. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Minggu, 04 Maret 2018

“Sosak”, Menyentuh Menghentak

“Sosak”, begitu judul pertunjukan tari dari Malaydansstudio yang berhasil memukau para penikmat seni jaman now di Galeri Indonesia Kaya (GIK) Jakarta, Minggu (4/3/2018) petang.

Di sesi awal, Sosak yang bermakna sesak, berhasil menyentuh dengan muatan lokal Melayunya.

Di sesi berikutnya, olah dan ekspresi tubuh garapan koreografer Riyo Tulus Pernando asal Kampar, Riau ini tampil menghentak hingga tuntas.

Dibuka dengan alunan aransemen lagu Melayu berjudul Bunga Seroja dengan iringan suling. Seorang pria (Riyo) keluar dari pintu di deretan bangku penonton bagian belakang.

Dia berpeci hitam mengenakan baju pria Melayu berwarna biru kehijauan sambil memegang kain sarung tenun.

Riyo bergerak turun ke panggung lalu melilitkan kain tenun itu, di pinggangnya, sambil bersenandung lala..., la la..., mengikuti nada lagu Bunga Seroja.

Sesi pembuka yang disuguhkan Riyo itu berhasil membawa penonton ke ranah Melayu, tepatnya ke daerah asalnya yakni Riau yang masih kuat dengan karakter budaya Melayunya yang tak lekang oleh jaman.

Seorang pria masuk ke panggung, Damri Aprizal namanya. Dia menari sambil berpantun mengucap salam.

Lalu dia bertanya kepada Riyo yang duduk terdiam menerawang: “Kenapa tuan termenung?”.

Terjadi dialog: “Dulu Riau hijau tapi hijau hutan kebun kepala sawit. Tapi sekarang berubah coklat akibat kebakaran. Itulah yang membuat saya cemas,” ucap Riyo.

Informasi yang dilontarkan Riyo terasa menyentuh sekalipun menyulut emosi.

Faktanya memang demikian, Riau dulu memang hijau berhutan rimba tapi kemudian sejauh mata memandang hijaunya berganti dengan ribuan hektar kelapa sawit.

Semenjak menjelma menjadi hamparan raksasa kelapa sawit, Riau kerap dilanda kebakaran terlebih ketika musim kemarau sampai menimbulkan bencana asap.

Kata Riyo, bencana asap itu amat merugikan terutama bagi masyarakat Riau, mulai dari terkena penyakit  Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)), anak-anak sekolah diliburkan, pembatalan penerbangan pesawat sejumlah maskapai, bahkan sampai ada warganya yang meninggal. 

Damri kembali berpantun berlirik Kangkung dan Ikan patin untuk menghibur Riyo. Kemudian tiga pria yaitu Panji, Agil Pramudya, dan Thejo Riza muncul sambil menari zapin.

Akhirnya kelima pria yang berkostum senada serentak menarikan ragam gerak tari itu sambil bertepuk tangan dan berteriak: “Tak tak dung..., tak tak dung...,”.

Balutan musik, lagu, baju, terlebih pantun dan tari zapin, membuat sesi pertama Sosak terasa sekali Melayu-nya.

Sesi yang bermuatan lokal itu berhasil menggiring penonton ke awal permasalahan yang diungkap Riyo lewat Sosak, sebuah pertunjukan tari kontemporer yang terinpirasi dari petaka kebakaran hutan yang disengaja hingga menimbulkan bencana asap yang mencoreng citra Riau.

Di sesi kedua, kelima penari itu tampil menghentak tanpa jeda. Diawali dengan menanggalkan masing-masing baju Melayu yang dikenakan. Dan ternyata mereka mengenakan kaos dan celana panjang lapisan dalam yang berbahan elastis, berwarna abu-abu dan kombinasi hitam. 

Warna, cut, dan style bajunya simple tapi kekinian, sangat mendukung performance mereka yang tampil habis-habisan: jongkok, salto, melompat, dan bergerak kesana kemari. Pokoknya begitu energik, ekspresif, dan tak bisa diam.

Di sesi ini Riyo sebagai penata gerak tak memberi kesempatan penonton “bernafas”.

Gerakan yang mereka tampilkan cepat, menghentak dan amat bertenaga. Mereka  berontak, marah, kesal, jengkel, dan ingin keluar dari kondisi yang tidak mengenakkan.

Ada adegan tari membabat hutan, lalu terjadi kebakaran yang didukung dengan lighting berwarna merah hingga kian menegaskan pesan kebakaran itu.

Menarik lagi, ketika mereka menampilkan adegan kesulitan bernafas akibat terkepung asap dari kebakaran itu.

Gerakan berpesan itu semakin menguat ketika mereka melontarkan suara seperti orang kesulitan bernafas: “Hu..., hu..., hu..., hu...”.

Sampai di ujung tarian, Riyo berhasil membuat penonton merasakan apa yang dirasakan warga Riau yang pernah menderita akibat kebakaran dan bencana asap.

Riyo kembali masuk ke panggung sambil menyanyikan lagu Bunga Seroja. Dia meratapi keempat rekannya yang tergeletak, terkapar tak berdaya usai melawan amukan api dan asap. Mengenaskan.

Sosak, bagi Riyo dan keempat rekannya bukan sekadar menari, mengeksplor gerak dan ekspresi tubuh, pun membawa pesan tentang dampak dari sikap kesewenang-wenangan manusia/pihak  tidak bertanggungjawab, yang seenaknya memusnahkan hutan dan membakar lahan di tanah Melayu, Riau.

Maria Darmaningsih dari Indonesian Dance Festival (IDF) yang ikut menyaksikan penampilan Riyo CS memuji Sosak.

“Tarian dan pesan yang kalian sampaikan begitu menyentuh hati,” ucapnya singkat seraya berharap Sosak bisa ikut ambil bagian di IDF tahun ini yang akan berlangsung November di Taman Ismail Marzuki.

Begitupun dengan sutradara kondang Garin Nugroho, sang penggagas program Ruang Kreatif: Seni Pertunjukan Indonesia.

Garin mengatakan Sosak bukan hanya berhasil menghangatkan penonton di GIK Ruang Kreatif, tapi juga menginspirasi. “Sosak sangat inspiratif,” ujarnya.

Riyo yang tak lain jebolan ISI Surakarta bersama rekan-rekannya mengatakan setelah mengisi Ruang Kreatif di GIK yang didukung Bakti Budaya Djarum Foundation ini, Sosak akan tampil di kampung halamannya.

“Mudah-mudahan Sosak bisa tampil di panggung-panggung seni pertunjukan besar lainnya. Saya tidak akan berhenti sampai di sini. Masih ada suguhan tari lainnya dengan konsep dan pesan yang berbeda yang tengah saya garap,” aku Riyo.

TravelPlus Indonesia melihat ada sisi yang menarik dari 4 penari Sosak yang diajak Riyo. Keempatnya bukan berasal dari Riau, melainkan dari Jawa dan Sumatera: Tedjo dari Malang-Jatim, Panji (Tegal-Jateng), dan Agil (Wonosobo-Jateng) serta satu lagi Damri dari Sumsel, tepatnya Palembang.

Tentu Riyo punya alasan sendiri mengapa dia tidak menggunakan penari profesional dari daerah asalnya sendiri.

“Saya sengaja pilih penari dari luar Riau agar menjadi PR dan tantangan tersendiri bagi saya. Karena itu sebelum masuk ke proses latihan, saya perkenalkan dulu budaya Melayu, gerak tarian Melayu, pantun sampai kebiasaan dan candaan orang Melayu Riau agar mereka menyatu,” ungkap Riyo.

Melihat Sosak yang diracik kekinian namun tidak melupakan ruh Melayunya,  sudah amat pantas tarian ekspresif penuh pesan ini disajikan di pentas-pentas seni besar berkaliber internasional.

Satu kata usai menikmati Sosak: "bangga," ucap seorang penonton. "Kagum," kata penikmat seni lainnya.

Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)

Captions:
1. Lima penari Sosak dari Malaydansstudio tampil ekspresif dalam Ruang Kreatif: Seni Pertunjukan Indonesia di Galeri Indonesia Kaya (GIK), Jakarta.
2. Menarik, kekinian, dan artistik.
3. Kaya gaya dan energik.
4. Sesi pertama bermuatan lokal Melayu Riau.
5. Total dan bertenaga.
6. Menghentak tapi penuh pesan, jangan berlaku sewenang-wenang dengan hutan dan alam.
7. Dikepung api dan asap.
8. Riyo meratapi 4 rekannya yang terkapar tak kuasa melawan kobar api dan asap.

0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP