Dua Hari Satu Malam di Eco Village Silimalombu, Fotografer Ini Sukses Abadikan Raja dan Ratu Belanda
Mengabadikan tamu penting dari negara lain yang tengah berkunjung ke destinasi wisata di Indonesia bukan perkara mudah. Apalagi yang diabadikan itu Raja dan Ratu.
Pengalaman itu baru saja dialami Joko Susilo, fotografer & videografer Biro Komunikasi (Birkom) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) ketika mendapat tugas mengabadikan Raja Willem Alexander dan Ratu Maxima Zorreguieta Cerruti dari Belanda yang berkunjung ke Eco Village Silimalombu yang terletak di Jalan Desa Silimalombu 1, Kecamatan Onanrunggu, Kabupaten Samosir, Pulau Samosir, Danau Toba, Sumatera Utara (Sumut).
"Saya di Eco Village itu 2 hari 1 hari malam, tepatnya Rabu dan Kamis, tanggal 11 dan 12 Maret 2020 kemarin bang.., buat motret Raja dan Ratu Belanda," kata Joko kepada TravelPlus Indonesia, Senin (16/3).
Hari pertama, Rabu (11/3) Joko tiba di lokasi pada malam hari sekitar pukul 23.00 WIB. "Kami disambut dengan hangat oleh pemilik Eco Village, ibu Ratna asli Samosir dan suaminya bapak Thomas asal Jerman," terangnya.
Esok paginya, Kamis (12/3) Joko melakukan survey lokasi, jalan kaki sambil menghirup udara yang sejuk karena desa ini berada di atas 900 mster di atas permukaan laut (Mdpl) dan juga melihat pemandangan Danau Toba dari sisi Eco Village.
"Saya juga melihat rutinitas penduduk Eco Village yang ramah lingkungan, antara lain mereka mandi dan cuci pakaian tanpa mengunakan sabun maupun diterjen sedikitpun," ungkap Joko.
Setelah itu sarapan dengan menu Ikan Teri, Ikan Guramei, dan Urap dari hasil bumi dan tangkapan penduduk Eco Village.
Menjelang siang, pihak Eco Village mulai mempersiapkan diri menyambut kedatangan Raja dan Ratu Belanda.
"Mereka menyiapkan makanan dan juga memecah kemiri untuk dijadikan Minyak Kemiri yang menjadi salah satu hasil bumi di Eco Village. Hasil bumi lainnya juga ada Mango Wine, Sorghum Seeds, dan Roasted Chocolate," jelas Joko.
Sewaktu Raja dan Ratu Belanda tiba, tidak semua media diperkenankan mendekat. "Media lokal nggak ada yang boleh nempel, mental semua. Hanya media dari Belanda yang dibawa sama Raja dan Ratu Belanda yang boleh nempel," terang Joko.
Nempel yang dimaksud Joko bisa mendekati Raja dan Ratu Belanda untuk diabadikan.
"Videografer dari Birkom Kemenparekraf aja juga nggak boleh nempel. Cuma saya aja yang bisa nempel, itu juga atas ijin Paspam," terangnya.
Awalnya Joko mengaku juga kesulitan mendapat ijin melakukan pengambilan gambar. "Pokoknya panjang perdebatannya harus pake id pers card dan saya kan nggak punya. Sampai saya minta bantuan orang Kemenlu, dan akhirnya bisa gabung sama media dari Belanda," ungkap Joko.
Kendati bisa mengabadikan Raja dan Ratu Belanda di Eco Village, namun tidak semua aktivitas mereka bisa Joko abadikan secara tuntas.
"Soalnya cuma ada 3 media dari Belanda yang bisa nempel terus selama di Eco Village, kalau saya nggak bisa dapat akses ikut nempel terus," terangnya lagi.
Kata Joko, di Eco Village ini Ratu Belanda melihat tanaman-tanaman yang hasilnya bisa dijadikan minuman dan obat-obatan. Sang Ratu hanya boleh didampingi Ratna.
Di sini memang banyak tanaman yang bermanfaat sebagai bahan obat-obatan yang biasa digunakan warga.
"Kalau aktivitas Raja Belanda sewaktu di Eco Village ini antara lain melihat proses pembuatan minyak kemiri," urainya.
Menurut Joko di Eco Village ini ada homestay dengan 6 kamar yang disewakan buat pengunjung atau wisatawan. "Kalau biaya kamarnya bisa ditanyakan ke Bu Ratna," tambahnya.
Kata Joko lagi, kalau buat foto-foto landscape, pemandangan di Eco Village memang biasa-biasa saja alias tidak ada yang wah lokasinya.
"Tapi kalau untuk ekowisata yang berbasis lingkungan dan alam, ini sangat cocok karena wisatawan bisa belajar memahami konsep sustainable tourism, berwisata agro tanaman dan pertanian," pungkas Joko.
***
Menurut Ratna di laman airbnb, makanan yang dikonsumsi wisatawan di Eco Village-nya berasal dari sekitar Eco Village sendiri mulai beras, lauk pauk, sayur sayuran, hingga bermacam buah-buahan segar.
"Semuanya ada di sekitar homestay yang setiap saat bisa dipetik lalu dimasak sendiri," ujar Ratna.
Wisatawan juga bisa ikut serta menyiapkan makanan setiap hari, misalnya belajar membuat sambal tradisional dan beberapa produk lokal seperti wine, cuka dan selai mangga, pizza andaliman, kopi, dan teh herbal.
"Kalau mau belajar membuat produk dan memasak ala tradisional juga boleh," ungkap Ratna.
Di Eco Village ini, lanjut Ratna juga memiliki banyak pohon mangga yang sudah tua (antara 200-500 tahun). "Selain bertani, kami juga banyak berternak," pungkas Ratna.
Jadi konsep farming yang ditawarkan homestay ini, memetik dan mengolahnya menjadi masakan istimewa.
***
Sebelumnya Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Kabupaten Samosir Dumosch Pandiangan di laman idntimes mengatakan Eco Village Silimalombu ini memang kental dengan wisata berbasis lingkungan yang alami.
Berbagai jenis tanaman menjadi daya tarik tersendiri di Eco Village ini, yang bisa dipanen sekaligus diolah dan dikemas sendiri secara langsung oleh wisatawan, antara lain kopi mangga, dan lainnya.65
Eco Village ini lanjut Dumosch masih sangat kental dengan suasana etnik dan kearifan lokal masyarakat Suku Batak.
Desa wisata di kabupaten bermotto "Negeri Indah Kepingan Surga" ini, sambung Dumosch mengusung konsep sustainable tourism, yaitu konsep pembangunan pariwisata yang menjamin sumber daya alam, sosial dan budaya yang dapat dimanfaatkan oleh generasi yang akan datang.
"Ekowisata ini mengajak wisatawan merasakan atau mengalami bagaimana kembali hidup secara lebih alami, bersahabat dengan alam serta menjaga lingkungan hidup. Artinya, objek wisata ini lebih mengedepankan alam, baik itu kulinernya," pungkas Dumosch.
Sebagai infornasi, Eco Village Silimalombu berjarak sekitar 120 Km dari Kuala Namu International Airport, kalau dari Bandara Silangit sekitar 34 Km.
Sementara dari Pelabuhan Tomok sekitar 12 Km atau 10 menit bila menggunakan speed boat dari Tomok.
Jika wisatawan berangkat dari Bandara Silangit lanjut sewa mobil travel ke Pelabuhan Ajibata, terus ke Pelabuhan Tomok. Dari Tomok ke Eco Village sekitar 45 menit.
Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, Ig: @adjitropis)
Foto2: joko susilo, birkom kemenparekraf
0 komentar:
Posting Komentar