. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Senin, 19 November 2012

Indonesia Ikut Konferensi Perubahan Iklim di Doha

Indonesia akan mengikuti Konferensi Perubahan Iklim yang bakal digelar di Doha, Qatar pada tanggal 26 November-7 Desember 2012. Delagasi Indonesia yang diwakilkan oleh Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) bukan saja berencana membawa keberlanjutan usia Protokol Kyoto dalam konferensi tersebut, pun mendesak agar negara maju menandatangani Protokol Kyoto periode komitmen kedua. 

Ketua Harian DNPI Rachmat Witoelar mengatakan Protokol Kyoto akan berakhir pada 2012. “Setelah selesai, protokol ini harus dilanjutkan untuk mendapatkan kesepakatan bersama," ujar Rachmat di Jakarta baru-baru ini. 

Protokol Kyoto, lanjutnya merupakan kesepakatan global di bawah United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) oleh negara-negara yang dikategorikan sebagai negara industri maju dan yang menghasilkan emisi gas rumah kaca ke atmosfir, penyebab terjadinya perubahan iklim. 

“Indonesia berharap Protokol Kyoto tahap kedua ini akan segera efektif per 1 Januari 2013,” kata Rachmat Witoelar yang juga sebagai ketua delegasi RI untuk konferensi di Doha nanti. 

Selain membahas kelanjutan Protokol Kyoto termasuk soal lamanya periode komitmen kedua yang hingga kini belum dicapai kesepakatan, konferensi di Doha nanti juga diharapkan akan menuntaskan pembahasan Bali Action Plan yang terdiri atas agenda peningkatan aksi penaggulangan iklim seperti mitigasi di negara maju dan berkembang, adaptasi di negara berkembang dan rentan serta penyediaan pendanaan dan investasi, teknologi, dan peningkatan kapasitas bagi negara berkembang. 

“Jika di Doha ada negara yang mengusulkan penggantian Protokol Kyoto, saya berharap isinya masih mengacu "Bali Road Map" dan "Bali Action Plan" yang disepakati negara-negara peserta Konferensi Perubahan Iklim di Bali pada Desember 2007,” kata Rachmat yang juga Utusan Khusus Presiden untuk Pengendalian Perubahan Iklim ini. 

"Bali Road Map" menyebutkan negara-negara maju penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar wajib membantu 120 negara berkembang. Namun sejumlah negara maju itu masih belum mendapat kesepakatan mengenai masalah pembiayaan itu. 


Amerika Serikat sebagai salah satu negara penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar berjanji mengupayakan pembiayaan dari negara maju ke negara berkembang sebesar 100 miliar dolar AS hingga 2020. 

“Kami berharap di konferensi Doha nanti juga ada ada kesepakatan mengenai hal itu," terangnya. Rachmat menambahkan di Doha nanti, Indonesia akan membawa serta sejumlah negosiator untuk memperjuangkan tahap dua Protokol Kyoto. 

Suzanty Sitorus, salah seorang negosiator yang akan ikut serta mengatakan poin-poin yang akan dibawa oleh negosiator Indonesia adalah siapa saja yang ikut bagian dalam Protokol Kyoto periode kedua. 

“Negosiator Indonesia juga akan mempertanyakan mengenai janji negara-negara maju dalam hal pengurangan adopsi, Sampai saat ini pun, bantuan yang diberikan untuk jangka panjang juga belum jelas,” ungkap Suzanty yang juga menjabat sebagai Sekretaris Kelompok Kerja Pendanaan DNPI. 

Naskah: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com) 
Foto: dok.Ist

0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP