. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Selasa, 02 Februari 2016

Inilah Kopi-Kopi Berpenyajian Khas Kecuali Kopi Maut Sianida

Aceh terkenal Kopi Tarik-nya, Jogja tersohor Kopi Joss-nya, Singkawang dulu heboh karena Kopi Pangku-nya, dan Mandailing Natal punya Kopi Takar yang tak juga khas penyajiannya. Nah, Jakarta pun tak mau kalah. Kota yang dulu punya perkebunan kopi robusta di daerah Pondok Kopi ini, mendadak gempar dengan Kopi Maut Sianida-nya. 

Kopi Maut Sianida di Jakarta yang dimaksud, terkait tewasnya Wayan Mirna Salihin usai menyeruput es kopi Vietnam di Oliver Cafe, Grand Indonesia, Jakarta Pusat. Pemberitaannya sedang hot-hotnya lantaran ada racun sianida di dalam es kopi yang diminum Mirna.

Pembunuhnya belum terungkap. Dugaan sementara pelakunya Jessica Kumala Wongso, sahabat Mirna sendiri. Polda Metro Jaya sudah menangkap Jessica di Hotel Neo, Mangga Dua Square, Jakarta Utara, Sabtu (30/1/2016). Sebelumnya, Jessica lebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara itu.

Namun sampai sekarang Jessica menolak tuduhan itu. Akhirnya bertaburlah meme terkait peristiwa pembunuhan tersebut yang dibuat para netizen. Meme-nya macam-macam, yang pasti bikin orang yang melihat dan membacanya jadi tertawa. Ada meme rayuan Jessica mengajak ngopi bareng, plesetan sianida, dan tentu saja kopi maut sianida. Meme-meme kocak tersebut tersebar luas di instagram dengan berbagai hastag yakni #Kopi #Sianida #Mirna #Jessica dan lainnya. Ada juga yang dipasang buat display BB, disebar ke grup WA, FB dan lainnya.

Bukan cuma meme yang marak di medsos, guyonan seputar Kopi Maut Sianida juga bergaung di food hall dan café-café di Jakarta. Di salah satu food hall di bilangan Sarinah, Jakarta Pusat, misalnya terdengar guyonan lucu seperti ini. “Gue ke toilet dulu ya. Awas kopi gue jangan dimasukin Sianida,” guyon Evi kepada rekannya. Sedangkan di salah satu café di kawasan Blok M ada juga tamu yang memesan kopi tersebut. “Mas disini jual Kopi Maut Sianida ga?” canda Fikry. “Adanya kopi si-Anita mas,” balas pelayannya sambil tersenyum.

Kasus Kopi Maut Sianida yang masih bergulir ternyata tak membuat orang Jakarta takut minum kopi. Berdasarkan pantauan Travelplusindonesia, di sejumlah tempat mulai dari warung kopi pingir jalan, café di mall, dan puisat perbelanjaan tetap ramai orang memesan kopi, termasuk di Starling alias “Startbucks Keliling” di trotoar jalan di sekitaran Bunderan Hotel Indonesia, Monas, dan sejumlah lokasi lainnya. Harga segelas Starling paling mahal Rp 5.000.

Jika Jakarta tengah booming Kopi Maut Sianida yang hanya guyonan, Aceh lain lagi. Provinsi yang istimewa ini punya Kopi Tarik sungguhan yang telah membuat nama Aceh ikut tersohor.

Dinamakan Kopi Tarik karena dalam proses pembuatannya dengan cara ditarik menggunakan saringan saat hendak disajikan. Kabarnya semakin lama ditarik, hasil kopi akan semakin lezat.

Tahapnya sebagai berikut, air yang digunakan untuk menyeduh Kopi Tarik adalah air yang sudah mendidih. Bubuk kopi dimasukkan ke dalam saringan yang terbuat dari kain kasa. Bisa dtambah susu kalau suka. Air mendidih dituang ke dalam saringan yang kemudian menyatu dengan bubuk kopi tersebut. Selanjutnya si peracik kopi menuangnya ke wadah hingga beberapa kali seperti ditarik. Semakin lama tarikan tangan si peracik semakin tinggi, sampai air yang sudah bercampur kopi itu turun ke bawah seperti air terjun. 

