. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Minggu, 19 Februari 2017

INGAT!, Mandalika itu Sejak Dulu Surganya Para Surfer

Sejumlah destinasi di Tanah Air memiliki objek wisata khusus yang diminati para turis spesialis surfing. Mulai dari Aceh antara lain ada di Pantai Lhampuuk, Di Sumatera Utara ada di sejumlah pantai di Kepulauan Nias. Kemudian di Lampung ada di Tanjung Setia dan sepanjang Pesisir Selatan, di Riau ada di Sungai Kampar Pelalawan yang dikenal dengan river surfing alias Bono. Lalu di Jawa Barat ada di Pantai Cimaja, di Jawa Timur ada di Pantai Plekung (G-Land) dan di Bali ada di Pantai Kuta, Dreamland, dan lainnya. Sedangkan di NTB ada di Lombok, tepatnya di kawasan Mandalika, Kabupaten Lombok Tengah (Loteng) yang kini mencuat namanya gara-gara ditetapkan sebagai salah satu dari 10 Destinasi Prioritas atau ‘Bali Baru’, bahkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata.

Mandalika sudah lama menjadi idola para surfer terutama asal Australia dan Eropa. Bahkan nama Mandalika lebih dulu dikenal sebagai surga bagi para peselancar mancanegara sebelum menjadi ‘Bali Baru’ dan KEK.

Faktornya, Mandalika memiliki surfing spots yang masih asri di sejumlah pantai antara lain di Pantai Mawi dan Tanjung Gerupuk, di tambah beberapa pantai lain yang berpanorama menawan seperti Pantai Kuta, Pantai Seger, dan Tanjung Aan.

Faktor pendukung lainnya, biaya untuk menari-mari di atas ombak di Mandalika relatif murah. Peselancar tak perlu repot-repot membawa papan selancar dari negaranya. Di sana sudah tersedia beberapa tempat penyewaan papan surfing. Harganya pun amat terjangkau cuma Rp 50 ribu per papan.

Alat transportasi menuju surfing spots, juga sudah tersedia. Biasanya para surfer menyewa sepeda motor jenis motor bebek buatan Jepang. Tarifnya Rp 50 ribu per hari.

Penginapannya juga banyak dan beragam jenis. Untuk jenis homestay ada yang bertarif Rp 150.000 per malam sudah termasuk breakfast sederhana.

Tarif makanannya pun murah karena cukup banyak, mulai dari rumah makan sederhana, resto maupun café. Untuk keperluan air mineral, makanan dan minuman kecil, perlengkapan mandi, pulsa dan lainnya, sudah tersedia 2 mini market dengan harga tentu jauh lebih murah dibanding di warung kecil apalagi hotel.

Harga-harga tersebut jelas tak ada artinya bagi turis asing yang bermata uang dolar, euro, apalagi poundsterling.

Kalau Anda datang ke Mandalika, selepas Lombok International Airport (LIA) kemudian masuk ke Kota Praya, Ibukota Loteng lalu ke kawasan Mandalika jangan heran kalau banyak menemukan turis pria bertelanjang dada ataupun turs perempuan ber-tang top dengan celana pendek sambil membawa papan selancar dengan sepeda motor, atau lalu lalang masuk ke mini market, homestay, café, pantai dan lainnya.

Dengan kata lain yang menghidupkan dan membuat Mandalika terkenal adalah para surfer.

Merekalah yang membuat sejumlah penginapan jenis vila dan homestay menjamur di sepanjang Jalan Wisata Kuta Lombok hingga ke Pantai Seger, termasuk sejumlah warung makan, café dan mini market serta tempat penyewaaan papan surfing dan sepeda motor.

Sudah sepatutnya pihak terkait ‘memperhatikan’ mereka, menjaga mereka agar tetap betah, terus kembali datang ke Mandalika serta bertambah pula jumlah turis special surfing ini.

Jumlah mereka pun tidak sedikit dan umumnya surfer itu tipe turis yang kerap datang kembali (repeated visits) berkali-kali dan sekali datang biasa dalam jangka waktu lama, minimal seminggu bahkan ada yang berbulan-bulan.

Pembangunan sejumlah proyek di KEK Mandalika yang tengah berlangsung tahun ini, mulai dari 5 hotel baru, infrasturktur jalan, pembenahan Pantai Kuta, Masjid Raya, dan Sirkuit F1, sejatinya jangan sampai melupakan turis spesialis surfing.

Tujuan pembangunan KEK Mandalika jelas ingin menambah kunjungan wisatawan baik wisnus dan wisman dari genre dan negara lain, misalnya untuk menjaring wisatawan Timur Tengah, Malaysia, dan negara muslim lainnya yang bukan surfer. Itu bagus-bagus saja.

Namun jangan sampai semua itu membuat turis spesial surfing merasa terabaikan apalagi terganggu ‘kebebasan’ dan gerak ruangnya.

Kenapa? Karena merekalah yang telah lama mengintimi kawasan ini, jauh sebelum ada ditetapkan sebagai destinasi prioritas dan KEK. Dan harus diingat, mereka pula yang sampai kini masih menggeliatkan roda perekonomian di Kawasan Mandalika, bukan turis jenis lainnya.


Buktinya sebagian besar bahkan boleh dibilang hampir semua turis asing yang menyaksikan acara puncak Festival Pesona Bau Nyale tahun lalu dan juga tahun ini yang dukung Kementerian Pariwisata (Kemenpar), 16-17 Februari di Pantai Seger, Loteng, adalah para turis surfer yang tengah berlibur khusus untuk melampiaskan kegemarannya berselancar di sejumlah surfing spots di Mandalika.

Jadi sudah sewajarnya kalau pihak terkait, termasuk Pemkab Loteng, Pemprov NTB, dan Pemerintah Pusat dalam hal ini Kemenpar mulai lebih memfokuskan keberadaan mereka, minimal dengan memperbanyak sekaligus mendukung penyelenggaraan lomba surfing bertaraf internasional yang lebih berkualitas dengan hadiah yang tinggi, promosi dan publikasi yang gencar hingga gaungnya menasional dan mendunia.

Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @yahoo.com)
Foto: adji & rico

0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP