. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Sabtu, 18 Februari 2017

Biarpun Nyale Sedikit, Acara Puncak Tetap Dipadati Puluhan Ribu Pengunjung

Cacing laut (Nyale) yang muncul di Pantai Seger, Lombok Tengah, Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) pas acara puncak Festival Pesona Bau Nyale tahun ini, Jumat (17/2) jelang Subuh, jumlahnya sedikit. Tak sesuai alias meleset dari perkiraaan para mangku (tokoh adat setempat).

Tak berlebihan rasanya kalau ada pengunjung terutama warga Sasak yang ada di sekitar kawasan Mandalika yang memang berniat melaksanakan Tradisi Bau Nyale (menangkap cacing laut), nampak sedikit kecewa.

Beberapa di antaranya terpaksa pulang dengan tangan hampa, tak berhasil membawa Nyale untuk diolah lalu disantap atau untuk ditebar ke sawah mereka agar lebih subur.

Sebab menurut kepercayaan masyarakat setempat, bila Nyale yang muncul melimpah pas hari ‘H’, itu menandakan hasil panen padi ataupun hasil bumi lainnya tahun ini akan melimpah, dan sebaliknya.

Informasi tentang sedikitnya Nyale yang muncul pas acara puncak itu, saya dapat dari salah seorang pengunjung sewaktu hendak menuju lokasi penangkapan Nyale di Pantai Seger, pukul 3, Jum’at (17/2) dini hari.

Tanda-tandanya terlihat dari sejumlah warga  yang kembali pulang dengan sepeda motor dan mobil. Namun penulis belum yakin, karena kebanyakan yang pulang itu anak-anak muda yang hanya sekadar mencari hiburan di malam acara puncak Festival Pesona Bau Nyale.

Maklum acara tahunan ini pun tak bisa dipungkiri bukan sekadar mencari hiburan, pun menjadi ajang mencari kenalan bahkan jodoh antarmuda-mudi.

Akhirnya dari depan penginapan Sekar Wangi, tempat saya menginap yang berada tepat di seberang Pantai Kuta, sekitar 2 Km dari Pantai Seger, penulis didampingi Medianto, Staf Analisa Pasar Dinas Pariwisata (Dispar) NTB dan sopir rental car  bernama Ady menuju Pantai Seger.

Di perjalanan semakin banyak pengunjung yang pulang, dan beberapa di antaranya ada orang tua yang pulang sambil membawa Sorok atau alat penjaring Nyale.

“Kalau yang pulang orang tua yang membawa Sorok, itu tandanya memang tidak ada Nyale-nya. Sebab mereka ke sini benar-benar ingin Bau Nyale, bukan mencari ‘Nyale darat’ sebagaimana kebanyakan anak muda lajang,” kata Medianto.

Saya tetap belum yakin. Mobil pun terus melaju sampai depan lokasi parkir kendaraan pengunjung. Suasananya tetap sama, banyak pengunjung yang pulang sambil membawa Sorok.

Tepat di depan gerbang Hotel Novotel, Medianto pun bertanya kepada salah seorang pria setengah baya yang pulang sambil membawa Sorok. Dia bertanya dalam bahasa Sasak. “Kata bapak itu, dia pulang karena tidak ada Nyale yang muncul. Kalau ada pun cuma sedikiiiiit..,” ujar Medianto.

Mendengar penuturan bapak asli Sasak itu, akhirnya kami pun kembali ke penginapan untuk mengantisipasi terjebak kemacetan karena semakin banyak pengunjung yang pulang lewat jalur yang sama.

Pertanyaan mendasar pun muncul. Kenapa sampai Nyale tak sesuai alias meleset dari prediksi/perkiraaan para Mangku?

Sesuai informasi yang Travelplus Indonesia peroleh dari Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Loteng, H. Lalu M. Putria di kantornya di Praya, Ibukota Loteng, Kamis (16/2) siang, bahwa penentuan pelaksanaan Tradisi Bau Nyale itu tidak asal jadi.

Menurutnya terlebih dahulu diadakan sangkep warige atau semacam rapat acara penentuan hari ‘H’ Bau Nyale yang ditentukan oleh 4 mangku penjuru angin. Ada mangku ahli perbintangan, ahli angin, kelautan, dan lainnya.

Mangku adalah tokoh adat masyarakat yang memiliki kepandaian/keahlian tertentu dalam meramal atau menentukan pelaksanaaan Tradisi Bau Nyale.

Para Mangku tersebut, lanjut Lalu M. Putria mengelar sangkep warige untuk menentukan kapan tanggal 10 bulan 10 menurut Kalender Sasak yang menjadi hari pelaksanaan Tradisi Bau Nyale.

Disamping menggunakan ilmu/keahlian tertentu yang dimiliki para Mangku, mereka juga menggunakan tanda-tanda alam, seperti terlihatnya bintang, jamur, tanaman sebangsa perdu sudah berbunga, terdengrnya tengkerek, dan hujan angin yang terjadi selama 7 hari 7 mlam.

Hasil rapat sangkep warige kemudian dibawa ke rapat di kabupaten dengan pemda tingkat 1 provinsi untuk menentukan rundown acaranya.

Kata Lalu M. Putria acara Festival Pesona Bau Nyale 2017 ini terdiri atas pra acara, kegiatan inti (acara puncak), dan acara pasca-Bau Nyale.

Pra Festival Pesona Bau Nyale 2017 sudah terselenggara sejak tanggal 30 Januari dengan acara pemilihan Putri Mandalika yang dikuti 152 orang, kemudian disaring menjadi 10 besar (finalis) lalu diumumkan pemenangnya pada acara puncak (17/2) di Pantai Seger.

Selain itu ada Preserean, Lomba Surfing, Volly Pantai, Gendang Beleq, dan kesenian musik khas Sasak, Cilokaq. Paginya sebelumnya malam acara puncak, ada acara Belancaran di Pantai Seger.

Malam acara puncak atau intinya, berlangsung setelah acara makan bersama dengan para pejabat dari Kementerian Pariwisata (Kemenpar) yang mendukung festival ini, antara lain Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusaatara Esthy Reko Astuty, Asdep-nya Raseno Arya, dan Kabid Promosi Wisata Budaya Wawan Gunawan.

Tak ketinggalan beberapa pejabat dari Pemprov NTB seperti Wagub NTB dan Kadispar NTB, pejabat Loteng antara lain Wakil Bupati Loteng dan Kadisparbud Loteng yang menjadi tuan rumah serta para tamu undangan yang kemudian dilanjutkan dengan jumpa pers dengan sejumlah media.

Acara puncaknya berlangsung di sebuah panggung besar yang bertuliskan “Pesona Bau Nyale 2017”dengan dipandu dua orang MC pria dan wanita.

Isi acaranya berupa pementasan seni-seni tradisional seperti tari-tarian, Wayang ulit Sasak, Sketsa Putri Mandalika dan Drama Kolosal tentang Legenda Putri Mandalika, dan ditutup dengan Nede Rahayu atau doa bersama memohon keselamatan para pengunjung yang hadir dan seluruh manusia sejagad raya. Setelah itu ribuan warga termasuk pengunjung turun ke Pantai Seger untuk menangkap Nyale.

Berdasarkan pantauan Travelplus Indonesia, ribuan orang berbondong-bondong ke lokasi acara, melewati jembatan yang terbuat dari bambu dan papan kayu, yang membentang melintasi aliaran muara yang mengering.

Setibanya di lokasi acara, lautan manusia sekitar puluah ribu sudah memenuhi lapangan di depan panggung bahkan banyak yang menyaksikan acara dari Bukit Seger dan beberapa bukit lainnya. Ada yang menggelar tikar dan tak sedikit yang memasang tenda dome.

Beberapa aparat keamanan seperti dari kepolisian dan TNI juga terlihat berjaga-jaga di ujung jembatan.

Sejumlah pedagang makanan mulai dari jagung bakar, bakso, sate, mie ayam, nasi goreng, aneka minuman, pedagang buah, aksesoris, baju, dan  sampai pedagang Sorok memadati lokasi acara bercampur dengan ribuan pengunjung.

“Om ini Sorok-nya cuma sepuluh ribu rupiah, buat nyaring Nyale,” kata seorang ibu muda berhijab, yang menawarkan Sorok dagangannya.

Travelplus Indonesia mengamati Tradisi Bau Nyale menjadi ladang emas bagi sejumlah pedagang makanan, minuman dan lainnya. Harganya pun ikut-ikutan melonjak, naik dua kali lipat selama acara puncak Bau Nyale berlangsung.

“Tadi saya makan bakso semangkok 25 ribu rupiah. Padahal bisanya cuma belas ribu semangkok,” ujar Ady.

Kehadiran dua mini market di kawasan Pantai Kuta tak jauh dari Pantai Seger, tak bisa dipungkiri mengurangi pendapatan para pedagang kecil tersebut. Lantaran banyak pengunjung yang membeli makanan dan minuman sebagai bekal untuk menyaksikan acara puncak Festival Festival Bau Nyale 2017 hingga ujung acara yakni menangkap cacing laut.

Sayangnya, Nyale yang didamba-dambakan pas acara puncak Festival Pesona Bau Nyale 2017 jumlahnya amat sedikit, dibanding tahun lalu.

Lalu M. Putria pun menampik kalau tanggal acara puncak Festival Pesona Bau Nyale tahun ini meleset mengingat Nyale yang muncul sedikit. Menurutnya Kalendar Sasak itu hanya terdiri 10 bulan dalam setahun. Jadi agak sulit bila disesuaikan dengan Kalendar Masehi/Nasional.

Tradisi Bau Nyale, sambungnya memang setiap tahun terjadi antara bulan Februari sampai Maret. Oleh karena itu para mangku menentukan tanggal Bau Nyale Tunggal (awal), Bau Nyale Putu (akhir), dan tanggalnya bisa berbeda-beda setiap tahunnya.


Berdasarkan informasi dari warga, antara lain Putri, Ady, dan diperkuat staf Dispar NTB, sebenarnya kemunculan Nyale dalam jumlah besar terjadi sejak tanggal 15 dan 16 Februari.

Buktinya saat acara Lomba Memasak Ikan yang berlangsung di Kantor Bupati, di Kota Praya, Kamis (16/2) pagi sebelum acara Parade Budaya dan acara inti Festival Pesona Bau Nyale 2017, beberapa pesertanya juga menyuguhkan olahan masakan dari Nyale.

“Ini Pepes Nyale dan Nyale Goreng Om dari hasil Nyale tangkapan hari Rabu (15/2) dan Kamis (16/2),” kata Putri, salah seorang peserta lomba memasak yang berasal dari Desa Kuta, tak jauh dari Pantai Kuta, kawasan Mandalika, Loteng.

Hal senada juga diucapkan Ady. “Saya kemarin sempat dapat Nyale banyak pada tanggal 15 dan 16 Februari,” ungkap pria Sasak asli Desa Sengkol, Loteng yang juga mengaku melahap Nyale hasil tangkapannya tanpa diolah terlebih dulu.

“Nyale, bagus untuk menambah vitalitas pria dan bikin gagah apalagi kalau dimakan mentah. Kalau buat cewek bisa bertambah cantik seperti Putri Mandalika dan awet muda,” ujarnya seraya tertawa.

Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)

0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP