. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Sabtu, 09 Mei 2020

Sambut Pariwisata Masa Depan, Kemasan Seni Budaya Harus Bersahabat Teknologi Kekinian

Dampak pandemi Covid-19 membuka mata sejumlah pihak termasuk para pegiat seni budaya untuk menyuguhkan tiap karya kreativitasnya dengan kemasan 'new' antara lain bersahabat dengan teknologi kekinian.

Ini harus segera dilakukan jika ingin seni budaya ingin menjadi atraksi atau daya tarik pariwisata masa depan #tourismtomorrow, era new normal.

Itulah benang merah dari diskusi virtual bertajuk Ngabako  (Ngabuburit Bari Ngawangkong Online) bertema "Potensi Seni Budaya Tradisi sebagai Atraksi Wisata Masa Depan" di Zoom Meeting, Sabtu (9/5/2020).

Inti kesimpulan Ngabako edisi perdana itu merupakan himpunan dari pemaparan yang diutarakan 5 nara sumber (narsum)-nya yakni Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan ISBI Bandung Prof. Arthur S.Nalan, Kadisbudpar Jabar Dedi Taufik, Guru Besar/profesor dalam bidang Ilmu Pendidikan Seni Tari UPI Bandung Prof. Juju Masunah, Direktur Pengembangan Destinasi Regional ll Kemenparekraf Wawan Gunawan, dan praktisi seni-budaya Jepang Dhany Irfansyah serta masukan dari beberapa peserta yang berkompeten di bidangnya.

Prof. Arthur mengatakan pentingnya pengemasan berbagai hal dalam kontek seni untuk atraksi pariwisata. 

"Kreativitas yang unggul akan menjadi daya tarik dan unggulan dalam menata pariwisata Jabar," terangnya.

Dedi Taufik pun mengatakan pengemasan suatu identitas seni sangat penting.

Dia mencontohkan Tari Kecak Bali yang pengemasannya amat menarik antara lain ditampilkan hanya pada jam tertentu, misalnya saat menjelang matahari terbenam (sunset) hingga malam.

Menurut Dedi kemasan tersebut dapat diadopsi di kesenian Jabar agar semakin menarik.

Wawan Gunawan menilai potensi seni budaya Jabar sudah sangat bagus. "Tinggal bagaimana mengemasnya menjadi suatu produk wisata yang menarik, punya daya jual sehingga diminati wisnus dan wisman," ungkapnya.

Program reborn yakni pemulihan terkait keamanan, kesehatan, kebersihan, dan kenyamanan destinasi pariwisata, lanjut Wawan harus dilakukan segera, agar saat normal nanti sudah benar-benar siap dikunjungi dan dinikmati terutama wisnus dan juga wisman.

Kata Wawan yang juga seorang dalang sekaligus pendiri Wayang Ajen ini, seni tradisi sangat banyak elemennya.

"Seni tradisi yang dikemas dengan kemasan terbaru tidak merubah bentuk, pakem atau nilainya. Dengan sentuhan kreatifitas justru akan memberikan nilai tambah baik kualitas karya maupun nilai ekonomi yang dapat memberikan kesejahteraan masyarakat," tambahnya.

Prof. Juju Masunah menyarankan agar dilakukan pemetaan desa wisata dan pemberdayaan masyarakat menjadi pelaku seni pariwisata yang mumpuni.

Selanjutnya mengemas atraksi pertunjukan yang menarik dan membuat jalur paket wisata yang saling terhubung sehingga menjadi destinasi budaya unggulan yang menarik wisnus dan wisman.

Dhany Irfansyah juga menegaskan kalau pengemasan produk seni budaya memang sangat penting agar bernilai tinggi.

Misalnya cinderamata angklung yang dihargai hanya sekitar beberapa ribu rupiah di Indonesia, ketika di Jepang, dikemas sedemikian rupa dengan desain yang sederhana dapat menaikkan nilai jual hingga ratusan ribu rupiah.

Selain masukan kelima narsum tersebut, sejumlah peserta yang mengikuti Ngabako #1 yang berdurasi sekitar 1,5 jam mulai pukul 4 sore hingga 4.30 sore ini juga mengutarakan pendapatnya lewat fitur chat di zoom meeting tersebut. 

Peserta bernama R. Hartono misalnya mengatakan wabah Covid-19 ini memaksa hampir semua sektor bergegas untuk merevolusi diri-nya termasuk pegiat seni budaya.

Di tengah pandemi Covid-19, setiap pekerja seni di rumah dituntut bertransformasi dengan lingkungan/kondisi baru, berproses juga dengan kreatif yang baru.

Tiap  seniman, lanjutnya tak dapat lagi menunggu ketersediaan seniman lain untuk berkolaborasi dalam proses kreatif.

"Tiap seniman harus menjadi ”empu” seniman yang berkolaborasi dengan perkembangan teknologi ter-installer yang ter-update," urainya.

Tulisnya lagi, memasuki era Revolusi Industri 4.0 dengan adanya pandemi Covid-19 menuju paska-pandemi Covid -19 perlu kata “new”.

"Jadi seni budaya sebagai aktrasi wisata paska-pandemi Covid-19  harus terbentuk multiparadigma dengan masyarakatnya dalam new seni pertunjukan, antara lain dengan menghidupkan new virtual tourism agar keunggulan kompetitif nilai-nilai seni budaya dalam era Revolusi Industri 4.0 terangkat," pungkas R. Hartono.

Peserta lainnya Een Herdiani dari ISBI Bandung membenarkan masukan R. Hartono.

"Sekarang kita sangat tergantung pada kreativitas seniman itu sendiri," ungkapnya singkat.

Lewat pesan WA yang dilirim japri ke TravelPlus Indonesia usai Ngabako, Wawan mengatakan meskipun diskusi daring yang digagasnya mendadak, ternyata mendapat respon antusias sejumlah pihak dari berbagai unsur pentahelix termasuk media antara lain dari Travel Plus Indonesia.

"Mereka juga berharap ada Ngabako jilid #2," ungkap Wawan.

Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)
Foto: adji & dok.ngabako#1 

Captions:
1. Para narsum dan peserta Ngabako perdana.
2. Wakil Rektor Bidang Alademik dan Kemahasiswaan ISBI Bandung Prof. Arthur S.Nalan dan Kadisbudpar Jabar Dedi Taufik.
3. Direktur Pengembangan Destinasi Regional ll Kemenparekraf Wawan Gunawan
4. Guru Besar/profesor dalam bidang Ilmu Pendidikan Seni Tari di UPI Bandung Prof. Juju Masunah
5. Praktisi seni-budaya Jepang Dhany Irfansyah.
6. TravelPlus Indonesia dan Forgi Budparekrat turut dukung Ngabako #1.
7. Ngabako jilid 2 siap digelar.

0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP