Sudah Saatnya Wayang Hijrah ke Pusat Kota
“Sumpah umur gue dah 20 tahun lebih, baru kali ini gue bisa lihat pementasan wayang secara langsung di tengah Jakarta,” begitu celetuk salah seorang dari puluhan anak muda yang tergabung dalam komunitas Sobat Budaya yang datang menyaksikan event SEMARAK WAYANG PESONA INDONESIA di Parkir Timur Senayan, Jakarta, Sabtu (26/3) malam. Celetukan itu pun dibalas kompak beberapa rekannya yang lain. “Samaaaa.., gue juga”.
Ungkapan spontan muda-mudi itu membuktikan bahwa pertunjukan wayang selama ini kurang menyentuh warga Ibukota terutama kaula mudanya. Wayang seakan berjarak dengan penghuni bangunan jangkung, perumahan padat di antara gedung-gedung menjulang, warga kompleks perumahan elit di Jakarta dan mungkin di kota-kota besar lain.
Wayang seolah bukan tontonan yang pas buat anak muda sehingga penyelenggaranya tak membidik pasar besar bernama kaula muda itu. Tak salah kiranya kalau akhirnya ada stigma wayang itu tontonan orang tua.
Melihat fenomena itulah, pemerintah dalam hal ini Kementerian Pariwisata (Kemenpar) menggelar SEMARAK WAYANG PESONA INDONESIA untuk kali pertama tahun ini.
Asisten Deputi (Asdep) Pengembangan Seqmen Pasar Bisnis & Pemerintah, Kemenpar Tazbir dalam sambutannya mengatakan event ini merupakan upaya serius Kemenpar mempromosikan pariwisata sekaligus branding pariwisata nusantara PESONA INDONESIA lewat pertunjukan seni budaya khususnya wayang.
“Event ini pun upaya untuk lebih mendekatkan wayang dengan masyarakat Ibukota Jakarta,” kata Tazbir yang membuka event tersebut mewakili Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya karena berhalangan hadir.
Tazbir menjelaskan wayang dipilih sebagai persembahan utama event ini karena sebenarnya wayang sudah dikenal masyarakat tapi dalam tanda petik. Ini dikarenakan lokasi pertunjukan wayang selama ini lebih sering di pinggiran atau di luar Jakarta.
“Jarang sekali ada pertunjukan wayang secara langsung atau live show di pusat Jakarta yang strategis. Event ini merupakan langkah awal yang baik untuk memperkenalkan pertunjukan wayang ke masyarakat perkotaan,” terang Tazbir.
Alasan ainnya wayang merupakan media efektif untuk pendidikan dan penyampaian pesan-pesan moral termasuk promosi pariwisata. “Diharapkan dengan menonton event ini, semakin banyak masyarakat yang sadar untuk lebih mengutamakan berwisata di dalam negerinya sendiri,” ujarnya.
Sebagai langkah untuk mendekatkan wayang ke generasi muda, sambung Tazbir, dalam event ini juga diundang para pelajar serta komunitas Sobat Budaya yang terdiri dari anak-anak muda belasan dan duapuluhan tahun. “Kita sepakat mengundang mereka (pelajar dan generasi muda-Red) karena mereka juga menjadi bagian dari pelestari budaya Indonesia ini,” tambah Tazbir lagi.
Tazbir berharap kedepannya antusias generasi muda menonton pertunjukan wayang seantusias ketika mereka menonton konser musik secara langsung.
Bagaimana caranya? Salah satunya dengan memperbanyak pertunjukan wayang di kota-kota besar dengan mengundang pelajar dan komunitas anak muda lainnya. Tak ketinggalan kemasan wayang yang tampil harus mengikuti paling tidak memahami kesukaan atau tren anak muda sekarang.
Pengamat dramaturgi teater pewayangan Indonesia, Arthur S. Nalan setuju dengan apa yang dikatakan Tazbir. “Saya berharap event seperti ini sering-sering digelar minimal setahun sekali di kota-kota besar lain di Indonesia secara bergantian,” imbaunya.
Event SEMARAK WAYANG PESONA INDONESIA 2016 yang dikemas cukup apik oleh Inke Maris selaku event organizer (EO) ini menampilkan 4 wayang kontemporer yakni Wayang Golek Mursidin Banten yang tampil di sesi workshop pada jelang sore. Lalu di sesi pertunjukan yang dimulai pukul 8 malam usai pembukaan, ada Wayang Ajen, Wayang kulit Langen Budaya Indramayu, dan Wayang Kulit Tuton Jawa.
