Gerabah Klasik Khas Buton Dipamerkan di Festival Budaya Tua Tahun Ini
Sejumlah gerabah atau keramik klasik khas Buton dipamerkan dalam Buton Expo yang menjadi salah satu rangkaian acara Festival Budaya Tua Buton (FBTB) 2019.
Aneka gerabah tersebut berada di stand Gallery Pomandu dari Kota Baubau, Pulau Buton, Sulawesi Tenggara.
Menurut pendiri Gallery Pomandu, Herlin semua gerabah yang ditampilkan di stand ini terbuat dari tanah liat yang dipasok dari daerah Sorawoliyo, masih di Kota Baubau.
Jenis gerabah yang ditampilkan antara lain Bulusa yang sudah berumur 500 tahu. "Bulusa itu tempat penyimpanan beras yang dipercaya memiliki kelebihan khusus," terang Herlin kepada TravelPlus Indonesia di stand tersebut, Kamis (22/8).
Selain itu ada Kabubu atau tempat pembuatan bolu dan kue lainnya, sebelum ada open. Harganya Rp 70 ribu per satu pasang.
Selanjutnya Kafongkoha, tempat penyimpanan air atau bak jaman dulu. Harganya Rp 150 ribu.
Ada juga Nu'ua atau tempat memasak kasuami yang dibanderol dengan harga Rp 80 ribu.
Berikutnya Kabigibigi atau tempat penyimpanan gula pasir, kopi, dan lainnya dengan harga Rp 15 ribu.
Lalu Palama, semacam tempat untuk memasak obat tradisional. Bisa juga digunakan sebagai tempat untuk menyiram mayat dan memandikan gadis Buton yang baru dipingit. Harganya Rp 30 ribu.
Di sudut lain ada Tonde atau cangkir berharga Rp 40 ribu per 4 biji, lalu Bhosu atau gerabah yang dipakai untuk menari tarian Bhosu.
Gerabah yang biasa dipakai untuk memasak air itu cuma dihargai Rp 30 ribu.
Tak ketingalan Balanga atau wadah untuk membuat masakan ikan parende, pindang, dan lainnya dengan harga Rp 30 ribu.
Selain itu ada beberapa gerabah berukuran kecil antara lain Kadiwo (piring) Rp 25 ribu, Kawali yang biasa dipakai untuk memasak kunyit bagi perempuan hamil dengan harga Rp 25 ribu, Celengan Rp 20 ribu, dan Kaabuabu atau gerabah mainan anak-anak untuk masak-masakan Rp 30 ribu.
"Tadi pagi ada dua perajin gerabah yang saya datangkan dari Baubau untuk membuat asbak kura-kura dan pas bunga. Semua gerabah itu sekarang dikeringkan selama 2 hari, nanti tanggal 24 Agustus pagi, baru masuk proses pembakaran selama sekitar 20 menit," terang Herlin.
Menurut Herlin Gallery Pomandu yang didirikannya baru 2 tahun belakangan ini bertujuan untuk membantu mempromosikan gerabah produksi para perajin yang ada di Kampung Lipukatobengke, Kota Baubau.
"Pomandu artisnya proses pembuatan gerabah khas Buton," ujarnya.
Saat ini perajin gerabah yang tersisa di Kampung Lipukatobengke, lanjut Herlin tinggal 12 orang. "Semuanya sudah nenek-nenek atau generasi terakhir," terangnya.
Pengguna gerabah khas Buton dominan masih warga Kota Baubau. "Menurut pengakuan warga Baubau lebih enak masak dengan gerabah dibanding peralatan masak modern," terang Herlin.
Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Buton, La Ode Zainuddin Napa mengatakan selain aneka gerabah klasik khas Buton juga ada bermacam kerajinan tangan dan kuliner dari sejumlah kecamatan se-Kabupaten Buton serta promosi produk UKM dari sejumlah dinas yang dipamerkan di Buton Expo tahun ini.
"Buton Expo yang menjadi salah acara Festival Budaya Tua Buton ketujuh ini berlangsung sampai tanggal 24 Agustus di lapangan Takawa, perkantoran Pasarwajo. Pengunjung tidak tidak dikenakan tiket masuk alias gratis," terang Zainuddin.
Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)
0 komentar:
Posting Komentar