup mempunyai kekuatan fisik dan mental serta didukung dengan peralatan/perlengkapan serta logistik yang memadai/praktis pun sangat dibutuhkan keberanian. Kalau sudah siap fisik mental, dan lainnya tapi tidak punya keberanian untuk melakukannya, ya percuma saja.
Keberanian ber-solo hiking itu sebaiknya tumbuh secara berproses atau bertahap. Adapun proses/tahapannya sebagai berikut. Pertama, buat pendaki pemula disarankan untuk melakukan pendakian secara bersama atau nanjak bareng (nanbar) terlebih dulu beberapa kali di sejumlah gunung yang berbeda. Jangan langsung solo hiking karena risikonya berat.
Contohnya, saya memulai pendakian gunung sejak era 80-an, baru berani menjajal solo hiking ke beberapa gunung di era 90-an. Jadi butuh proses atau tahapan sampai muncul keberanian yang mantap.
Kedua, usahakan melakukan solo backpacker-an ke BC gunung yang akan didaki agar dapat pengalaman dan atmosfer yang berbeda. Jangan selalu berangkat ke BC secara rombongan.
Tahapan ketiga, saat nanbar untuk yang kesekian kali usahakan sesekali nanjak atau turun sendirian, misalnya dari pos 2 ke 3 atau dari pos yang satu ke pos lainnya. Tujuannya supaya merasakan sensasi berbeda bila dibandingkan nanjak rame-rame sehingga lama-kelamaan mental berani itu tumbuh.
Jika suatu hari ingin menjajal solo hiking, jangan membiasakan setiap kali nanbar dari awal pendakian sampai lokasi nge-camp, summit attack, dan turun ke BC selalu berbarengan atau berkelompok.
Keempat, bila sudah berani dan ingin melakukan solo hiking, pilihlah gunung yang pernah didaki sebelumnya atau di jalur pendakian yang pernah digunakan saat nanbar. Waktu pendakiannya, untuk tahap percobaan, boleh saja di akhir pekan atau di musim liburan.
Tahapan terakhir atau kelima, jika sudah semakin berani. Baru boleh solo hiking di gunung lainnya yang belum pernah didaki pada musim sepi pendaki. Namun dengan catatan semua tahap pada 2 "K" sebelumnya yakni keyakinan dan kecerdasan, benar-benar diindahkan.
Selanjutnya "K" terakhir atau keempat dalam solo hiking versi saya adalah keberuntungan. Mendaki gunung dengan cara solo hiking pun bakal dipertemukan dengan berbagai hal yang disebut dengan keberuntungan.
Misalnya bila perjalanan dari rumah menuju ke BC mudah dan lancar, cuaca saat pendakian dari BC ke camp area sampai ke puncak hingga turun lagi sampai BC sangat bersahabat (cerah, tidak hujan, tidak berangin kencang/badai), ketika di puncak cuacanya cerah dapat sunrise dan samudera awan, atau saat nanjak ataupun turun bisa melihat sejumlah satwa liar dengan aman maupun aneka jenis flora langka/menarik di hutan.
Semua itu sering disebut keberuntungan. Dan alhamdulillah, itu semua saya peroleh saat solo hiking di Gunung Penanggungan baru-baru ini. Termasuk beruntung karena dapat melihat sejumlah satwa liar seperti burung, tupai, dan kawanan monyet yang tengah menyantap buah di atas pohon besar sewaktu nanjak di beberapa titik di antara Pos 3 dan Pos 4.
Jika semua itu yang didapat, jangan lupa berucap alhamdulillah sebanyak mungkin kepada Allah SWT sebagai tanda syukur atau terima kasih.
Sebaliknya, bila perjalanan tidak lancar (terkendala macet, mogok, dll), cuaca kurang bersahabat seperti hujan deras, angin kencang, badai atau di puncak cuma dapat "tembok putih", entah kenapa itu semua kerap disebut-sebut pendaki sebagai kesialan (kurang beruntung).
Bila semua itu terjadi/dialami saat solo hiking, tetaplah bersyukur karena sudah sampai di puncak dan diberi keselamatan. Jangan lupa pula petik dua hikmahnya. Pertama, mungkin sewaktu memulai solo hiking lupa berdoa kepada Allah SWT atau saat nanjak maupun turun lupa mengingat-Nya. Hikmah kedua, mungkin ini jadi kesempatan untuk mengulang kembali solo hiking sampai mendapatkan sederet keberuntungan sebagaimana tersebut di atas.
Selamat ber-solo hiking dengan aman, nyaman di Tanah Air, serta tetap mengindahkan ramah lingkungan.
Naskah & foto: Adji TravelPlus, IG @adjitropis, TikTok @FaktaWisata.id
Captions:
1. Sukses solo hiking Gunung Penanggungan via Tamiajeng, sempat mejeng di Puncak Pawitra berlatar Gunung Arjuno.
2. Saya di Puncak Bayangan yang menjadi lokasi nge-camp sebelum summit attack ke puncak Gunung Penanggungan. (foto: fandi)
3. Kondisi trek jalur pendakian dari Pos 4 ke Puncak Bayangan.
4.Mengibarkan bendera Merah Putih di puncak Gunung Penanggungan berlatar Gunung Arjuno.
0 komentar:
Posting Komentar