. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Kamis, 18 Agustus 2016

19 Cara ini Harus Dilakukan Lampung Jika Ingin Festival Krakatau-nya Naik Kelas

Pemkab Lampung kembali menggelar Festival Krakatau tahun ini dengan dukungan dari Kementerian Pariwisata (Kemenpar). Sayangnya (lagi-lagi) pelaksanaan even paduan pesona budaya, alam, dan buatan tahunan ini tidak juga belajar dari kelemahan/kekurangan pelaksanaan festival-festival sebelumnya. Bisa dibilang belum profesional meskipun konon kabarnya sudah pakai event organizer yang diklaim cukup besar dan cukup piawai menangani sebuah even.

Kenapa TravelPlusIndonesia bilang begitu, salah satu buktinya, jumpa pers Festival Krakatau tahun ini saja diadakan terlalu mepet dengan hari “H”. Waktu pelaksanaan Festival Krakatau 2016 ini tanggal 24-28 Agustus mendatang, eh jumpa pers-nya digelar 18 Agustus.

Semestinya dan idealnya even ini sudah di-launching tahun lalu, kemudian jumpa pers tingkat nasionalnya (di Jakarta dengan mengundang sebanyak mungkin jurnalis/ blogger yang loyal meliput/menulis/menayangklan/menyebarluaskan pariwisata) itu minimal 2 bulan sebelum Hari “H”.

Kenapa begitu, apa gunanya? Ya banyak, selain untuk memberi kesempatan para travel agent dan indie travel men-survey, membuat/mengemas, dan menyebarluasakan (menjual) paket wisata terkait Festival Krakatau, pun memberi rentang waktu yang cukup bagi calon wisatawan untuk menabung dan menjadualkan waktu untuk berkunjung menyaksikan festival tersebut. Sedangkan manfaat bagi panitia, waktu persiapan dan progress-nya bisa lebih terlihat.

Dalam jumpa pers Festival Krakatau 2016 di Gedung Sapta Pesona, kantor Kemenpar, Jakarta, Kamis (18/8), Gubernur Lampung M. Ridho Ficardo sangat berharap even ini bisa naik kelas menjadi even berskala internasional.

Entah kenapa harapan yang dilontarkan Ridho yang pernah mendapat predikat sebagai gubernur termuda di Indonesia itu (dan kini masih berusia 36 tahun), tidak membuat saya salut tapi justru heran. Rupanya bukan saya saja yang begitu, beberapa wartawan lain merasakan serupa.

Kenapa heran? Ya bayangkan Festival Krakatau 2016 ini menurut Ridho merupakan even yang ke 26 kali. Saya ulangi lagi ke-26 kali (maaf pake huruf tebal, biar lebih jelas, dan tahu maksudnya).

Seandainya even tersebut tahun ini baru yang kedua atau yang ketiga, rasanya wajar  bila ingin naik kelas menjadi even berskala internasional tahun depan. Tapi ini sudah ke 26 kali.  Lalu kemana saja dan ngapain aja selama even ke-2 hingga ke-25??? (Baiklah, soal itu nanti dikupas di tulisan lain).

Sekarang sebaiknya kita menatap ke depan, kita bicara bagaimana supaya harapan Ridho sebagai Orang Nomor Satu di provinsi yang terkenal dengan gajah, kain tapis, keripik pisang, kopi luwak, pempek, dan Gunung Anak Krakatau ini bisa tercapai, yakni menginginkan Festival Krakatau tahun depan naik kelas, dari yang berskala Nasional (ini pun belum benar-benar Nasional) meningkat ke tahap global.

Ridho patut didukung karena tampaknya dia punya respon, perhatian, dan energi yang cukup baik terhadap sektor pariwisata dibanding pendahu-pendahulunya.

Berdasarkan pengamatan dan pengalaman TravelPlusIndonesia melihat langsung dan meliput kegiatan festival terkait wisata dan budaya selama puluhan tahun, ada banyak cara yang harus dilakukan Lampung jika ingin Festival Krakatau-nya naik derajat. TravelPlusIndonesia mengumpulkan sekurangnya ada 19 cara.