Penampil pertama Wayang Ajen selama kurang lebih 2 jam mulai pukul 8 sampai dengan 10 malam. Wayang golek dan kulit yang didalangi Wawan Gunawan asal Ciamis yang akrab disapa Kang Wawan ini berhasil membetot perhatian sekaligus menghibur masyarakat Ibukota termasuk kaula muda.
Dalang lulusan S-3 Kajian Budaya Pariwisata FIB UNPAD Bandung tahun 2015 yang sudah memboyong grup wayangnya mentas di 50 negara ini, menyelipkan berbagai kasus terkini yang banyak disiarkan media massa dan media sosial (medsos) di awal dalangannya, mulai dari kasus penyanyi dangdut Zaskia Gotik perihal ‘bebek nungging’, bupati yang terjerat narkoba, kopi sianida hingga soal LGBT dengan guyonan segar khas candaan anak muda.
“LGBT kata urang Sunda itu teh Leupet, Gehu, Bala-Bala, dan Tempe,” ujarnya hingga membuat penonton tertawa.
Selepas menceritakan lokon utamanya yang bertajuk Satria Panji Nusantara dengan suguhan multimedia di belakang layar, permainan tata cahaya panggung, dan semburan asap, ayah tiga anak yang juga berstatus PNS di Kemenpar ini menampilan sinden atau penyanyi andalannya yang aduhai cantik bernama Rita Tila. Gabungan nyanyian dan guyonan dengan tokoh wayang terkenal bernama Cepot, berhasil mengundang tawa penonton.
Terlebih saat dalang yang juga merangkap penulis naskah dan sutradara Wayang Ajen ini menampilkan wayang golek selebritis replika Syahrini dan Inul Daratista sambil bergaya dan berjoget layaknya aksi kedua pesohor tersebut saat tampil di layar kaca. Penonton pun tertawa terpingkal-pingkal dibuatnya.
Apalagi saat muncul wayang golek beberapa perempuan jadi-jadian alias bencong, dua anak anak punk, dan Mick Jegger. Sang dalang pun berbicara dengan bahasa gaul yang biasa dipakai para bencong. “Akika sekooong ciiin..,” celetuknya hingga penonton kembali terbahak-bahak.
Sebagai langkah untuk mendekatkan wayang ke generasi muda, sambung Tazbir, dalam event ini juga diundang para pelajar serta komunitas Sobat Budaya yang terdiri dari anak-anak muda belasan dan duapuluhan tahun. “Kita sepakat mengundang mereka (pelajar dan generasi muda-Red) karena mereka juga menjadi bagian dari pelestari budaya Indonesia ini,” tambah Tazbir lagi.
Tazbir berharap kedepannya antusias generasi muda menonton pertunjukan wayang seantusias ketika mereka menonton konser musik secara langsung.
Bagaimana caranya? Salah satunya dengan memperbanyak pertunjukan wayang di kota-kota besar dengan mengundang pelajar dan komunitas anak muda lainnya. Tak ketinggalan kemasan wayang yang tampil harus mengikuti paling tidak memahami kesukaan atau tren anak muda sekarang.
Pengamat dramaturgi teater pewayangan Indonesia, Arthur S. Nalan setuju dengan apa yang dikatakan Tazbir. “Saya berharap event seperti ini sering-sering digelar minimal setahun sekali di kota-kota besar lain di Indonesia secara bergantian,” imbaunya.
Event SEMARAK WAYANG PESONA INDONESIA 2016 yang dikemas cukup apik oleh Inke Maris selaku event organizer (EO) ini menampilkan 4 wayang kontemporer yakni Wayang Golek Mursidin Banten yang tampil di sesi workshop pada jelang sore. Lalu di sesi pertunjukan yang dimulai pukul 8 malam usai pembukaan, ada Wayang Ajen, Wayang kulit Langen Budaya Indramayu, dan Wayang Kulit Tuton Jawa.
Penampil pertama Wayang Ajen selama kurang lebih 2 jam mulai pukul 8 sampai dengan 10 malam. Wayang golek dan kulit yang didalangi Wawan Gunawan asal Ciamis yang akrab disapa Kang Wawan ini berhasil membetot perhatian sekaligus menghibur masyarakat Ibukota termasuk kaula muda.
Dalang lulusan S-3 Kajian Budaya Pariwisata FIB UNPAD Bandung tahun 2015 yang sudah memboyong grup wayangnya mentas di 50 negara ini, menyelipkan berbagai kasus terkini yang banyak disiarkan media massa dan media sosial (medsos) di awal dalangannya, mulai dari kasus penyanyi dangdut Zaskia Gotik perihal ‘bebek nungging’, bupati yang terjerat narkoba, kopi sianida hingga soal LGBT dengan guyonan segar khas candaan anak muda.
“LGBT kata urang Sunda itu teh Leupet, Gehu, Bala-Bala, dan Tempe,” ujarnya hingga membuat penonton tertawa.
Selepas menceritakan lokon utamanya yang bertajuk Satria Panji Nusantara dengan suguhan multimedia di belakang layar, permainan tata cahaya panggung, dan semburan asap, ayah tiga anak yang juga berstatus PNS di Kemenpar ini menampilan sinden atau penyanyi andalannya yang aduhai cantik bernama Rita Tila. Gabungan nyanyian dan guyonan dengan tokoh wayang terkenal bernama Cepot, berhasil mengundang tawa penonton.
Terlebih saat dalang yang juga merangkap penulis naskah dan sutradara Wayang Ajen ini menampilkan wayang golek selebritis replika Syahrini dan Inul Daratista sambil bergaya dan berjoget layaknya aksi kedua pesohor tersebut saat tampil di layar kaca. Penonton pun tertawa terpingkal-pingkal dibuatnya.
Apalagi saat muncul wayang golek beberapa perempuan jadi-jadian alias bencong, dua anak anak punk, dan Mick Jegger. Sang dalang pun berbicara dengan bahasa gaul yang biasa dipakai para bencong. “Akika sekooong ciiin..,” celetuknya hingga penonton kembali terbahak-bahak.
Sebelum sesi yang bikin suasana ‘pecah berantakan’ itu, ayah tiga anak ini juga memunculkan wayang golek replika Presiden Jokowi yang mengenakan kemeja lengan panjang berwarna putih sambil menyuarakan pesan pembangunan Indonesia secara keseluruhan dan pentingnya revolusi mental.
Dilanjutkan dengan wayang golek replika Menpar Arief Yahya yang berjas dan bercelana hitam seraya menyampaikan soal pengembangan sektor pariwisata nasional untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.
Mendekati akhir cerita, Wawan mengajak penonton untuk berzikir, mengingat hanya kepada Allah SWT lewat penampilan Mojang Berzikir yang terdiri atas 6 penari perempuan berbusana santun sambil masing-masing membawa alat pukul rebab.
Secara keseluruhan penampilan Wayang Ajen yang meramu lakon cerita dengan bumbu berbagai unsur hiburan kekinian termasuk musik, berhasil mengubur kesan kolot dan jadul (jaman dulu) yang selama ini menempel kuat dalam wayang.
“Baru kali ini saya lihat pertunjukan wayang semenarik dan segaul ini,” aku salah seorang penonton bernama Arini (22) yang datang bersama tiga orang temannya.
Menurut Wawan salah satu rahasia kesuksesan pertunjukan wayangnya karena mengedepankan kemasan yang singkat, padat, mudah dipahami, dan cerita lakon yang update dengan situasi dan kondisi kekinian.
“Kalau mau disukai anak muda, ya dalangnya harus peka dan menyelami situasi yang ada dalam benak dan dunia anak muda. Sebaiknya memakai bahasa, alunan musik, tokoh wayang, asesoris, kostum, dan identitas yang akrab dan familiar dengan anak muda,” ungkapnya.
Melihat penampilan Wayang Ajen yang komplit, menarik, dan kekinian, Travelplusindonesia menilai wayang seperti ini pantas tampil di venue-venue teater terkenal dan berkelas internasional dengan sound system, tata cahaya, dan panggung megah. Dengan catatan kemasannya lebih spektakuler lagi, mulai dari kostum para pemusik, penari, dan penyanyi, termasuk koreografi serta penyampaian dalangnya.
Jika semua itu dipenuhi, pasti penampilannya tak kalah dengan pementasan sendratari maupun drama musikal sekelas Broadway dari Amrik itu. Gengsi dan imej wayang pun secara otomatis bakal naik dimata anak muda dan penikmat seni pertunjukan.
Melihat penampilan Wayang Ajen yang komplit, menarik, dan kekinian, Travelplusindonesia menilai wayang seperti ini pantas tampil di venue-venue teater terkenal dan berkelas internasional dengan sound system, tata cahaya, dan panggung megah. Dengan catatan kemasannya lebih spektakuler lagi, mulai dari kostum para pemusik, penari, dan penyanyi, termasuk koreografi serta penyampaian dalangnya.
Jika semua itu dipenuhi, pasti penampilannya tak kalah dengan pementasan sendratari maupun drama musikal sekelas Broadway dari Amrik itu. Gengsi dan imej wayang pun secara otomatis bakal naik dimata anak muda dan penikmat seni pertunjukan.
Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com)
0 komentar:
Posting Komentar