Susah Payah Demi Sepenggal Pesona Agung Kawah Galunggung
620 undakan menanjak itu akhirnya berhasil ditaklukan Eksan. Terpancar raut kepuasan bercampur keletihan di wajah pria bertubuh gemuk berusia 53 tahun ini, saat tiba di atap kawah Puncak Gunung Galunggung berketinggian 2.167 Mdpl di Desa Lingajati, Kecamatan Sukaratum, Kabupaten, Tasikmalaya, Jawa Barat, Sabtu (9/4) siang.
"Mungkin tadi ada 20 kali saya berhenti sejenak saat menapaki undakan menanjak cukup terjal itu," aku pria berstatus PNS di Kementerian Pariwisata (Kemenpar) ini.
Kasubbid Promosi Eko Wisata ini mengaku baru pertama kali menginjakkan kaki di bekas erupsi Gunung Galunggung yang pernah meletus hebat 1982 silam.
Kebetulan festival tahunan yang dirancang bertepatan dengan hari meletusnya Gunung Galunggung itu, mendapat dukungan Kemenpar untuk kali pertama tahun ini.
"Saya nggak nyangka bisa sampai di Kawah Galunggung ini. Senang walau dengan susah payah," aku Eksan didampingi Wasidik, karyawan casual Perhutani yang merangkap pemandu wisata di Kawasan Wisata Galunggung dan Kasubbid Promosi Wisata Petualangan, Kemenpar Suryanto, rekan Eksan yang biasa disapa Tole.
Selepas duduk di salah satu warung makanan kecil di tanggul puncak Kawah Galunggung, Eksan beranjak ke tepi kawah yang sejak tahun lalu dipagari tiga bentangan tali baja sepanjang 250 meter yang dibuat pihak Perhutani untuk mengamankan pengunjung agar tak terperosok ke dalam jurang kawah yang lingkaran atasnya berluas 42 hektar itu.
Air jernih dari kedua curug itu kemudian mengalir mengikuti kodratnya, membentuk sungai di dasar kawah dan akhirnya bermuara ke danau kawah.
Tentu yang paling jelas terlihat adalah dasar kawah Galunggung yang sebagian kecil luasnya berbentuk danau berair agak kehijauan.
Dulu, antara danau dan kawah terpisah, namun karena curahan air semakin banyak dari aliran kedua air terjun dan curahan hujan, membuat kawah tergenangi dan menyatu dengan danau sampai sekarang. Uniknya airnya tidak berbau belerang.
Kendati musim kemarau panjang, air danau kawah ini sama sekali tidak mengering. Bahkan sampai sekarang ada banyak ikan terutama mujair nila yang menghuninya.
Di tepi danau dasar kawah nampak tiga tenda domme berwarna-warni, milik para pendaki yang berkemah di gunung ini. Biasanya pendaki yang ingin berkemah di dasar kawah ini, harus turun melewati jalan berpasir di sebelah kanan atau lewat tangga undakan yang menurun.
Di ujung daratan dasar kawah terlihat Mushola Cahya Nur Iman yang dibangun oleh Irman, pemborong proyek terowongan air sepanjang 400 meter pada tahun 1997. Mushola itu dulunya kerap digunakan para pekerja proyek tersebut sebagai tempat untuk menunaikan ibadah solat lima waktu.
Setelah proyek yang mengalirkan air dari kedua air terjun ke pemukiman penduduk di kaki Galunggung selesai, mushola itu kadang dipakai olah para pegiat alam yang berkemah di dasar kawah.
Puas menikmati pemandangan dari atas puncak kawah, Eksan mengajak rekan-rekannya berfoto bersama berlatarbelakang kawah. Setelah itu dia berfoto bersama para driver yang tak mau disebut sopir, di tempat yang sama.
Selepas ber-narsis ria, Eksan turun gunung melewati jalur yang sama, menuruni undakan itu lagi. “Lebih ringan turun daripada naik,” ujarnya.
Siang yang bercuaca mendung itu, pengunjung yang datang ke atap kawah Galunggung, bukan cuma Eksan dan rekan-rekan kerjanya. Di salah satu warung lainnya ada kelompok mahasiswi Universitas Siliwangi (Unsil) Kota Tasikmalaya yang tengah bersantai sambal menikmati pemandangan.
Sejumlah anggota pramuka, kelompok anak muda, dan sejoli muda mudi serta beberapa keluarga kecil terlihat di sekitar tanggul atap Kawah Galunggung itu. Bahkan sewaktu meniti undakan, banyak orangtua yang membawa anak-anaknya ke kawah ini.
Namun dari sekian banyak pengunjung yang naik dan turun siang itu, tak ada satupun wisatawan mancanegara (wisman). Padahal menurut Jaja (43), salah seorang penduduk lokal yang berjualan di atap kawah Galunggung, sebelum krisis moneter (krismon) melanda Indonesia tahun 1988, gunung ini ramai didatangi tusir asing terutama dari Belanda.
"Kalau belakangan ini, turis bule jarang yang datang, paling ada beberapa dari Jerman, Amerika Serikat, dan Canada," terang Jaja.
Kadisparbud Kabupaten Tasikmalaya Nadjmudin Azis membenarkan kunjungan wisman ke Galunggung menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya. Namun menurutnya Galunggung masih menjadi salah satu objek wisata alam andalan Kabupaten Tasikmalaya, terutama kunjungan wisatawan nusantaranya (wisnus).
“Wisman yang ke Kabupaten Tasikmalaya belakangan ini, terutama dari Australia lebih banyak yang berkunjung ke Kampung Naga yang dihuni masyarakat adat, dibanding ke Galunggung, “ akunya.
Kepala Bidang Promosi Wisata Alam, Kemenpar Florida Pardosi yang biasa disapa Butet menilai Gunung Galunggung sebenarnya sudah punya nilai jual atau komersil tersendiri dari sejarah letusan dan panoramanya. Namun sayangnya belum ada paket wisata yang disinergikan dengan objek-objek wisata lain.
“Kalau cuma menjual Galunggung, kompetitornya sudah banyak. Ada Gunung Tangkuban Perahu dan Kawah Putih di Bandung, Gunung Papandayan di Garut, dan lainnya. Jadi harus dikombinasikan dengan objek lain yang justru tak ada di daerah lain. Misalnya Kabupaten Tasikmalaya punya Kampung Naga yang belakangan ini diminati turis asing. Nah, buat paketnya 3 H 2 Malam. Usai ke Kampung Naga lalu trekking ke Kawah Gaunggung, kemudian berendam di air panas,” imbau perempuan berpenampilan rada tomboy ini.
Selain paket wisata Galunggung yang belum ada, lanjut Butet tak bisa dipungkiri, akses ke gunung ini dari Jakarta misalnya, jarak tempuhnya lumayan jauh dan satu-satunya cara lewat darat dengan kondisi lalu-lintasnya yang semakin padat.
General Manager Wisata dan Lingkungan Perhutani Tri Lastono membenarkan lokasi Gunung Galunggung yang berada di tengah-tengah menjadi kendala tersendiri.
Untuk menjaring wisman, menurutnya memang perlu dibuat paket-paket wisata yang bukan hanya mendaki ke Kawah Galunggung tapi juga ke objek-objek wisata lain yang ada di Kabupaten Tasikmalaya.
Rencananya ke depan, lanjut Tri ada pihak investor yang akan membuat resort dan waterboom di Kawasan Wisata Galunggung.
Wasidik, yang kerap memandu wisatawan mengatakan tiket masuk ke Kawasan Wisata Galunggung sebesar 6.500 per orang. “Tiket tersebut dibagi tiga Rp 500 untuk asuransi, Rp 3.000 masuk ke kas Perhutanai, dan Rp 3.000 lagi masuk ke kas Pemkab Tasikmalaya,” terangnya.
Di Kawasan Wisata Galunggung selain tracking, camping, melihat pemandangan dari atap kawah, pengunjung juga bisa melakukan berbagai aktivitas alam lainnya seperti jelajah ke Wana Wisata Pemandian Alam Curug Panongan setinggi 7 meter dengan harga tiket masuk Rp 10 ribu per orang. Objek ini dikelola Perhutani.
“Di dalamnya ada bak rendam alami terbuka atau outdoor, pancuran air panas, bendungan, gazebo kecil untuk istirahat, ruang ganti, dan tolet,” terang Wasidik.
Selain itu ada pemandian air panas yang dikelola Pemkab Tasikmalaya dengan tiket masuk Rp 6.500 per orang. Di dalamnya ada kolam berenang untuk anak-anak sedalam 70 cm, dan kolam untuk orang dewasa sedalam 1,5 meter serta bak rendam air panas yang konon airnya dapat menyembuhkan berbagai penyakit kulit.
Sementara fasilitas yang ada di kawasan sebelum menapaki undakan menuju puncak Kawah Galunggung ada deretan warung makan, kios suvenir berupa kaos, asesoris gelang, dan kalung, serta muhola, toilet, juga parkir yang cukup luas.
Kata Wasidik, kapan saja Kawasan Wisata Galunggung bisa dan aman didatangi pengunjung. Tapi biasanya cuaca di atap Kawah Galunggung saat Desember hingga Februari sangat dingin dan kerap diterjang angin kencang.
“Bawa perlengkapan camping, jaket tebal, tenda, dan lainnya jika ingin bermalam di atas,” imbaunya.
Kendati puncak Kawah Galungung tak seberapa tingginya. Namun jangan anggap enteng, terutama mereka yang sudah jelang uzur, jarang berolahraga, dan tidak terbiasa mendaki medan menanjak. Buktinya Eksan dan beberapa rekannya mengaku gemetar kakinya, pegal-pegal, dan jalannya rada pincang usai menuruni kawah tersebut.
Oleh karena itu pengunjung disarankan berjalan dengan santai saja, jangan terburu-buru. Nikmati pendakian sambil melihat dan mengabadikan pemandangan, seraya tak lupa berucap syukur atas sepenggal pesona karya Sang Maha Agung, bekas eruspi Gunung Galunggung.
Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com)
0 komentar:
Posting Komentar