1. Bentuk panitia Festival Krakatau yang profesional (di dalamnya minimal ada unsur pemerintah baik itu pemkab maupun pemerintah pusat dalam hal ini Kemenpar, akademisi, media, industri wisata, event organizer, dan lainnya. Intinya minimal pentahelix terpenuhi).

2. Khusus event organizer (EO), pilih yang punya konsep dan kinerja kerja yang sudah terbukti baik. EO-nya melek dan respek terhadap pentingnya publikasi dengan kata lain mau mengandeng jurnalis/blogger yang loyal di bidang pariwisata untuk mempubilkasikan festival tersebut. Bukan EO abal-abal, bukan EO yang hanya berprinsip yang penting dapat ‘proyek’.

Lakukan proses bidding (tender) yang profesional dan terbuka. EO itu bukan dipilih karena owner-nya misalnya orang Lampung (KKN atas embel-embel sesama daerah), bukan karena murah, bukan karena pimpinan-nya bisa diajak ‘kompromi’ alias bisa bagi-bagi ‘jatah’, atau asal paling tidak/minimal bos dan panitia inti ‘kecipratan’ dibelikan oleh-oleh, dan sebagainya.

Ingat, bukan dan bukan karena itu semua! Jika itu yang terjadi, festival ini dan festival apapun itu bisa BERANTAKAN terus. Bagimanapun EO berperan penting terhadap suksek-tidaknya even ini.

3. Waktu dan tempat pelaksanaan harus tetap, kontinyu, dan konsisten. Kalau berubah-ubah, pihak industri baik itu sponsor, akomodasi, dan terutama agen perjalanan baik itu travel agnet/indie travel serta calon wisatawan akan protes karena bingung dan dirugikan.

4. Perbaiki kemasan festival, pilih acara-acara yang berkualitas internasional (ingin bukan lagi kelas Nasional apalagi lokal). Acara yang sudah ada dan memang baik harus dipertahankan dan dikemas dalam kemasan world class.

5. Kuatkan karakter lokal namun ingat harus memukau dunia. Jangan sampai menampilkan atau mengutamakan yang bukan budaya lokal. Misalnya kalau menampilkan lagu dan musik ya sebaiknya lagu dan musik khas Lampung ditambah musik Indonesia. Kalau menyuguhkan tarian, ya tarian tradisonal Lampung namun kemasannya harus menawan.

Kalau ingin menampilkan sendratari kolosal, drama musikal, operet dan sebagainya, ya harus bermuatan budaya lokal namun kemasannya bertaraf dunia bukan asal-asalan, bukan lokalan.

Sound system-nya harus diperhatikan, tata panggung, dan lighting-nya juga kudu spektakuler. Tak ketinggalan koreografi-nya harus menarik, unik, dan wah. Untuk itu harus menggunakan koreografer Indonesia yang sudah diakui dunia.

6. Festival ini harus sudah siap dikalenderkan setahun sebelumnya. Misalnya kalau mau membuat Festival Krakatau 2017, maka akhir 2016 atau minimal awal 2017 sudah terjadual di calender of event, termasuk tanggal dan tempatnya.

7. Harus menerapkan publikasi dan promosi POP (Pra, On & Post/Pasca) event, dalam bentuk launching, jumpa pers, dan press tour.

Jumpa pers tingkat nasional minimal 2 bulan sebelum pelaksanaan dengan tujuan memberitahukan kepada khalayak bahwa akan ada Festival Krakatau berikut tanggal dan waktu serta rangkaian acaranya, sebagaimana disinggung di atas.

Adakan press tour dengan membawa sebanyak mungkin jurnalis/blogger yang loyal seperti tersebut di atas, baik press tour pra event maupun on event.

Press tour pra event sebaiknya digelar minimal sebulan sebelum Hari H, tujuannya agar sebelum
festival berlangsung masyarakat sudah mendapat informasi objek-objek apa saja yang ada di Lampung terkait dengan festival tersebut, termasuk persiapan panitia. Atau diingatkan kembali bahwa tanggal sekian ada Festival Krakatau.

Press tour on event, ya hanya meliput kegiatan festival yang tengah berlangsung, ditambah kunjungan ke beberapa objek wisatanya.

8. Mengajak peran serta travel agent/indie travel untuk membuat bikin paket wisata khusus Festival Krakatau yang dirangkai dengan kunjungan ke objek wisata ke Gunung Anak Krakatau dan objek wisata lainnya sesuai paket yang dibuat.

9. Hilangkan imej tak sedap bahwa Lampung wilayah tukang begal. Tak bisa dipungkiri pemberitaan seputar kriminalitas pembegalan juga berdampak buruk bagi pariwisata Lampung. Padahal tidak semua wilayah Lampung begitu, hanya di beberapa tempat saja antara lain di Lampung Timur seperti diutarakan Ridho. Akibatnya banyak orang awam yang masih takut dan enggan berwisata ke Lampung akibat citra kurang aman tersebut.

Cara menghilangkan imej jelek itu, ya dengan melibatkan seluruh aparat keamanan terutama Polri kalau perlu TNI untuk membasi para pembegal, sekaligus terus memberikan sosialisasi Sadar Wisata Sapta Pesona ke tokoh-tokoh masyarakat mulai dari kecamatan, kelurahan, RT, keluarga, pelajar tingkat sekolah dasar sampai mahasiswa perguruan tinggi dan masyarakat umum lainnya.

10. Beri pelayanan memuaskan/yang terbaik (entah itu akomodasi, transportasi, aksebilitas, dan kemudahan mendapatkan kuliner, oleh-oleh, kerajinan tangan dengan harga terjangkau namun bagus dan variatif jenisnya).

11. Porsi kegiatan di Gunung Anak Krakatau harus ditambah. Kenapa? Karena gunung inilah yang menjadi kekuatan sekaligus karakter pembeda festival ini dibanding festival-festival lain. Jadi ingat bukan parade budayanya, bukan pamerannya, bukan bazaar kulinernya, bukan hiburannya, dan lainnya.

Festival Krakatau tanpa kunjungan ke gunung super aktif yang terus melambung tinggi itu, ya sama saja bohong alias NONSENE. Sebab jadi hilang ruh-nya, hilang karakternya.

Tour ke Krakatau selain diutamakan buat kalangan jurnalis dan blogger dengan harapan akan diliput/ditulis lalu disebarluaskan, pun sebaiknya juga mengangkut para tamu undangan terlebih duta besar, perwakilan dari sejumlah daerah di Tanah Air, travel agent/indie travel, dan wisatawan mancanegara, bahkan masyarakat agar festival ini terasa betul sebagai festivalnya rakyat juga, bukan festivalnya para pejabat dan pihak-pihak tertentu saja.

Intinya frekwensi Tour ke Krakataudalam festival ini harus ditambah, jangan cuma sekali. Sediakan beberapa kapal wisata yang memadai, aman, dan nyaman untuk mengangkut rombongan jurnalis/blogger, dan lainnya seperti tersebut di atas.

12. Saring/seleksi peserta parade pawai budaya terlebih dulu. Sebaiknya sebelum even, diadakan lomba di setiap kab/ kota. Siapa yang menang dialah yang berhak tampil di Festival Krakatau mewakili kabupaten/kotanya. Penilaiannya bisa dilihat dari kostum, kekompakan, keunikan, dan aksi yang ditampilkan oleh peserta parade/pawai budaya.

13. Belajar bagaimana panitia Pesta Kesenian Bali (PKB) di Bali mengemas sebuah pesta keseniannya yang berkelas dunia, termasuk bagaimana panitianya mengatur jalannya parade, dan menampilkan acara yang disuguhkan, yang semuanya serba memikat dan berkelas global.

Namun karena ini Festival Krakatau, tentu yang ditonjolkan harus tetap karakter budaya masyarakat Lampung. Hanya pengemasannya atau pengelolaannya saja yang patut dicontoh.

Contohnya petugas pengaman jalannya parade budaya, sebaiknya jangan menggunakan seragam polisi, satpol PP, hansip ataupun satpam. Selain tidak menarik dan amat biasa, juga memberi kesan seram/galak.

Sebaiknya mereka mengenakan pakaian adat khas Lampung atau badut berkarakter lokal Lampung seperti yang dilakukan oleh petugas kemananan PKB selama ini hingga memberi kesan jenaka, unik, dan akrab dengan pengunjung.

14. Libatkan peserta dalam (dari provinsi lain sebanyak mungkin) dan juga luar negeri. Namun harus tetap diseleksi agar tidak mengecewakan pengunjung.

15. Pameran yang digelar juga harus memikat, bukan sekadar tempelan acara. Stan-stan pamerannya harus menarik. Alangkah baiknya diadakan lomba stan terbaik dengan sejumlah hadiah, piala, dan trophy untuk memacu peserta tampil dengan stan yang menarik perhatian pengunjung.

Intinya jangan sampai stan pamerannya asal-asalan, kumuh, kotor, dan dibuat dengan bahan material asal jadi hingga kurang sedap dipandang.

16. Bazaar kuliner yang disuguhkan juga harus menarik secara penampilan, kebersihan terjaga (higenis), dan tentunya harus mengutamakan kuliner dan jajanan pasar tradisional, bukan makanan dan minuman modern atau dari daerah lain.

17. Lakukan evaluasi setelah pelaksanaan. Catat apa saja cacat-cacatnya, mana yang harus diperbaiki, dan mana yang harus ditambah agar festival tahun berikutnya lebih baik dan lebih baik lagi.

18. Lenyapkan pemikiran yang penting ada/punya Festival Krakatau, yang penting rutin digelar setiap tahun meskipun waktunya berubah-ubah, yang penting dapat ‘proyek”, dan yang penting blablabla...

Jika masih punya pemikiran seperti itu, sampai tahun keberapa pun Festival Krakatau tak akan naik kelas, bahkan mungkin justru turun kelas, kalah dengan festival-festival baru yang terus bermunculan di sejumlah daerah/provinsi lain.

19. Kemenpar harus lebih tegas lagi dalam memberi dukungan. Harus punya kriteria kuat pihak mana yang patut didukung dan mana yang tidak.

Jika Pemkab Lampung yang dipimpin Ridho saat ini atau siapapun nanti benar-benar serius ingin mengangkat derajat Festival Krakatau lebih tinggi dan lebih tinggi lagi, sebaiknya ya dibantu. Jika sama saja, apalagi semakin menurun kelasnya, sebaik DIPUTUS! Alihkan saja dukungan ke pihak/pemda lain yang lebih SERIUS.

Begitupun dengan panitia dan EO-nya. Jika panitianya dan EO-nya tidak becus alias gagal membuat Festival Krakatau ini naik kelas, sebaiknya jangan dipakai lagi. Panitianya harus diganti atau dirombak, dan EO-nya harus diganti yang baru lewat proses tender yang profesional dan terbuka.

Hal ini juga berlaku untuk even-even lain dan di daerah lain, sejauh itu masih ada hubungannya dengan Kemenpar.

Jika ke-19 cara itu diindahkan, TravelPlusIndonesia optimis, Festival Krakatau di Lampung tahun depan bisa benar-benar naik kelas.

Tidak usah menunggu berlama-lama hingga tahun-tahun berikutnya, tidak usah lagi banyak alasan karena infrastruktur kurang memadailah, SDM-nya terbataslah, dan blablabla... Wong, sudah 26 kali dengan tahun ini!

Semoga input ini bermanfaat bagi kebaikan Festival Krakatau di Lampung dan even-even lain di daerah lain, di seluruh Tanah Air, supaya kunjungan wisatawan baik lokal, nusantara maupun mancanegara terjaring lebih banyak lagi.

Dan akhirnya bermuara pada peningkatan perekonomian rakyat setempat sehingga kehidupannya lebih sejahtera. Amien Yaa Robbal Alamien.

Salam Lestari Budaya, Salam Pesona Indonesia.., Wondeeerrrfuuullll...

Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig:@adjitropis) Penulis: jurnalis/blogger & pemerhati pariwisata

Captions:
1. Salah satu wadah promo Festival Krakatau 2016
2. Penulis usai menuruni atap Gunung Anak Krakatau tahun 2005.

0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP