. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Senin, 12 Maret 2018

“Baromban dan Mitos Tambang”, Bentuk Protes Lewat Seni Pertunjukan Kontemporer Nan Artistik

"Terus saja kayuh..., kayuh sampan sampai ke hulu". Jangan biarkan tanah terhampar sepanjang aliran sungai. Terus saja mengayuh…, biarkan tanah-tanah itu menjadi gersang, penuh ilalang yang memanggil api di setiap musim kemarau".

Begitu kata-kata yang terlontar dari mulut Wendy HS (aktor/pemain, sutradara, dan dramaturg) dalam suguhan seni pertunjukan bertajuk "Baromban dan Mitos Tambang" di auditorium Galeri Indonesia Kaya (GIK), West Mall Grand Indonesia lantai 8, Jakarta, Minggu (11/3/2018) petang.

Di awal pertunjukan, Wendy yang berambut panjang dan dikuncir ke belakang, bertelanjang dada, hanya mengenakan celana sarung berwarna hijau.

Celana sarung itu seperti yang kerap dikenakan para penari Randai, salah satu tarian khas Minangkabau.

Begitupun yang dikenakan dua rekan Wendy yang berkepala rada plontos yakni Leva Khudri Balti (aktor, musisi dan komposer) dan Emri Rangkayo Mulia (aktor, penari dan koreografer).

Ketiga pria Minang ini satu per satu masuk dari sisi kanan panggung. Masing-masing membawa beberapa paralon besar sekitar 1,5 meter.

Paralon-paralon itu awalnya ditiup, lalu dipukul dengan tangan, dan diadu hingga menimbulkan bunyi-bunyian.

Mereka juga membawa pipa-pipa dan selang yang juga bisa ditiup menimbulkan suara seperti suling.

Lalu Wendy berkata lagi: "Daging sesayat, beras segantang, ikat sesarut". Kata-kata itu diucapkan terus menerus.

Ketiga pria dewasa itu kemudian menyusun paralon-paralon itu menjadi 3 sampan. Masing-masing pria itu menaiki sampan lalu mengayuhnya.

Di sela-sela itu mereka melakukan gerakan Randai dengan menepuk celana sarung bagian bawah, juga badan bagian samping dengan diiringi hentakan kaki.

Di sesi berikutnya mereka mengenakan baju terbuat dari plastik seperti rompi.

Mereka kemudian menyelam ke dasar sungai dengan menggunakan masker dan pipa untuk menggali pasir di dasar sungai.

"Bimbang menimbang tambang", begitu teriak ketiganya hingga akhirnya terkulai tak berdaya.

Itulah cara ketiga pria yang tergabung dalam Indonesia Performance Syndicate (IPS) ini menerjemahkan nasib para penambang pasir di Baromban, Kabupaten Limapuluah Koto, Sumatera Barat, sekaligus memprotes dampak dari penambangan itu akibat kerusakan alam yang ditimbulkannya lewat seni pertunjukan kontemporer.

Pertunjukan mereka boleh dibilang berbeda. Mereka meramu musik, teater, dan tari serta ditambah dengan bermacam peralatan tukang seperti paralon, pipa, selang, dan masker sebagai properti multifungsi menjadi alat musik, sampan, dayung, dan lainnya guna mendukung pementasan.

Paralon yang mereka bawa bukan sekadar properti melainkan bagian internal perfomer yang membentuk kebaruan artistik yang ditawarkan.

Mereka pun memasukan salah satu produk budaya Minangkabau, yaitu Randai untuk memperkuat pesan dan kritik yang disampaikan.

Aku Wendy, "Baromban dan Mitos Tambang" merupakan hasil riset dari dua buku yakni buku kumpulan puisi berjudul Baromban karya Iyut Fitra-penyair asal Payahkumbuh dan buku Mitos Tambang Untuk Kesejahteraan yang ditulis Hendra Try Ardianto terbitan Polgov, Yogyakarta, 2016.

“Pertunjukan ini menjadi pementasan perdana kami di tahun 2018. Dalam karya ini kami ingin memberi penyadaran kepada audiens bahwa banyak masyarakat yang tinggal di daerah tambang, hidup tidak sejahtera,” ungkapnya kepada TravelPlus Indonesia seusai pentas.

Wendy berharap lewat "Baromban dan Mitos Tambang" mampu menghadirkan gambaran atas dua hal besar tang sangat bertolak belakang dalam soal pertambangan bukan cuma di Sumatera Barat pun di seluruh wilayah Indonesia.

Menurutnya fakta yang sebenarnya terjadi di lapangan terkait rakyat pemilik lahan dan mitos yang (sengaja) diciptakan oleh penguasa (pemerinah) dan pengusaha sebagai pemilik modal.


IPS dengan karyanya "Baromban dan Mitos Tambang" merupakan salah satu dari 10 komunitas seni yang terpilih mementaskan karya seni kontenporernya dalam program Ruang Kreatif: Seni Pertunjukan Indonesia yang digagas Bakti Budaya Djarum Foundation dan Garin Workshop di GIK.

Pementasan "Baromban dan Mitos Tambang" di GIK untuk kali pertama ini selain disaksikan sejumlah penikmat seni, wartawan, dan blogger, juga hadir sineas/budayawan Garin Nugroho serta tokoh teater Indonesia pendiri Teater Koma Nano Riantiarno dan istrinya aktris Ratna Riantiarno selaku mentor IPS untuk pertunjukannya kali ini.

Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)

Captions:
1. Aksi Wendy HS, Leva, dan Emri yang tergabung dalam Indonesia Performance Syndicate (IPS) memprotes dampak tambang lewat seni pertunjukan kontemporer bertajuk "Baromban dan Mitos Tambang" di Galeri Indonesia Kaya (GIK), Jakarta.
2. Wendy HS sebagai aktor dan sutradaranya.
3. Membuat paralon-parolan lebih dari sekadar properti.
4. Memasukkan konsep Randai khas Minangkabau.
5. Akhirnya para penambang pasir itu terkulai tak berdaya.
6.  Ketiga pemain "Baromban dan Mitos Tambang" berfoto bersama para penikmat seni seusai pentas.

0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP