Pementasan Roro Jonggrang Libatkan Anak-Anak
Pementasan Roro Jonggrang oleh Teater Tanah Air Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Senin (10/12/ 2012) melibatkan anak-anak pelajar. Bahkan panitianya mengundang sepuluh SD dan SMP se-Jakarta.
Pimpinan produksi pementasan Roro Jonggrang, Reny Djajoesman mengatakan pementasan ini merupakan program tahunan menjelang liburan sekolah.
“Kami mendapat dukungan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sehingga Teater Tanah Air memberlakukan tiket gratis kepada undangan. Ada 10 sekolah SD dan SMP se-Jakarta yang kami undang,” jelasnya.
Dalam program ini, lanjutnya pementasan yang kami suguhkan diambil dari cerita legenda daerah-daerah. “Tahun ini kami mengangkat Roro Jonggrang. Tahun depan kami akan mementaskan Malin Kundang, cerita daerah dari Sumatera Barat, “ kata Reny.
Reny Djajoesman yang juga tampil sebagai Ratu Ageng dalam pementasan Roro Jonggrang ini menjelaskan Roro Jonggrang merupakan cerita legenda ternama dari Jawa Tengah dan Jogjakarta yang mengisahkan tentang Candi Prambanan.
Dulu di Jawa Tengah terdapat dua kerajaan yang bertetangga, Kerajaan Pengging dan Kerajaan Baka. Kerajaan Pengging dipimpin raja Prabu Damar Maya yang berputra bernama Raden Bandung Bondowoso (Bandawasa) yang gagah perkasa dan sakti. Sedangkan Kerajaan Baka dipimpin raja danawa (raksasa) bernama Prabu Baka yang suka makan manusia. Meskipun berasal dari bangsa raksasa, Prabu Baka memiliki putri cantik bernama Rara Jonggrang.
Roro Jonggrang yang merupakan putri dari Raja Prambanan akan diperistri Bandung Bondowoso, Raja Pengging yang telah mengalahkan ayahnya. Untuk mensiasati permintaan Raja Pengging, Roro Jonggrang mengajukan persyaratan yang tidak masuk akal, yaitu minta dibuatkan seribu candi dalam satu malam sebelum fajar menyingsing yang ditandai dengan suara ayam berkokok.
Bandung Bondowoso kemudian melibatkan kekuatan para demit atau mahluk halus untuk membuatkan candi tersebut. Hingga berhasil menyelesaikan sampai 999 candi.
Melihat sepak terjang Bandung Bondowoso, Roro Jonggrang membangunkan dayang-dayang istana dan perempuan-perempuan desa untuk mulai menumbuk padi dan membakar jerami di sisi Timur agar tampak seperti matahari terbit dan ayam-ayam akan berkokok.
Mengira bahwa pagi telah tiba dan sebentar lagi matahari akan terbit, para makhluk halus berhenti bekerja lalu lari ketakutan bersembunyi masuk kembali ke dalam bumi. Akibatnya hanya 999 candi yang berhasil dibangun dan Bandung Bondowoso telah gagal memenuhi syarat yang diajukan Rara Jonggrang.
Bondowoso amat murka dan mengutuk Rara Jonggrang menjadi batu. Sang putri berubah menjadi arca yang terindah untuk menggenapi candi terakhir atau candi ke-1000.
Menurut kisah ini, Situs Keraton Ratu Baka berada di dekat Prambanan adalah istana Prabu Baka. Sedangkan 999 candi yang tidak rampung kini dikenal sebagai Candi Sewu. Dan arca Durga di ruang utara candi utama di Prambanan adalah perwujudan sang putri yang dikutuk menjadi batu dan tetap dikenang sebagai Lara Jonggrang yang berarti "gadis yang ramping".
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhamad Nuh, usai menonton pementasan “Roro Jonggrang” mengatakan pemerintah akan mendukung komunitas-komunitas yang mengembangkan seni dan budaya kepada anak-anak melalui kegiatan pendidikan non formal.
Pengembangan seni budaya lewat pendidikan non formal, lanjutnya merupakan sarana dalam upaya memberikan pendidikan etika dan estetika bagi anak- anak, pasalnya pendidikan formal di sekolah yang lebih banyak mengajarkan pendidikan yang berhubungan dengan logika.
“Dengan cara ini, anak-anak mempunyai sarana berekspresi dalam berkesenian dan berkebudayaan di luar pendidikan formal,“ ujar Muhamad Nuh.
Kasubdit Pembinaan Seni Rupa Kemdikbud Pustanto mengatakan dukungan Kemdikbud dalam pertunjukkan ini merupakan program dukungan untuk 75 komunitas seperti teater atau sanggar.
Pendidikan non formal melalui komunitas, sanggar dan semacamnya, lanjutnya merupakan tempat pendidikan seni budaya sekaligus tempat berekspresi untuk menanamkan rasa cinta dan bangga terhadap seni budaya nasional.
“Cara ini merupakan investasi seni budaya kepada anak-anak bangsa untuk 5-10 tahun ke depan agar mereka mencintai seni budaya nasional di tengah serbuan seni budaya dari luar,” ujarnya.
Pementasan “Roro Jonggrang” yang melibatkan crew dan pemain sebanyak 100 orang ini disutradarai Jose Rizal Manu berdasarkan naskah yang ditulis budayawan Remy Sylado.
Naskah: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
Foto: Istimewa
0 komentar:
Posting Komentar