. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Senin, 23 Januari 2017

Membingkai Kebhinekaan Lewat Karnaval Budaya Grebeg Sudiro 2017

Grebeg merupakan sebuah tradisi khas Jawa untuk menyambut hari-hari spesial seperti Mulud (kelahiran Nabi Muhammad), Syawal (Lebaran/Hari Raya Idul Fitri), Idul Adha (Hari Raya Qurban), dan Suro (Tahun Baru Jawa) yang biasa digelar di Jogja dan Solo.

Sebenarnya masih ada satu lagi yakni Grebeg Sudiro, sebagai  bentuk perayaan ungkapan keharmonisan yang sudah terjadi sekian lama antara etnis keturunan Tionghoa dengan pribumi Jawa. Grebeg tersebut digelar setiap tahun di Kota Solo, Jawa Tengah.

Grebeg Sudiro tahun ini yang berlabel Karnaval Budaya Grebeg Sudiro 2017 baru saja sukses digelar di kawasan Kota Gede, Solo, Minggu (22/1).

Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya dalam pointer sambutan yang diberikan Travelplus Indonesia lewat Kepala Bidang (Kabid) Wisata Budaya, Kementerian Pariwisata (Kemenpar), Wawan Gunawan berharap Gerebeg Sudiro juga bermanfaat kedepannya untuk pengembangan pariwisata, khususnya Kota Solo.

Arief pun berharap even budaya ini bisa berkesinambungan sehingga memperkuat branding Solo sebagai Kota Budaya dan Pariwisata. “Melalui pergelaran even-even budaya diharapkan dalam dimensi ideal (spirit of the national) mampu meningkatkan nasionalisme dan pluralism,” ujarnya.

Selanjutnya dalam dimensi budaya dan kepariwisataan daerah, pagelaran even-even (atraksi) budaya seperti ini, lanjut Arief diharapkan dapat memberdayakan budaya lokal sekaligus mempunyai kontribusi untuk meningkatkan kunjungan wisatawan dan kesejahteraan masyarakat.

Menurut Arief Yahya even budaya menjadi salah satu andalan Solo dalam menjaring wisatawan. Namun sayangnya untuk kunjungan wisatwan mancanegara (wisman) justru mengalami penurunan lewat pintu masuk Bandara Adi Sumarmo pada tahun lalu. “Pada tahun 2015, jumlah wisatawan adalah 7.244 orang, sedangkan pada tahun 2016 hanya sejumlah 5.946 orang,” ungkapnya.

Melihat Grebeg Sudiro yang rutin digelar setiap tahun dan mampu menjaring wisatawan, Pemerintah Pusat pun terdorong untuk memberi dukungan. Kata Wawan Gunawan, dukungan yang diberikan Kemenpar dalam bentuk promosi dan publikasi. “Adapun bahan-bahan promosinya berupa baliho, umbul-umbul, roll banner, standing banner, dan spanduk,” terangnya.

Grebeg Sudiro yang digagas masyarakat etnis Jawa dan Tionghoa di Solo ini, sambung Wawan juga difasilitasi oleh Lembaga Kemasyarakatan di Sudiroprajan, Pemerintah Kota Solo, dan Pasar Gede.

Even budaya ini, menurutnya bertujuan untuk menjunjung nasionalisme, kebhinekaan, dan integrasi sosial khususnya di Surakarta, mensinergikan potensi budaya Jawa dan Tionghoa, serta mendukung program-program Kota Surakarta sebagai Kota Budaya dan Pariwisata. “Oleh karena itu even ini mengangkat tema Pesona Budaya dalam Warna Kebhinnekaan,” ujar Wawan lagi.

Berdasarkan foto-foto di akun Instagram @event.solo dan @solo_saiki, terlihat Grebeg Sudiro kali ini begitu semarak, terlebih digelar dalam menyambut Festival Imlek 2017.

Sejumlah kelompok/padepokan turut meramaikan karnavalnya. Peserta karnaval dari Padepokan Keris Brojobuwono, misalnya berhasil menyita perhatian pengunjung.

Sesuai namanya, mereka berasal dari padepokan atau kompleks tempat pembuatan keris sekaligus musium keris yang didirikan Bambang Gunawan dan Basuki Teguh Yuwono pada tahun 1999 di Wonosari, Gondangrejo, Karanganyar.

Peserta dari padepokan ini semuanya laki-laki dewasa yang bertelanjang dada. Hanya mengenakan kain putih sebagai sarung dan ikat kepala dari kain putih. Sepintas seperti para sufi.

Mereka berjalan tanpa alas kaki, beberapa di antaranya menggotong gunungan berbentuk kerucut yang terbuat dari aneka sayur dan buah seperti jagung, terong, pare, wortel, kacang panjang, buah naga, dan nanas di pucuk gunungan tersebut.

Peserta karnaval lainnya yang juga membetot perhatian pengunjung adalah para penari yang berpakaian dari bulu, mulai dari topeng, penutup alat vital, penutup bagian dada sampai gelang kaki terbuat dari bulu ayam. Mereka semuanya pria dewasa yang menari, sambil membawa tombak masing-masing.


Peserta karnaval yang membawakan atraksi sembur api diiringi musik gamelan juga menyita perhatian pengunjung yang sebagian di antaranya menonton sambil membawa payung karena hujan turun.

Begitupun peserta karnaval drumband, terutama saat seorang pria dewasa berdiri di atas dua buah alat perkusi band yang dipegang 2 rekannya yang juga laki-laki sambil menempatkan alat perkusi di kepalanya.

Secara keseluruhan meskipun hujan mengguyur, Karnaval Budaya Grebeg Sudiro 2017 berjalan lancar dan berhasil menghibur pengunjung, baik itu warga Kota Solo dan sekitarnya maupun wisatawan nusantara keturunan Tionghoa dari berbagai daerah di luar Jawa.

Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)
Foto: @solo_saiki & @event.solo

0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP