Ratoh Duek Semarakkan Pembukaan Festival Seni Pertunjukan Tradisional Indonesia
Tari Ratoeh Duek dari Aceh mendapat sambutan paling meriah dari warga Solo dan sekitarnya pada malam pembukaan Festival Seni Tradisional Indonesia di Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT), Solo, Sabtu malam (24/11/2012). Gerakan cepat dan variatif yang dibawakan 13 penari perempuan dengan iringan musik tradisional dan lantunan lagu oleh 2 pemain musik, menjadi kelebihan tarian ini.
Tari Ratoh Duek sendiri berarti Ratoh artinya berbincang, Duek artinya duduk. Jadi Ratoh Duek ialah berbincang sambil duduk. Ini merupakan Tari Aceh yang dikolaborasikan dari tiga jenis tari yaitu Likok Pulo, Rateb Meusekat, dan Saman.
Ratoh Duek ditarikan oleh perempuan, dengan dibantu alat musik Aceh bernama Rapai, dimainkan oleh laki-laki di luar penari. Ratoh Duek dinyanyikan oleh syeh yang melantukan pantun nasehat.
"Tari Saman ditarikan oleh laki-laki. Kalau saman lebih dominan memainkan gerakan kepala dibanding tangan. Sedangkan tarian ini kombinasi antara gerakan paha, tepukan lantai lebih variatif," kata Tantri salah seorang penari Ratoh Duek, sarjana seni lulusan ISI Solo.
Selain Ratoh Deuk, ada 2 kesenian lain yang tampil malam itu yakni Pakarena, tarian tradisional dari Sulawesi Selatan dan Lenong kesenian khas Orang Betawai, Jakarta.
Festival Seni Tradisional Indonesia di Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT) yang digelar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) bekerjasama dengan TBJW, dan Pemprov Jateng ini berlangsung sampai 27 November 2012.
Masih ada 9 kelompok seni penyaji lainnya akan tampil, yakni Bali dengan Musik Gamelan Slonding, Banyumas (Wayang Jemblung), Kaltim (Tari Semangat Rindu), Surabaya (Ludruk), Prambanan (Srandul), Pati (Ketoprak), Pacitan (Wayang Beber), Papua (Armen Lagodura), dan Jogyakarta yang menyuguhkan Langen Mondro Ketoprak.
Menurut Kasubdit Pembinaan Seni Rupa, Direktorat Pembinaan Kesenian dan Perfilman, Kemdikbud Pustanto acara yang bertema “Tradisi Menjaga Harmoni” ini diharapkan dapat melestarikan kesenian tradisional sebagai bagian dari warisan budaya Indonesia. Sekaligus menjadi ruang ekspresi kepada para seniman serta menumbuhkembangkan apresiasi masyarakat terhadap seni pertunjukan tradisi.
Untuk menangkal serbuan budaya asing, lanjut Pustanto, harus ada upaya berkelanjutan untuk mengembangkan seni pertunjukan tradisional agar tetap hidup dan juga diminati. "Jangan sampai generasi muda kita hanya paham K-Pop dan budaya luar lainnya. Padahal kita punya budaya asli yang menjadi identitas bangsa kita," terangnya.
Festival ini juga menyuguhkan Pameran Seni Rupa Tradisional, Sarasehan Seni Pertunjukan Tradisional, Workshop Seni Tradisional, dan Bazaar Seni.
Dalam Pameran Seni Rupa Tradisional yang berlangsung di Galeri Seni Rupa TBJT dipamerkan sejumlah karya seni rupa tradisional para perupa tradisional dari berbagai daerah, khususnya Jawa tengah.
Sementara workshop memberikan pengetahuan praktis secara langsug para pelaku seni Sungging, Topeng, dan Batik di Ruang Belajar Wisma Seni, TBJT.
Sedangkan dalam Bazaar Seni, disajikan berbagai kerajinan seni tradisi dan cenderamata dari sejumlah home industry dan sekurangnya 15 kelompok pengrajin di wilayah Jawa Tengah.
Kepala TBJT Sujarwo mengatakan untuk meramaikan acara ini, panitia mengerahkan masa terutama pelajar SMU di Solo, instansi terkait seperti dari Pemprov Jateng dan dinas kebudaayan serta sejumlah dosen dan rektor. "Acara ini terbuka untuk umum dan gratis," jelasnya.
Naskah & Foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
0 komentar:
Posting Komentar