Dilarang Berpacaran di Situs Megalitik Gunung Padang
”Dilarang! Berpacaran di Lokasi Situs, Karena ini Tempat Sakral”.
Begitu bunyi tulisan yang terpasang di batang pohon besar yan tumbuh di areal Situs Megalitik Gunung Padang. Situs yang konon pada zaman pra sejarah digunakan sebagai tempat peribadatan, rupanya telah berubah fungsi menjadi tempat bermesraan selain lokasi berziarah. