Ranggap Pisang 'Super' Primadona Galunggung, Pengobat 'Loyo' Pria
Kawasan Wisata Galunggung di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat bukan hanya menyimpan pesona kawah yang masih aktif dan digenangi air yang mendanau, serta sumber air panas, hutan, dan pemandangan menawan. Di dalamnya juga tumbuh pohon pisang yang buahnya berbeda dengan kebanyakan pisang pada umumnya dan dipercaya dapat mengembalikan ‘keloyoan’ pria.
Orang sana menyebutnya Pisang Ranggap atau Cau Ranggap. Kulitnya yang tebal dengan warna mencolok kuning kemerahan serta ukurannya yang lebih besar dari pisang kebanyakan, membuat pisang ini langsung mencuri perhatian banyak orang ketika pertama melihatnya.
Begitupun Travelplusindonesia saat meliput Festival Gebyar Pesona Wisata Gunung Galunggung 2016 yang diselenggarakan Pemkab Tasikmalaya dan didukung Kementerian Pariwisata (Kemenpar) di Lapangan Cipanas, Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya, selama dua hari, pas akhir pekan (9-10/4). Pisang Ranggap yang dijajakan Soleh (55) dalam keranjang yang dipikul, begitu menggoda mata.
“Dinamakan Cau Ranggap karena pisang ini mekar ke atas, seolah merdeka alias ranggap, kata urang Sunda,” jelas Soleh saat melayani Kasubbid Promosi Wisata Petualangan, Kemenpar Suryanto alias Tole yang tengah bertanya-bertanya sekaligus memotret pisang tersebut karena terpukau dengan warna dan ukurannya.
Bukan cuma Soleh yang menjual pisang ini, beberapa pedagang lainnya di deretan warung dekat areal parkir di sana juga menjualnya. Ada yang masih mentah seperti yang dijual Soleh, ada juga yang sudah digoreng.
Rata-rata pisang yang dijual para pedagang di sekitar Lapangan Cipanas, harganya Rp 3.000 per buah.
Lumayan murah kalau melihat dari ukurannya yang bisa mencapai setengah meter dan diameter hingga 7,5 centimeter dengan bobot sekitar setengah kilogram. Apalagi kalau dilihat dari kelangkaan dan manfaat pisang ini bagi kesehatan.
Menurut Soleh, masyarakat sekitar Gunung Galunggung mempercayai kalau Pisang Ranggap ini dapat menyembuhkan beberapa penyakit seperti rematik, ginjal, dan sakit pinggang. “Kalau habis makan Pisang Ranggap ini, air kencing kita jadi kuning warnanya. Kayak habis minum obat dan vitamain dari dokter,” kata Soleh.
Sewaktu penulis mencicipi dua buah pisang goreng ini di salah satu warung, tak lama kemudian pipis (buang air kecil), ternyata benar air seni berubah menjadi kuning seperti habis minum suplemen.
Selain itu, banyak juga orang yang yakin kalau pisang yang tumbuh di hutan-hutan kawasan Galunggung kemudian dibudidayakan oleh masyakat setempat di pekarangan rumah ini, dapat meningkatkan vitalitas pria.
“Pisang langka ini juga dapat menyembuhkan penyakit berbahaya seperti diabetes dan bahkan dipercaya dapat membangkitkan stamina pria yang loyo,” tambah Soleh.
Pedagang lainnya bernama Atik yang berjaulan di areal parkir, tak jauh dari undakan tangga menuju Kawah Galunggung menjelaskan bentuk Pohon Pisang Ranggap mirip dengan pohon pisang biasanya, namun lebih besar dan lebih tinggi serta terkesan lebih kokoh.
“Tandan pisangnya merekah ke atas, tidak menggantung ke samping seperti tandan pisang pada umumnya,” terang Atik yang memiliki beberapa Pohon Pisang Ranggap di halaman rumahnya di Kampung Gendong Nyungcung, kaki Gunung Galunggung.
Menurut Atik, satu Pohon Pisang Ranggap baru berbuah setelah berumur satu tahun dihitung dari masa tanamnya. “Kalau pohonnya bagus, bisa mencapai 100 buah per tandannya. Satu tandannya bisa 7 sampai 9 sisir,” tambahnya.
Keberadaan Pohon Pisang Ranggap, lanjut Atik mulai diketahui masyarakat sekitar tahun 1980-an, sebelum Gunung Galunggung meletus. “Buahnya jadi santapan lezat monyet di hutan,” ujarnya.
Pascaerupsi Galunggung, beberapa warga mulai mencoba membudidayakan pisang ini. Namun masih sebatas untuk konsumsi sendiri dan dijual di sekitar Kawasan Wisata Galunggung saja.
Melihat keunikan bentuk, manfaat, dan kelangkaan pisang ini, sudah semestinya pihak terkait dalam hal ini dinas pertanian Kabupaten Tasikmalaya melakukan pembudidayaan secara lebih serius dan maksimal, mengingat buah ini punya potensi untuk dijadikan sebagai agro wisata yang dapat mendatangkan kunjungan wisatawan ke Kabupaten Tasikmalaya, selain untuk dikonsumsi masyarakat luas bahkan untuk diekspor.
Kata Atik, pisang ini mengeluarkan getah bening yang lengket saat dipotong dari tandannya. Getah itulah yang menimbulkan sensasi gatal pada mulut bila dimakan langsung. Citra rasanya mirip seperti buah mangga.
Butuh dua sampai empat hari untuk membuat pisang ini lebih matang hingga dapat dimakan langsung. "Semakin matang, semakin lunak daging buahnya," ujarnya.
Selain bisa dimakan mentah, saat pisang suda masak, bisa juga digoreng dan dikukus. “Kalau mau digoreng, minimal satu hingga dua hari setelah pisang ini dipanen,” terang Atik.
Mendengar khasiat ‘plus’ Pisang Ranggap, Kasubbid Promosi Eko Wisata, Kemenpar, Eksan dan beberapa rekan lainnya jadi tertarik membelinya.
Awalnya Eksan membeli satu sisir Pisang Ranggap milik Atik usai turun dari Kawah Galunggung. Harganya Rp 5000 per buah, lebih mahal dibanding pisang yang dijual Soleh dan pedagang lainnya di Lapangan Cipanas. “Ukurannya lebih besar pak, dan bawanya dari bawah harus naik ojek sepeda motor juga,” aku Atik.
Karena dirasa kurang, Eksan kembali membeli pisang tersebut dalam jumlah besar dari salah satu pedagang di sekitar Lapangan Cipanas. Pisang itu kemudian dibagi-bagikan kepada rekan-rekannya termasuk beberapa sopir. “Nih supaya nggak loyo, nanti makan pisang ini,” ujar Eksan.
Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com)
0 komentar:
Posting Komentar