Ritual meracik kopi tarik sudah turun temurun di Aceh bahkan menjadi ikon khas penyajian kopi di Aceh. Kopi Tarik Aceh awalnya disajikan di warung kopi tradisional. Tempatnya sederhana dan apa adanya. Warung kopi ini digolongkan sebagai generasi pertama. Kemudian muncul warung kopi yang dikelola secara waralaba sebagai warung kopi generasi kedua. 

Belakangan ini menjamur warung kopi generasi ketiga yang tempatnya lebih megah, berkelas, dan dilengkapi berbagai fasilitas pendukung untuk menjaring sekaligus memanjakan pengunjungnya seperti televisi satelit berukuran besar, hiburan musik, dan wifi gratis. 

Sejumlah warung kopi generasi ketiga bertebaran di Banda Aceh antara yang tersohor lain Warkop Solong di Ulee Kareng, Lampenurut, dan di beberapa cabangnya di Banda Aceh. Ciri khasnya aroma kopinya sedikit lebih kuat dibanding kopi biasa. Selain itu ada Dhapu Kupi di Simpang Surabaya, Banda Aceh tidak jauh dari Mesjid Baiturrahman dan Bandara Iskandar Muda. Menurut Nanda, anak muda di sana harga secangkir kopi tarik dimasing-masing kedai berbeda. “Kalau di Dhapu Kupi sekitar Rp 7.000 per cangkir,” jelasnya. 

Tempat lainnya Ring Road Coffee di Stasiun Bus Banda Aceh, Tower Kopi di depan Taman Sari Banda Aceh sekitar 100 meter dari Masjid Baiturrahman, Chek Yuke di Jalan Pinggir Kali Aceh juga dekat dengan Masjid Raya Baiturahman, Coffee Bay yang terletak di Ule Lheue ke arah pelabuhan, dan Black Jack Coffee dekat Taman Sari, seberang Museum Tsunami.

Disamping Kopi Tarik, di kedai-kedai kopi tersebut juga menjual Kopi Sanger dan Kopi Hitam

Kopi Sanger alias sama-sama ngerti, sepintas seperti kopi susu biasa ataupun yang sedikit lebih keren mirip Capucino. Tapi, setelah diseruput, tak bisa dibantah, jauh lebih nikmat Kopi Sanger. 

Rasanya sangat khas, beda dengan rasa kopi lainnya. Kendati sudah bercampur dengan susu, aroma kopinya tetap juara.

Kenapa bisa begitu? Menurut salah seorang pembuat kopi di Black Jack Coffee yang kerap dikunjungi berbagai komunitas antara lain komunitas fotografer di Banda Aceh ini, untuk membuat Sanger takarannya harus serba pas, baik takaran kopinya, susu kentalnya maupun gulanya. Setelah kopi diseduh dengan saringan dari kain berbentuk seperti kaos kaki, lalu ditambah dengan susu kental dan sedikit gula kemudian dikocok sampai berbuih.

Untuk mendapatkan sangat yang mantap, campuran susu dan gulanya jangan terlalu banyak. Kopi ini dapat dinikmati panas maupun dingin.

Secangkir Kopi Sanger dingin sekitar Rp 10 ribu per cangkirnya. Biasanya ditemani dengan aneka panganan kecil seperti kue timphan, otak-otak, dadar gulung, risol, pastel, dan lainnya.

Selain di Banda Aceh, warung kopi yang menyajikan Kopi Tarik, Sanger dan Kopi Hatam juga tersebar di kota lainnya seperti Lhokseumawe, Takengon, Sigli, dan lainnya. Oleh karena itu Aceh dijuluki pula sebagai Negeri Sejuta Kedai Kopi.

Lain lagi dengan Kopi Pangku di Singkawang, Kalimantan Barat yang sempat marak belasan tahun lalu. Disebut Kopi Pangku bukan jenis dari kopinya melainkan cara penyajian dan cara minumnya. Kabarnya kopi disajikan oleh perempuan-perempuan muda kebanyakan amoy yang berpakaian rada sexy, sedikit genit dan kerap merayu pengunjungnya, terutama pengunjung yang berkantong tebal. 

Biasanya di warung Kopi Pangku tersebut juga menyediakan “menu lain”. Wanita-wanita penggoda itu bukan hanya membuat kopi tapi lebih dari itu. Setiap pengunjung boleh saja memangkunya bahkan mengencaninya jika cocok tarifnya. Warung "kopi pangku" di satu sisi menarik kunjungan wisatawan ke Singkawang, tapi di sisi lain memberi citra buruk bagi Singkawang yang berpredikat Kota Seribu Kelenteng ini.


Beda lagi dengan Kopi Joss di Jogja yang juga berstatus Daerah Istimewa. Keunikannya terletak dari proses penyajian. Awalnya biji kopi diracik sendiri dengan cara disangrai, kemudian ditumbuk sampai halus. Setelah itu bubuk kopi dimasukkan ke dalam gelas ditambah gula pasir dan susu jika suka. Air seduhannya terlebih dulu dimasak dalam ketel, sejenis teko besar dari kaleng di atas tungku berbahan bakar arang. 

Air seduhan yang sudah mendidih lalu dituang ke dalam gelas. Setelah itu arang dari tungku yang masih membara dimasukkan ke dalam gelas kopi. "Josssssssss," begitu bunyinya sehingga dinamakan Kopi Joss. Sebelumnya arang tersebut diketok-ketok agar tidak ada abunya. 

Salah satu penjual Kopi Joss yang cukup terkenal di Jogja adalah Angkringan Lik Man di daerah Tugu. Seperti angkringan kebanyakan, disini juga akan ditemukan nasi kucing yang berisi teri ataupun oseng-oseng tempe. Namun salah satu yang khas dari angkringan ini adalah Kopi Joss nya. Harganya Rp 5.000 per gelas.

Keunikan penyajian kopi lainnya bisa ditemukan dalam Kopi Takar di daerah Madina singkatan dari Kabupaten Mandailing Natal di Sumatera Utara, sekitar 12 jam dari Kota Medan.

Sesuai namanya, takar yang berarti tempurung atau batok kelapa menjadi wadah penyajiannya. Oleh karena itu disebut juga Kopi Batok. Batok yang dipakai dari batok kelapa gading yang dibentuk seperti cangkir lengkap dengan tatakannya. Uniknya lagi, alat pengaduk kopi khas Madina ini dengan sebatang kayu manis, yang bentuknya menyerupai sedotan. 

Kopi Takar Madina dijual antara lain di Rumah Makan “Pondok Paranginan di Panyabungan. Rumah makan tersebut berupa pondokan-pondokan di tepi Aek (sungai) Singolot yang airnya deras dan sungainya berbatu-batu.

Kopi Takar merupakan paduan rasa kopi Madina dengan kayu manis yang unik. Rasanya tidak terlalu manis namun biiin hangat sesampainya di perut. Harganya pun cukup murah Rp 4.000 se-takar-nya. 

Cara membuat Kopi Takar cukup sederhana. Bubuk Kopi Madina diseduh dengan rebusan air gula aren, bisa juga gula semur lalu sebatang kayu manis dicelupkan ke dalamnya. Bahan kopinya jenis kopi Arabika berkualitas yang dipasok dari daerah Ulu Pungkut Mandaliling Julu dan Pakantan.

Itulah beberapa jenis kopi di Tanah Air yang penyajiannya khas, kecuali Kopi Maut Sianida yang menggegerkan Jakarta. 

Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com)

0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP