. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Senin, 24 Desember 2012

Menghidupkan Trowulan Lewat Sendratari Suryaning Majapahit

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) berupaya menghidupkan pertunjukan seni yang terilhami dari peradaan Kerajaan Majapahit. Upaya ini dinilai dapat memperkenalkan sekaligus melestarikan seni tradisional yang terinspirasi dari peristiwa besar pada masa lampau, sekaligus dapat menjaring wisatawan. 


Bekerjasama dengan Institut Seni Indonesia (ISI) Jogjakarta, Kemdikbud sukses menggelar pertunjukan seni kolosal bertajuk “Suryaning Majapahit” di Pendopo Agung, Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur pada Sabtu malam (22/12/2012).

Pegelaran ini diharapkan dapat membangun karakter dan jati diri bangsa serta menggugah generasi muda agar mencintai budaya bangsa dan menghargai keberagaman.

Sebanyak 150 penari dari mahasiswa Fakultas Seni Pertunjukan (FSP), ISI Jogjakarta terlibat dalam pergelaran yang dikemas dalam bentuk sendratari ini.

Dalam sendratari berdurasi sekitar 1,5 jam itu dikisahkan Kejayaan Kerajaan Singasari dibawah kepemimpinan Raja Kertanegara telah mampu menundukan kerajaan-kerajaan seperti, Pamalayu, Bali, Pahang, Gurun, dan Bakulapura.

Untuk mengenang kejayaannya diselenggarakan upacara tantrayana atau pesta pora dengan aneka hiburan sehingga semua prajurit mabuk kepayang.

Di saat inilah, Jayakatwang dari Kerajaan Kediri memanfaatkan waktu untuk menyerang Singosari. Terjadilah peperangan tak seimbang dengan tewasnya Kertanegara ditangan Jayakatwang. Ketika itu, Raden Wijaya hanya sempat menyelamatkan Tribuana sedangkan Gayatri diboyong ke Kediri.

Atas strategi Arya Wiraraja dari Madura, Raden Wijaya diharapkan menyerahkan diri kepada pamannya yakni Raja Kediri, Jayakatang dengan permohonan diberikan wilayah Hutan Tarik. Saat itulah Raden Wijaya baru dapat bertemu dengan Gayatri kembali.

Di hutan Tarik inilah Raden Wijaya, Arya Wiraraja dan para senopati mengatur siasat untuk menghancurkan Kerajaan Kediri dengan memanfaatkan pasukan Mongolia yang dipimpin Shin-Pi, Ike Mese dan Kau Shing tatkala mereka ingin menaklukkan Pulau Jawa.

Raja Tartar bersedia membantu karena Aria Wiraraja menawarkan Tribuana dan Gayatri sebagai hadiah. Namun setelah Kediri runtuh, Aria Wiraraja menghianati Raden Wijaya dan mengusir tentara Mongolia.

Karena tanah Jawa tidak memiliki pemerintahan maka Raden Wijaya mendirikan Kerajaan Majapahit sebagai kelanjutan Singosari dan menjadi anggota Wangsa Rajasa, suatu dinasti yang didirikan oleh Ken Arok dengan gelar Sangrama Wijaya ya Brawijaya, ya Sri Kertajasa Jayawardhana.

Raja Jayanegara mangkat tanpa meninggalkan seorang putra pun. Oleh karena itu Gayatri berhak atas tahta. Namun dia memilih menjadi bhiksuni. Maka digantikan putrinya Bhre Kahuripan yang bergelat Tri Bhiwana Uttngga Dewi Jaya Whisnu Whardhani.

Sebagai negara yang masih muda, banyak wilaya di Majapahit yang kurang sejahtera hingga muncul pemberontakan sporadis. Namun semua pemberontakan itu dapat dipadamkan oleh Bekel Mada dan Adityawarman.

Dalam sendratari ini, juga dikisahkan Kerajaan Majapahit semakin gemilang di bawah duli Baginda Raja Putri. Di tengah-tengah pasewakan agung, datanglah iringan pahlawan perang Sadeng, Dwi Tunggal, Gajah Mada, dan Adityawarman dengan kesaktiannya masing-masing.

Mahapatih Arya Tadah merasa sudah renta. Dia merasa tak sanggup lagi mengemban tugas sebagai Warongko Dhalem Kanjeng Ratu Putri. Dia menyerahkan tugasnya itu kepada Gajah Mada.

Lantaran tersinggung, Ra Kembar dan Ra Banyak mengajukan protes dan menantang perang Gajah Mada. Di depan Dewan Sapta Prabu, keduanya kalah dan Gajah Mada mencanangkan Sumpah Palapa.

Dari berbagai penjuru nusantara berduyung-duyung berbagai rumpun budaya etnik untuk mendukung Kerajaan Majapahit yang kala itu diemban oleh Sang Raja Putra Hayam Wuruk. 

Raden Wijaya dan Gajah Mada adalah pahlawan Kerajaan Majapahit namun dibalik keperkasaan ada sosok perempuan lembut yakni Gayatri Rajapatni istri Raden Wijaya Putra Kertanegara ibu dari Tribuana dan penasehat Gajah Mada. 

Gayatri adalah perempuan cantik, cerdas, dan penuh kasih sayang dari Tumapel, putra Kertanegarayang mewarisi kecantikan buyutnya uyakni Ken Dedes. Dia penerus cita-cita ayahnya yang belum terwujud yani bersatuya Nusantara.

Untuk mengenang nenek moyang pendiri Kerajaan Majapahit, pada tahun 162 Hayam Wuruk mengadakan upacara Sraddha memeperingati 12 tahun wafatnya Gayatri Raja Patni.

Direktur Pembinaan Kesenian dan Perfilman, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemdikbud, Sulistyo Tirtokusomo mengatakan acara tersebut digelar berawal keinginan untuk mempekenalkan lebih luas lagi situs-situs Kerajaan Majapahit di Trowulan, Kabupaten Mojokerto. 

"Dengan pergelaran ini diharapkan masyarakat dapat lebih merasakan memiliki situs-situs bekas kerajaan Majapahit ini sehingga timbul kepedulian untuk menjaganya,” jelasnya.

Sulistyo menilai pertunjukan semacam ini perlu sering digelar karena dapat membangun karakter dan jati diri bangsa terutama di Jawa Timur, mengingat banyak nilai luhur yang didapatkan dari pergelaran ini. "Jika pergelaran ini dikemas dengan baik dan profesioal serta digelar terus-menerus, pasti dapat menarik kunjungan wisatawan," ujarnya.

Dekan FSP ISI Yogyakarta Prof Dr I Wayan Dana selaku ketua tim produksi pergelaran kolosal Suryaning Majapahit ini mengatakan sendratari yang diangkat berdasarkan peristiwa agung kebesaran Majapahit ini sudah diolah sesuai jiwa kekinian. 

“Dengan begitu pesan dari nilai-nilai masa lalu dalam sendratari ini dapat mudah dicerna dan diharapkan dapat menjadi teladan,” jelasnya.

Sementara Kasubdit Pembinaan Seni Rupa, Direktorat Pembinaan Kesenian dan Perfilman, Kemdikbud, Pustanto menjelaskan pergelaran kolosal ini merupakan soft launching sebelum pergelaran besar yang akan digelar pada tahun-tahun berikutnya. 

“Ini semacam pengenalan awal. Ke depan akan dibuat lebih besar lagi dengan melibatkan para seniman dari Jawa Timur, termasuk dari Trowulan. Dan kemungkinan tempatnya di salah satu situs Trowulan,” terangnya.

Berdasarkan pantauan penulis, para pemain yang terlibat dalam sendratari kolosal ini sudah siap tampil. Baik dari segi kostum, tarian atau koreografinya, artistik maupun tata lampunya.

Sayangnya, venue atau tempat pergelarannya yang kurang menunjang. Beberapa tiang pondasi pendopo tersebut, selain mengganggu gerakan para pemain dan penari, pun menggangu pemandangan penonton, termasuk para juru foto dan rekam.

Kendati begitu, ribuan masyarakat Trowulan dan sekitarnya yang menyaksikan pergelaran itu terlihat senang dan puas.

Naskah & Foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)

0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP