Ramu Musik Melayu Buat Jelita Sejuba, Ricky Virgana Riset 10 Hari di Natuna

Tak mau asal-asalan meramu musik dan lagu melayu untuk film Jelita Sejuba, Ricky Surya Virgana selaku penata musik (music director) film tersebut sampai melakukan riset ke Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) selama 10 hari. Hasilnya ok banget, terasa benar melayunya.

Kenapa musisi bernama lengkap Ricky Surya Virgana yang juga dikenal sebagai basis band spesial lagu-lagu lawas The White Shoes and The Couples Company ini harus melakukan riset ke Natuna?

“Karena film Jelita Sejuba lokasi syuting di Natuna yang masyarakat aslinya orang melayu. Jadi untuk memperkuat nuansa budaya melayunya di film ini, perlu sentuhan musik dan lagu melayu setempat yang memang punya gaya dan warna serta Bahasa Melayu yang agak beda dengan yang ada di daratan Sumatera,” ujar Ricky kepada TravelPlus Indonesia usai mengikuti press screening & press conference Jelita Sejuba di Epicentrum XXI Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (3/4/2018).

“Daripada nebak-nebak seperti apa musik melayu Natuna, gue bilang ke sutradaranya mending gue riset langsu ke Natuna, dan dia setuju,” terang Ricky yang mengaku selama riset tinggal di Ranai, Ibukota Kabupaten Natuna.

Pergi ke Natuna sendiri, Ricky yang juga berprofesi sebagai produser musik dan suka menulis soal musik serta menyenangi musik melayu yang keren, mengatakan membawa serta dua bekal.

Pertama, mendengarkan piringan hitam sejumlah orkes melayu jaman dulu yang terkenal.

“Gue dengerin piringan hitam orkes melayu Tropicana dari Medan, Kumbang Tjari dari Sumatera Barat, dan orkes melayu Bukit Siguntang dari Palembang yang sangat terkenal pada masanya dan sekarang sudah tidak ada lagi grupnya,” ungkap pria berdarah Sunda dan Minang ini.

Bekal kedua, Ricky mencari referensi soal musik melayu Natuna lewat internet seperti google dan youtube, termasuk informasi keberadaan Natuna terkini.

“Sampai di Natuna, gue langsung berkunjung ke Sanggar Seni yang terlama dan tersohor di Ranai untuk mencari tahu musik dan lagu melayu Natuna,” terang musisi yang memang gemar travelling dan diving ini.

Dari sekian banyak langgam, tarian, dan silat di Natuna, akhirnya Ricky memilih langgam atau lagu berjudul Palok Saguk  dan tarian Zapin untuk diramu dan akhirnya dimasukkan ke dalam film Jelita Sejuba.

Kenapa Palok Saguk dan Zapin? “Setelah ngobrol-ngobrol dengan ketua sanggar, pemusik, dan juga masyarakat, ternyata Palok Saguk yang menceritakan proses pembuatan sagu jaman dulu di Natuna, merupakan lagu melayu paling familiar di Natuna, dari anak kecil sampai orang tua tahu atau bisa menyanyikannya. Karena itu gue pilih lagu itu,” terangnya.

Menurut Ricky sebenarnya lagu asli Palok Saguk itu panjang karena biasanya kerap dinyanyikan untuk mengiringi tarian. “Tapi untuk kebutuhan film Jelita Sejuba, gue persingkat durasinya jadi sekitar 3 menit. Aransemen musik untuk lagu ini juga melibatkan musisi melayu Natuna,” jelasnya.

Begitupun alasan memilih Zapin. “Selain amat ekspresif dan nge-beat, melayu-nya juga lebih dapet dan lebih familiar dibanding tarian melayu lainnya,” ungkap Ricky.

Selain Palok Saguk, masih ada 6 lagu lagi yang dibuat Ricky untuk film produksi Drelin Amagra Picture dengan Krisnawati sebagai produser eksekutif dan Ray Nayoan sutradaranya ini.

“Keenam lagu itu pertama berjudul Ragu Berayun Rindu yang dinyanyiin Ade Paloh vokalis band SORE yang seharusnya menjadi theme song film ini tapi akhirnya tidak jadi. Lalu lagu untuk scene adminitrasi pernikahan ketika Jaka dan Sharifah mengurus pendaftaran untuk menikah, lagu scene resepsi pernikahan, lagu scene andika naik sepeda di pantai, dan dua lagu lagi untuk scene di awal,” terangnya.

Kendala

Saat membuat musik untuk keenam lagu tersebut di Jakarta, Ricky mengaku mengalami kendala terutama musisi melayunya.

“Di Jakarta, jumlah musisi melayunya terbatas, susah nyarinya. Karena itu-itu aja musisinya, jadwal mereka jadi sibuk. Ada beberapa musisi melayu di Jakarta yang gue ajak kerjasama, dua di antaranya dari TMII,” ungkapnya.

Ricky membenarkan kalau Jelita Sejuba memang bukan murni film yang menceritakan pariwisata Natuna dengan budaya melayu masyarakatnya.

Melainkan film ber-genre drama yang mengakat kisah tentang suka duka perempuan melayu Natuna bernama Sharifah (diperankan Putri Marino) yang menjadi istri Jaka seorang tentara (diperankan Wafda Saifan Lubis).

Oleh karena itu porsi scene untuk seni budaya melayunya dalam hal ini musik dan tariannya, hanya sedikit.

“Meskipun cuma sebagai pemanis, gue bilang ke sutradaranya culture melayunya harus tetap kental karena itu tadi, ber-setting di Natuna. Untungnya disetujui, dan setidaknya 75 persen yang gue pingin, khususnya di penataan musiknya ada di film ini,” akunya.

Selama melakukan riset di Natuna, Ricky mengaku kaget sekaligus takjub. Pasalnya kesenian melayu di sana begitu kuat dan hidup.

“Di Natuna banyak sangar seni, baik di dalam maupun di luar sekolah. Anggotanya juga mulai dari anak-anak sampai orang dewasa. Jadi seperti di Bali, benar-benar hidup keseniannya dan regenarasinya tetap ada,” ungkapnya.

Kalau wisatawan datang ke Natuna, sambung Ricky tak perlu takut tidak bisa melihat seni budaya Melayunya.

“Jika kebetulan pas datang ke Natuna tidak ada festival budaya, sudah tinggal datang saja ke salah satu atau beberapa sanggar seninya,” pungkas Ricky.

Nah, Anda mau dengar seperti apa musik dan lagu-lagu melayu sentuhan Melayu Natuna yang diramu Ricky untuk Jelita Sejuba? Saksikan saja filmnya yang tayang 5 April 2018 di seluruh bioskop di Tanah Air.

Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)

Captions:

1. Ricky Surya Virgana si penata musik film Jelita Sejuba.

2. Suasana saat press screening Jelita Sejuba  Epicentrum XXI Kuningan.

3. Ricky lalukan reset ke Natuna untuk pembuatan music melayu yang dibutuhkan Jelita Sejuba.

4. Ricky (paling kanan) hadir di press conference Jelita Sejuba.