. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Minggu, 14 Februari 2016

Dari Mandalika ke Kalijodo, Alamaaak.., Kontrasnya

Usai mencicipi Mandalika di Lombok Tengah, NTB, lanjut mencumbui Kalijodo di bilangan antara Utara dan Barat Jakarta. Kenapa ke Kalijodo? Maklum pemberitaan lokalisasi berusia puluhan itu sedang berhembus kencang hingga mengusik keingintahuan lebih dalam. Lalu apa hubungamnya dengan Lombok? Jelas tidak ada. Tapi jika kedua tempat berbeda itu dibandingkan dari berbagai sisi, jawabannya adalah kontras, bahkan teramat kontras. 

Mandalika bak setetes surga alam berpanorma menawan berupa deretan pantai dan teluk berornamen bukit-bukit hijau. Kawasan wisata baru andalan NTB itu masih bersuasana tenang, jaun dari kebisingan. Masih polos, jauh dari keberpura-puraan. Masih alami, bersahaja, dan apa adanya. Semua pesonanya itu telah berhasil menyihir banyak orang terutama wisatawan mancanegara (wisman) hingga berbondong-bodong bertandang.

Tapi lambat laut bisnis seks kecil-kecilan pun ikut mewarnai kawasan berstatus ekonomi khusus (KEK) ini. Menurut salah seorang warga lokal yang enggan namanya dicantumkan, mengatakan pelacuran kini mulai menjamur di Mandalika dan tersebar di beberapa tempat. "Di sini ada pelacuran yang tertutup, samar-samar, ada juga yang terang-terangan bahkan ada tempatnya berupa rumah. Kepala dusunnya sudah tahu itu tapi diam saja. Mungkin mulutnya sudah disumpal duit, " kata warga itu yang mengaku khawatir akan dampak buruk pelacuran di wilayahnya.

Dia pun berharap pihak Pemda dan kepolisian segera menertibkannya secara tegas dan tuntas. Dan jika benar adanya, ini jadi Pekerjaan Rumah (PR) lain dari sekian banyak PR yang harus dibenahi Pemprov NTB beserta pihak-pihak terkait di kawasan wisata amat potensial ini.

Informasi adanya pelacuran di Mandalika, terus terang bikin kaget tapi sekaligus tidak kaget. Nah lho, koq begitu. Terkejutnya begini, Lombok yang berpredikat Pulau Seribu Masjid dan tahun lalu menyabet dua penghargaan internasional sebagai destinasi wisata halal dan destinasi bulan madu halal terbaik di dunia versi World Halal Travel Awards (WHTA), ternyata menyimpan sisi lain, yang mungkin bagi segelincir orang, itu juga jadi daya tarik sekaligus 'bumbu penyedap' sebuah kawasan wisata.

Tidak kagetnya, karena bisa jadi fenomena itu buah efek negatif dari mulai maraknya wisman yang datang. Bisa jadi warga lokal dan masyarakat pendatang melihat ada peluang emas yang bisa digarap di sana, salah satunya ya bisnis 'lendir' itu.

Himpitan ekonomi bisa jadi biang keroknya. Rendahnya tingkat pendidikan, mungkin juga pemicunya. Bisa jadi pula masyarakat setempat berikut pendatang belum siap mental melihat kebiasaan dan prilaku bebas turis bule dan lainnya, sampai akhirnya ikut-ikutan, tergiring bergaya bahkan melakukan hal serupa. 

Mendengar lokalisasi kian menggeliat di Mandalika, penulis tak berniat menelusurinya lebih jauh. Karena memang sejak awal datang ke Mandalika untuk kali kedua, bukan untuk urusan itu.

Penulis fokus mengeksplor objek-objek wisatanya yang telah berhasil menjerat perhatian sekaligus menjaring kunjungan wisman, utamanya dari beberapa negara Eropa, seperti Perancis, Jerman, Spanyol, Rusia dan sejumlah negara Asia seperti Jepang, Korea, China dan Arab Saudi serta dari negara Kangguru Australia bahkan dari benua Amerika antara lain Brazil dan Amerika Serikat.

Sejumlah objek andalan kawasan ini pun berhasil penulis telusuri lebih jauh dari pesona Pantai Kuta, Pantai Seger, Tanjung Aan, Pantai Mawun, Teluk Gerupuk, dan tentu saja spot-spot surfing-nya serta geliat ekonomi terkait pariwisata di sana.

Pulang dari Mandilika, sederet judul tulisan sudah masuk dalam list, beberapa di antaranya sudah terbit di koran dan tayang di laman ini. Tapi tak ada satu tulisan mendalam pun yang berhubungan dengan fenomena bisnis seks di sana. Penulis tak mau mengusiknya lebih jauh mengingat NTB tengah gencar-gencarnya mem-branding pariwisatanya sebagai daerah tujuan wisata yang halal.

Lalu bagaimana dengan Kalijodo? Kalau dibandingkan Mandalika jelas bagai bumi dengan langit. Mandalika berparas molek menawan hati dan berudara bersih jauh dari kata polusi. Pantai-pantainya landai berpasir halus, ada juga yang berpasir seperti merica bahkan ada yang pasir pantainya berwarna kemerah-merahan. Intinya, wow menakjubkan. Sampai beberapa turis mengatakan ada setetes surga yang tercecer di Mandalika, usai mereka melihat langsung keindahan alamnya.

Sementara Kalijodo, sudah kumuh, sumpek, banyak premannya, dan berada di dekat Banjir Kanal Barat yang airnya jauh dari kata bersih serta berbau.Tapi kenapa tetap saja ramai didatangi para pemburu nafsu? Ya karena disana juga ada ‘surga’ lain, yakni surga dunia sesaat yang berhasil membutakan mata hati penghuni dan 'tamu'nya.

Jelang sore itu, langit di atas Jalan Kepanduan II, Kelurahan Pejagalan, Jakarta Utara yang lebih dikenal dengan nama Kalijodo, tetap berawan pekat. Hujan pun masih turun rintik-rintik, padahal sedari pagi hujan tumpah begitu derasnya.

Kendati cuaca suram, namun wajah Nita (28), nama samaran salah satu penjaja cinta yang menghuni lokalisasi tua itu nampak cerah. “Biasanya kalau udara dingin begini, ‘pelanggan’ banyak yang datang, cari kehangatan. Gue bakal kebanjiran ‘order’ nih,” katanya polos. Sudah hampir 5 tahun, Nita menjadi ‘warga’ Kalijodo.

Perempuan berkulit putih mulus asal salah satu daerah di kawasan Pantai Utara (Pantura) Jawa ini mengaku betah di sini lantaran 'pengunjung'-nya tak pernah sepi. Menurut Nita sejak Kramat Tunggak, nama tempat esek-esek paling terkenal lainnya di Jakarta ditutup pemerintah beberapa tahun lalu, ‘tamu’ yang datang ke Kalijodo bertambah banyak. “Kayaknya ‘konsumen’ dari sono (Kramat Tunggak-red), pada lari ke sini. Gue keciptratan jatah juga Bang,” ucapnya tanpa malu-malu sambil mengibaskan rambut hitam panjangnya.

Sebagian kawasan Kalijodo juga masuk wilayah Kecamatan Tambora, Jakarta Barat. Di sana ada deretan wisma, diskotek, kafe, dan karoke yang berdiri di sepanjang jalan hampir 1 kilometer. Ada musolah juga lho. Sekurangnya ada lima rukun tetangga (RT) di kawasan merah ini dengan jumlah penduduk kurang lebih 3 ribu jiwa.

Di Kalijodo selain PSK seperti Nita, juga banyak kembang-kembang malam berusia belasan tahun yang bekerja sebagai pelayan kafe. Tak sedikit di antaranya yang terang-terangan menawarkan ‘service’ tak biasa, dengan tarif ratusan ribu rupiah sekali kencan di bilik-bilik di dalam kafe.

“Bang, gue ambil rokok dulu ya di atas. Rokok Abang berat banget. Gue biasa rokok putih,” kata perempuan bertubuh rada montok itu sambil berlalu ke arah bangunan semi permanen berlantai dua.

Tak ada 5 menit, Nita kembali turun. Aroma parfum yang dikenakannya menyebar kemana-kemana. “Jeng lo mandi parfum ya,“ usik Linda (juga bukan nama sebenarnya) rekan ‘seprofesi’ Nita. ”Iya dong, biar nanti malem laris,” balas Nita.

