. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Senin, 13 Februari 2017

Membungkus Harmonisasi NKRI Lewat Film Moon Cake Story

Film yang bagus bukan hanya sebatas menghibur, menyentuh sisi kemanusian, berisi rangkaian visual sederhana namun bernilai artistik dan estetika yang menggugah. Pun mampu menyampaikan beragam pesan moral positif dalam penurutan cerita tak biasa bagi penikmatnya.

Berdasarkan definisi versi penulis itulah, Travelplus Indonesia menilai film berjudul Moon Cake Story merupakan salah satu dari sekian film baru Indonesia yang tengah dan segera tayang, yang berpredikat BAGUS dan PATUT ditonton.

Penilaian itu hadir usai menontont preview dan mengikuti jumpa pers Film Moon Cake Story dengan penuh seksama di Plaza Indonesia XXI Lantai 6, Jakarta, Senin (13/2) siang.

Hasilnya? Film terbaru garapan sutradara andal Indonesia yang sudah berprestasi internasional Garin Nugroho ini memang pantas untuk ditonton karena memenuhi unsur-unsur sebagai film yang bagus tersebut di atas.

Unsur menghiburnya jelas ada. Lihat saja bagaimana adegan nyanyian dan tarian slow motion sang Badut yang diperankan Kang Saswi dan beberapa temannya dalam film itu yang ber-setting lokasi perkampungan kumuh di Jakarta.

Belum lagi adegan dan dialeg kocak yang disuguhkan Pak RT setempat yang diperankan aktor kawakan Jaja Miharja yang mewakili orang Betawi, warga asli Jakarta.

Unsur menyentuhnya jelas mendominasi, bahkan sudah dimunculkan sejak awal film ini. Lihat saja ketika pemeran utama wanita di film ini Bunga Citra Lestari (BCL) sebagai Asih, janda muda nan cantik beranak satu sedang meratap dan menangis di hadapan makam suaminya sambil menggendong Bimo, anaknya yang masih balita.

Dramatisasi adegan Asih yang berpayung hitam ditengah guyuran hujan deras di makam suaminya itu sudah menyentuh sedari awal.

Masih banyak lagi adegan menyentuh yang ditawarkan Garin di film produksi Tahir Foundation dan MVP Puctures ini hingga terasa sekali film ini begitu kuat mengangkat permasalahan sosial di negeri ini, khususnya di Jakarta.

Contohnya, adegan ketika Asih yang terpaksa menjadi Joki 3 in 1 di jalanan Ibukota yang padat untuk menghidupkan anak dan adik perempuannya bernama Sekar (diperankan Melati Zein) sedang apes sampai dikejar-kejar Saspol PP. Namun kejadian itulah yang membuat Asih dan David (pemeran utama pria film ini, yang diperankan Morgan Oey- eks anggota boyband Smash) bertemu dan saling menatap untuk kali pertama.

Juga adegan ketika David yang takut dengan kematian karena menderita penyakit Alzheimer saat dia curhat dengan Alin, kakak perempuan David tapi bukan kakak kandung yang agak protektif (diperankan Dominique Yose).

Unsur yang mengandung pesan positif di film ini juga cukup banyak. Paling terasa, lewat film ini Garin terlihat ingin menyuguhkan harmonisasi kehidupan berbangsa dan bernegara dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang disadari atau tidak, disukai atau tidak memang tengah terganggu/tercabik belakangan ini terutama di Jakarta, jelang Pemilihan Kepala Daerah/Gubernur DKI Jakarta untuk periode yang baru.

Lihat saja mulai dari pemain, lakon, dan setting film ini menyiratkan sekali pesan itu. Beberapa pemainnya adalah keturuan Thionghoa, di samping Morgan dan Dominique. Selain itu ada orang Jawa yang diwakili Asih, Bimo, dan juga Pak Tri (supir David yang diperankan aktor senior Dedy Sutomo), orang Betawi (Jaja Miharja), orang Sunda (Kang Saswi), orang Ambon, dan orang Batak si Butet sebagai pedagang pakaian bekas.

Setting-nya juga di Jakarta (perkampungan kumuh di pinggir rel kereta api, rumah mewah di kawasan elit, dan gedung perkantoran pencakar langit juga di Jakarta). Semua itu memperkuat bahwa realitanya memang terjadi di kota megapolitan ini.

Pesan positif lainnya, film ini juga ingin memberitahukan apa itu penyakit Alzheimer dan bagaimana menanggulanginya.

Unsur artistik visualnya yang menjadi ciri khas film-film Garin pun tetap ada. Kendati yang ditawarkan bukan estetika keindahan alam, budaya dan lainnya melain visual ber-setting perkampungan kumuh. Tapi justru membuahkan unsur artistik yang berbeda.

Namun harus diakui, film Garin satu ini tidak terlalu banyak mengumbar cerita dalam bahasa gambar mengingat Garin sepertinya lebih menonjolkan unsu pesan sosial film ini. Tapi tetap saja pendekatan puitis alih-alih pendekatan prosaik yang menjadi karakter kuat film-film Garin selama ini, masih terlihat di film ini.

Pesona lain film ini, juga nampak dari sederet ucapan bermuatan pesan moral. Salah satunya kalimat berikut ini: “Semakin banyak memberi akan semakin banyak menerima,” yang menginspirasi.

Entah kenapa mendengar kalimat itu Travelplus Indonesia jadi teringat tausyiah yang kerap disampaikan ustad kondang berdarah Betawi, Yusuf Mansyur lewat akun Instagram-nya yang intinya menyarankan Umat Muslim untuk tidak ragu-ragu beramal dan bersedekah dengan niat tulus dan ikhlas Lillahi Ta’ala (semata karena Allah SWT).

Pesan positif membudayakan ‘budaya memberi’, dimana orang yang miskin dengan segala kesulitan hidupnya tetap berjuang dengan cara terhormat dan tidak putus asa sebagaimana ditunjukkan Asih, begitu menginspirasi lewat film ini.

Begitupun dengan prilaku orang kaya (David) yang senantiasa memaknai berbagai musibah yang dialaminya dengan bersyukur lewat cara ‘memberi’ dan ‘berbagi’ kepada sesama manusia yang hidupnya kurang beruntung tanpa mempersalahkan SARA (suku, agama, rasa, dan antar golongan).

Kelebihan lainnya, penurutan cerita film ini pun tidak biasa. Meskipun tidak linear namun masih bisa dengan mudah dinikmati dan dimengerti.

Uniknya film yang diawali dengan adegan Asih dan Bimo balita tengah meratap sedih sambil menangis di makam suaminya, pun diakhiri dengan adegan dan lokasi serupa namun dalam suasana berbeda.

Di ending film ini, Asih memang menangis. Tapi itu tangisan haru dan bahagia karena ia sudah berhasil membuka usaha kue bulan (moon cake) hasil bantuan David sampai perekonomiannya berangsur jadi lebih baik hingga ia mampu membagi-bagikan kue bulan ke para tetangganya dan membelikan meja makan/belajar buat Bimo.

Berdasarkan pemenuhan unsur-unsur sebagai sebuah film yang memberi tontotan bagus sekaligus tuntutan kepada penontonnya, wajar rasanya kalau film Moon Cake Story yang akan tayang di sejumlah bioskop di Tanah Air mulai 23 Maret 2017, layak ditonton.

Bravo, bertambah lagi film berkualitas Indonesia.

Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)

0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP