Berkunjung ke Objek-Objek Wisata ini Bikin Melek Gempa dan Tsunami
Indonesia punya beberapa objek wisata terkait gempa dan tsunami. Ada yang berbentuk museum, monumen, bermacam bangunan sisa kedasyatan bencana, dan lainnya. Objek-objek tersebut dibangun dengan tujuan mengenang, mencatat jumlah korban sekaligus memberi wawasan pengetahuan agar masyarakat dan wisatawan semakin melek gempa dan tsunami.
Museum dan Monumen Gempa di Kota Padang dibangun untuk mengingatkan kejadi gempa berkekuatan 7,9 SRr yang meluluhlantahkan Kota Padang dan sejumlah daerah lain pada 30 September 2009 silam hingga menyebabkan 1.117 nyawa melayang.
Monumen Gempa diresmikan Pemkot Padang pada 30 September 2010 bersamaan dengan peresmian Museum Gempa.
Objek-objek wisata gempa dan tsunami umumnya berada di daerah/kota yang pernah atau kerap dilanda bencana tersebut.
Contohnya di Kota Sigli, Kabupaten Pidie, Aceh yang berjarak sekitar 112 Km di sebelah Timur Banda Aceh.
Di sana terdapat monumen dan museum tsunami yang didirikan usai Aceh termasuk Kota Sigli diguncang gempa disusul tsunami maha dasyat pada 24 Desember 2004 silam.
Monumen dan Museum Tsunami tersebut berada dekat dengan Alun-Alun Kota Sigli dan berseberangan dengan Pendopo Bupati.
Meskipun tidak sebesar dan semegah Museum Tsunami di Banda Aceh, namun museum ini memiliki kekhasan tersendiri dengan adanya monumen berupa sebuah bola dunia berwarna emas.
Selain itu ada ayat-ayat suci Al-Quran berwarna kuning keemasan yang terukir indah di dinding berwarna marmer hitam.
Di sebelah kanan monumen tersebut terdapat sebuah lorong. Di dinding-dinding lorong tersebut terpatri nama-nama korban tsunami yang meninggal dunia, khususnya di Kota Sigli, Kabupaten Pidie, dan sekitarnya yang jumlahnya mencapai 120 ribu orang. Di dalam museumnya terdapat banyak gambar, foto, dan peta terkait gempa dan tsunami tersebut.
Awalnya Museum dan Monumen Tsunami ini dibangun untuk memperingati korban bencana tersebut setiap tahun, namun belakangan menarik perhatian orang hingga menjadi daya tarik wisata di Kota Sigli.
Disamping wisatawan dari berbagai daerah dan kota, museum ini juga kerap dikunjungi para pelajar sebagai objek wisata belajar.
Kelebihan lain Museum dan Monumen Tsunami ini berada dekat Taman Siliwangi yang diteduhi pohon cemara dan tak jauh dari Bineh Laot (pingir laut) Sigli.
'Usai melihat dan berfoto di museum dan monumen ini, biasanya pengunjung berwisata kuliner di Taman Siliwangi atau di sekitar pantai, mencicipi Lincah atau rujak Aceh, mie, dan kopi Aceh.
Sambil menikmati beragam kuliner di sana, pengunjung bisa berbincang dengan pedagangnya. Beberapa pedagangnya merupakan korban gempa dan tsunami 2004 silam yang selamat.
Kota Sigli merupakan Ibukota Kabupaten Pidie. Kabupaten ini bertetangga dengan Kabupaten Pidie Jaya (Pijay) yang pada hari Rabu (7/12/2016) pagi diguncang gempa berkekuatan 6,5 Skala Rechter (SR) hingga menelan korban 100 orang lebih, merusak sejumlah masjid dan mushola, ruko, rumah dan lainnya.
Saat berkunjung ke Museum dan Monumen Tsunami di Kota Sigli ini, penulis sendiri merasakan betapa dasyatnya bencana gempa dan tsunami yang terjadi saat itu. Apalagi setelah mendengar cerita beberapa pedagang di Taman Siliwangi dan pantai Kota Sigli saat bencana tersebut menimpa mereka.
Keberadaan Museum dan Monumen Tsunami tersebut, kini selain untuk bermanfaat meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bencana gempa bumi dan stunami, pun menjadi daya tarik wisata tersendiri bagi Kota Sigli.
Masih di Aceh, tepatnya di Banda Aceh juga terdapat Musuem Tsunami berukuran besar dan artistik yang didirikan dengan biaya Rp 140 miliar.
Museum tersebut dibangun oleh BRR NAD-NIAS setelah perlombaan desain yang dimenangkan M. Ridwan Kamil, dosen ITB yang kini menjabat sebagai Walikota Bandung, Jawa Barat.
Arsitektur museum ini kalau dilihat dari atas seperti gelombang tsunami. Sedangkan dari dari samping (bawah) menyerupai kapal penyelamat dengan geladak yang luas sebagai escape building.
Di dalam bangunannya ada lorong gelap gelombang tsunami dengan ketinggian 40 meter ditambah efek air jatuh.
Selepas lorong itu, ada puluhan standing screen menyajikan foto-foto akibat tsunami.
Selanjutnya ada ruang “Fighting Room” yang kerap disebut juga The Light of God. Ruangan ini berbentuk seperti cerobong dengan tulisan Allah dibagian puncaknya.
Lalu perjalanan memutar keluar dari cerobong tersebut menuju Jembatan Harapan (Hope Bridge).
Setibanya di jembatan itu terlihat bendera 52 negara, yang telah membantu Aceh saat tertimpa musibah gempa dan tsunami.
Saat melewati jembatan ini seperti melewati air tsunami menuju ke tempat yang lebih tinggi.
Di ruang berikutnya khusus tempat pemutaran film tsunami berdurasi 15 menit mulai dari gempa, tsunami datang sampai saat pertolongan.
Berikutnya ruangan yang memajang sejumlah foto raksasa dan artefak tsunami antara lain foto jam Masjid Raya Baiturrahman yang jatuh dan mati pada saat gempa. Selain itu juga ada beberapa miniatur tentang tsunami.
Di lantai tiga museum ini terdapat beragam sarana pengetahuan gempa dan tsunami berbasis iptek. Ada sejarah dan potensi tsunami di seluruh titik bumi, simulasi gempa, dan lainnya.
Museum yang berada di Jalan Sutan Iskandar Muda, Banda Aceh ini buka setiap Senin s/d Minggu mulai pukul 09.00 s/d 12.00 WIB dan buka kembali 14.00s/d16.30 WIB. Hari Jumat tutup.
Sama seperti Museum dan Monumen Tsunami di Kota Sigli, Museum Tsunami di Banda Aceh ini pun gratis alias tidak dipungut tiket masuk pengunjung.
Objek wisata terkait gempa lainnya masih di pulau Sumatera, ada di Kota Padang, Sumatera Barat. Namanya Museum Gempa dan Monumen atau Tugu Gempa.
Museum Gempa di Kota Padang kini berada dekat Museum Adityawarman sejak pertengahan Januari 2016 atau dekat dengan Monumen atau Tugu Gempa.
Sebelumnya museum ini menempati lantai dua gedung Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM).
Meskipun bergabung dengan museum tingkat provinsi, namun Museum Gempa tetap masuk dalam lingkup Kota Padang.
Museum dan Monumen Gempa di Kota Padang dibangun untuk mengingatkan kejadi gempa berkekuatan 7,9 SRr yang meluluhlantahkan Kota Padang dan sejumlah daerah lain pada 30 September 2009 silam hingga menyebabkan 1.117 nyawa melayang.
Monumen Gempa diresmikan Pemkot Padang pada 30 September 2010 bersamaan dengan peresmian Museum Gempa.
Di bagian tengah monumen terdapat batu marmer yang ditandatangani oleh Andreas Sofiandi sebagai ketua Himpunan Bersatu Teguh sebagai pemrakasa dan tanda tangan Dr H Fauzi Bahar MSI sebagai walikota pada saat itu.
Di atas tanda tangan itu terdapat dua mata menangis dan di bawah relief terlihat suasana gempa.
Di belakang prasasati yang bertanda tangan ini terdapat 4 buah tugu yang berisi puisi yang ditulis oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Gamawan Fauzi, Junaidi Perwata, dan Fauzi Bahar.
Di depan tugu itu terdapat tugu lainnya yang berisikan nama-nama korban gempa asal kota Padang sebanyak 393 nama.
Monumen Gempa ini ramai dikunjungi keluarga yang anggota keluarganya meninggal pada peristiwa gempa 30 September 2009 silam.
Belakangan, monumen ini juga menarik minat para wisatawan dari berbagai daerah di Indonesia.
Setiap sore hingga malam, monuemen ini ramai pengunjung dan pedagang aneka makakn dan minuman. Boleh di bilang Monumen Gempa sudah menjadi tempat nongkrang muda-mudi kedua di Kota Padang selain Pantai Padang atau Tapi Lauik (Taplau).
Di Jawa, juga ada objek wisata terkait gempa. Namanya Museum Gempa Prof. DR. Sarwidi yang berlokasi di tempat wisata Kaliurang, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Museum ini lengkapi dengan alat peraga, film, dan kejadian-kejadian gempa bumi yang pernah terjadi di Indonesia dengan teknologi maju, dan permainan simulasi gempa sehingga pengunjung museum bisa mengikuti simulasi untuk ikut merasakan gempa tersebut.
Museum yang dibangun usai Yogyakarta dan Jawa Tengah dihantam gempa pada 27 Mei 2006 silam ini juga terpadu dengan objek wisata.
Penulis menilai, keberadaan sejumlah museum dan monumen terkait gempa dan tsunami ini sangat bermanfaat bagi masyarakat dan wisatawan karena dapat mengakrabkan diri dengan gempa dan tsunami sehingga ketika nanti terjadi lagi bencana serupa, bisa lebih paham bagaimana menyelamatkan diri.
Keberadaan museum dan monumen tersebut pun membuat masyarakat semakin melek bahwa negara kita merupakan negara rawan bencana terutama gempa dan tsunami.
Objek-objek tersebut pun mampu membuka sudut pandang berbeda, bahwa gempa pun harus dilihat dari sisi positifnya.
Lewat museum dan monumen tersebut masyarakat jadi semakin sadar bahwa gempa merupakan salah satu cara bumi melepaskan diri energinya.
Seperti kata Prof. Sarwidi, pakar gempa UII yang mendirikan Museum Gempa Prof. DR. Sarwidi tersbut, tanpa gempa kemungkinan bumi ini bisa meledak dan bumi ini tidak bisa dihuni lagi. “Jadi gempa itu tugasnya mulia, menyelamatkan bumi," ungkapnya.
Di dalam museum ini juga ada sebuah pengujian mengenai rumah yang tahan gempa atau tidak. Nama alatnya Simutaga (Simulasi Ketahanan Gempa). Hasilnya bangunan yang tahan gempa masih berdiri dengan kokoh, sementara yang tidak tahan terhadap gempa hancur.
Dari situ bisa dipetik pelajaran lain bahwa penyebab kerusakan bangunan bukan dari seberapa besar Skala Richter gempa itu, melainkan seberapa ramah bangunan itu terhadap gempa.
Mengingat beberapa wilayah Indonesia rawan gempa, sudah semestinya bangunannya (rumah, tempat ibadah, ruko, dan kantor) termasuk fasilitas/sarana wisata harus ramah gempa agar tidak menelan korban dalam jumlah besar seperti yang terjadi di Pidie Jaya baru-baru ini.
Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)
Foto: adji, dok museum gempa prof Sarwidi & kemendikbud
0 komentar:
Posting Komentar