Sambil mengepulkan asap rokok putihnya, Nita kembali melanjutkan obrolan dengan penulis yang diam-diam menyamar sebagai ‘konsumen’. Menurut perempuan yang semula bercita-cita jadi guru ini, di Wisma Adem tempatnya tinggal ada belasan kamar berukuran kira-kira 2 X 1,5 meter yang saling berhadapan hingga tengahnya menyerupai lorong.

Di setiap kamarnya tersedia beragam fasilitas layaknya kamar kos tipe sederhana khusus perempuan. Ada kasur, cermin, meja, kipas angin, kamar mandi, wastafel, dan handuk. 

Bedanya, di atas meja tergeletak kondom merek terkenal yang iklannya muncul di TV saat tengah malam. “Kalau tamu yang mau 'main' sama gue wajib pake ‘sarung’ Bang. Kalo ga mau pake, ya gue gak layanin,” celoteh Nita.

Ketika disinggung berapa tarif yang dipasang perempuan berwajah sepintas mirip artis seksi Ibukota ini, Nita pun menjawab tanpa sungkan-sungkan. “Duaratus ribu aja Bang. Nanti gue bagi dua sama bigboss,” katanya. Bos besar yang dimaksudnya tak lain mucikari di tempat itu. 

Kata Nita, kebanyakan Pekerja Seks Komersial (PSK) di Kalijodo itu adalah janda-janda beranak dari berbagai daerah terutama dari Jawa Barat dan Pantura yang terpaksa melacur di Ibukota Jakarta untuk memenuhi kebutuhan anak dan keluarga di kampung. “Kalau gue terus terang dah dua kali janda. Tapi jadi kembang lho Bang,“ ucapnya dengan genitnya. 

“Disini Bang, PSK-nya ada yang buka “praktek” dari pagi sampai sore. Biasanya kelas pemula. Nah kalau yang udah kelas kakap kayak gue, “dagangnya’ dari malam sampai pagi,” akunya sambil ngakak

Saat ditanya apa Nita pernah jatuh cinta sama ‘tamu’-nya? Perempuan ini dengan entengnya mengaku pernah, bahkan berkali-kali. “Walau gue dah gagal dua kali berumahtangga, jujur gue pingin nikah dan berumah tangga lagi. Tapi siapa sih yang mau serius sama pelacur Bang,” jawabnya. 

Namun tak disangka-sangka, Nita yang terlihat cuek, bicaranya lepas, dan apa adanya sempat memberi masukan positif. Menurutnya laki-laki yang benar itu jangan cari jodoh di Kalijodo. “Mending di luar sana, masih banyak perempuan-perempuan yang bersih. Kalau ke sini buat ‘enjoy’ aja, lembur alias lempengin burung,“ selorohnya sambil kembali tertawa lepas. 

Awalnya pada 1950-an, bantaran kali di Kalijodo menjadi tempat nongkrong kaula muda Jakarta hingga banyak yang berjodoh. Duapuluh tahun kemudian, ketika pendatang semakin membludak, Kalijodo pun berubah menjadi tempat perselingkuihan, hingga akhirnya menjadi lokasi prostitusi pada 1970. 

Gairah Kalijodo kian terasa selepas Kramat Tunggak ditutup pada Desember 1999 lalu. Otomatis, tempat yang 'dijaga' oleh kelompok-kelompok preman ini pun tak memiliki saingan berarti lagi. 

Nama Kalijodo kembali menguak ke permukaan saat Pemprov DKI Jakarta menggusur lokasi buang ‘Taik Macan’ itu pada Maret 2003 namun tak lama kemudian nerdiri bangunan liar lagi. Jumlahnya sekarang sekitar 300 bangunan. 

Kemudian pada pada Maret 2013 Kalijodo kembali mencuat lantaran berbagai peristiwa kekerasan dan bentrokan antarkelompok yang menguasai Kalijodo, termasuk bentrok dengan aparat kepolisian dan TNI. 

Lokalisasi Kalijodo di sebelah Banjir Kanal Barat, Kali Angke ini kembali terangkat namanya pascapemberitaan pengendara Toyota Fortuner yang menabrak orang hingga 4 orang tewas di Jalan Daan Mogot, Jakarta Barat pada awal Februari 2016 lalu. Pengendara itu dikabarkan dalam keadaan mabuk, sepulang karokean dan minum-minuman beralkohol di Kalijodo. 

Berita kecelakaan maut itu membuat Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok geram dan merembet ingin membongkar ladang bisnis seks itu.

Pemberitaan gencar seputar rencana Ahok mengusur Kalijodo pun sempat didengar Nita dan teman-teman ‘sejawatnya’. Dia mengaku khawatir. “Jelas gue ketar-ketir Bang. Ini tempat gue nyari duit dan makan,“ akunya dengan mimik kini agak serius. 

Ahok bersikukuh membongkar Kalijodo untuk dijadikan Taman Pisang. Katanya para PSK-nya akan dipulangkan ke kampung halaman masing-masing.

Sebelumnya Ahok sudah meminta Wali Kota Jakarta Utara Rustam Effendi untuk menerbitkan surat peringatan (SP) pertama kepada warga yang menempati lahan hijau tersebut. Dan hal itu sudah dilakukan Minggu (14/2) siang bertepatan dengan Hari kasih Sayang kemarin, ratusan aparat Satpol PP dan Polri melakukan sosialisasi SP pertama. 

Rustam menegaskan pihaknya tidak memberikan toleransi kepada bangunan liar yang berdiri di wilayahnya. Jika SP satu tidak digubris, pihaknya bakal mengirim SP dua. “Kalau juga tidak direspon, kami layangkan SP3 dan dilanjutkan dengan pembongkaran,” tegasnya.

Hal senada diutarakan Walikota Jakarta Barat Anas Effendi. “Bangunan di Kalijodo memang harus dibongkar,” ujarnya.

Ahok Ditantang, Ahok Diuji 
Namun rencana Ahok itu ditantang keras penjaja kenikmatan sesaat itu, termasuk Nita.

Bahkan salah satu muncikari disana yang enggan disebut namanya menuding rencana Mantan Bupati Belitung Timur itu membongkar Kalijodo cuma untuk mengangkat popularitas Ahok menjelang Pemilihan Kepala Daerah  (Pilkada) 2017. 

Makelar seks itu mengatakan Ahok takut kalah bersaing dengan Walikota Surabaya Tri Rismaharini (Risma) dan Walikota Bandung Ridwan Kamil lalu cari perhatian. 

Ahok tak mengubrisnya. Menurutnya tidak ada urusan antara Pilkada dengan penertiban tempat wisata malam ‘plus-plus’ kelas bawah yang sudah kondang sejak lama itu. “Soal menertibkan Jakarta ya jalan terus. Kita tetap bongkar Kalijodo karena menempati ruang hijau dan banyak mudaratnya" tegasnya lagi. 

Tentang selentingan kabar Kalijodo bakal dijadikan tempat prostitusi legal seperti di Red Light District, Amsterdam, Belanda, Ahok menolaknya dengan tegas. Menurutnya Indonesia tidak memiliki dasar aturan yang mengatur seputar pelegalan prostitusi.

Menurut Ahok pembongkaran kawasan pengumbar maksiat itu diharapkan selesai sebelum penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Jakarta. KTT OKI sendiri dilangsungkan pada 6 Maret hingga 7 Maret 2016. "Saya inginnya sebelum jadi tuan rumah OKI, bulan ini harusnya diberesin," tegas Ahok. 

Akankah Ahok bakal sukses meratakan rangkaian bangunan maksiat di Kalijodo, sesukses Risma melenyapkan rumah-rumah ‘aquarium’ berisi perempuan-perempuan pelacur Gang Dolly di Surabaya, Jawa Timur? Kita lihat saja sepak terjang orang nomor satu di Jakarta yang rada temperamental ini. 

Apakah benar karena deretan rumah bordil di Kalijodo itu menempati ruang hijau hingga membuat Ahok begitu bernafsu membongkarnya?

Bagaimana dengan tempat esek-esek terselubung yang berkedok diskotik, cafe, karoke, salon, pusat kebugaran, panti pijat, ruko, bahkan beberapa hotel plat merah dan lainnya yang tersebar di Ibukota yang dipimpinnya ini? Mampukah Ahok memberantasnya semua tanpa pandang bulu? Sekali lagi ketegasan Ahok diuji jika tak ingin dituding cuma cari pamor dan simpatik menjelang Pilkada Jakarta. 

Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com) 

Captions: 
1. Tiga turis bule tengah menikmati setetes surga alam Mandalika di Lombok tengah, NTB.
2. Deretan rumah esek-esek di Kalijodo, Jakarta. 
3. Gubernur DKI Jakarta Ahok.

0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP