Esthy: Riset Lebih Dulu Kalau Ingin Event Wisata Sukses
Membuat event wisata, entah itu budaya, alam, olahraga (sport tourism), dan buatan tak cukup semata punya biaya yang cukup lalu bikin tender pelaksana, menyerahkan ke event organizer (EO) yang memenangkan tender event tersebut, dan selesai.
Sebenarnya banyak hal yang harus diindahkan agar event tersebut berhasil bukan hanya mempromosikan branding, mengangkat destinasi atau obyek wisata dari hasil pemberitaan media massa (webblog, website, dan lainnya) serta media sosial (medsos), pun menarik kunjungan wisatawan serta menambah penghasilan pendapatan bagi masyarakat.
Berdasarkan pengamatan penulis mengikuti sejumlah event wisata yang digelar Kementerian Pariwisata (Kemenpar) dari masa Joov Ave saat beliau (almarhum) menjabat Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi sampai era Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya sekarang, banyak catatan baik itu kelebihan dan kekurangan pelaksanaan event wisata yang dibuat sendiri oleh Kemenpar maupun yang bersifat dukungan.
Tahun ini ada 200 event wisata yang dibuat dan didukung Kemenpar khususnya di wilayah kerja Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara. Salah satu tujuannya selain tersebut di atas juga untuk mempromosikan branding pariwisata nusantara PESONA INDONESIA.
Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara, Kemenpar Esthy Reko Astuty mengatakan hal pertama yang harus diindahkan dalam membuat sebuah event wisata itu adalah melakukann riset.
Riset di sini, lanjut Esthy pertama mengenali potensi wisata di daerah/kota tempat event wisata tersebur akan digelar, apakah potensinya lebih dominan wisata alam, budaya, buatan atau perpaduan keduanya bahkan ketiganya.
“Jadi harus melihat mana kekuatan utama potensi wisata daerah/kota tersebut,” ujarnya usai mengikuti acara launching lomba balap sepeda International Tour de Banyuwangi Ijen (ITdBI) 2016 di Balairung Soesilo Soedarman, Gedung Sapta Pesona Jakarta, kantor Kementerian Pariwisata (Kemenpar), Senin (28/3) yang diresmikan Menpar Arief Yahya dan dihadiri Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, Sekmen Ukus Kuswara, Asdep Pengembangan Pasar Personal Raseno Aryo, dan Ketum PB ISSI Rajasapta Oktohari.
Hal selanjutnya, mendata kesiapan daerah/kota tersebut baik itu kesiapan infrastruktur, Sumber Daya Manusia (SDM), dan lainnya. Jangan lupa melihat Atraksi, Aksebilitas, dan Amenitas atau biasa disingkat 3A. Amenitas di sini ketersedian fasilitas pariwisata seperti rumah makan, restoran, toko cenderamata/oleh-oleh, dan fasilitas umum lainnya.
“Namun sekarang itu tidak cukup. Seperti kata Menpar Arief Yahya dalam sambutan launching ITdBI 2016 tadi, harus dilihat juga komitmen CEO daerah atau kota tersebut dalam hal ini bisa gubernur, bupati, dan walikotanya,” ujarnya.
Kalau daerah/kota tersebut punya daya tarik kuat dari hal budaya maupun alam namun infrastruktur dan SDM-nya kurang memadai, tapi gubernur/bupati/walikotanya serius berkomitmen mengembangkan dan memajukan pariwisatanya sebagai leading sector, itu patut didukung.
“Kita akan bantu meng-creat sebuah event yang sesuai dengan karakter dan potensi daerah/kota tersbut,” tambah Esthy lagi.
Sebaliknya jika pimpinan daerah/kotanya tidak punya keseriusan itu, lanjut Esthy dukungan akan berpindah ke daerah/kota lain yang pimpinannya berkomitmen teguh terhadap kemajuan pariwisata.
Esthy mencontohkan Tour de Singkarak (TdS) yang kini sukses menjadi salah satu event sport tourism balap sepeda di Tanah Air, awalnya begitu sulit membangun kepercayaan terhadap masyarakat dan tokoh termasuk pejabat daerah.
“Butuh pemahaman dan edukasi ke semua lini tentang tujuan dan manfaat event tersebut diadakan di Sumatera Barat. Akhirnya setelah berjalan dua-tiga kali, mereka sendiri yang merasakan manfaat besar TdS itu,” akunya.
Hal lain berikutnya yang tidak boleh disepelekan adalah mengetahui mutu produk yang dijual, dalam hal ini event wisata yang dibuat/didukung. “Seperti apa pengemasannya, rangkaian acara yang disuguhkan, dan lainnya,” tambah Etshy.
Esty mencontohkan kalau untuk event di cross border atau daerah perbatasan, acara yang pas digelar antara lain konser musik sebagaiamana disarankan Menpar Arief Yahya, dengan alasan musik itu bahasa yang universal dan mudah dipahami/disenangi berbagai lapisan/kalangan.
"Tapi ingat konser musiknya harus menampilkan penyanyi atau grup band yang tengah disukai/diminati masyarakat di daerah perbatasan kedua negara itu. Dan untuk mengetahui itu perlu riset," paparnya.
Setelah event dirancang/dibentuk, jangan lupa memasarkan atau mempromosikan event wisata tersebut ke pasar yang tepat pada waktu yang tepat pula. Caranya dengan promosi pra event secara gencar, jauh-jauh hari sebelum on event.
Tak kalah penting, pelaksanaan event wisata tersebut juga harus pada waktu yang tepat dan mesti kontinyu atau berkesinambunagn. “Jangan sekali dibuat, lalu tahun depan tidak ada lagi,” imbuhnya.
Hal terakhir, Esthy mengingatkan jangan lupa melakukan evaluasi atas event wisata yang sudah dibuat/didukung.
“Catat apa saja kekurangan dan kelebihannya, baik dari penilaian media masa, medsos, netizen, masyarakat, wisatawan dan lainnya. Setiap kekurangan jadikan sebagai bahan perbaikan untuk event berikutnya,” pungkasnya.
Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com)
0 komentar:
Posting Komentar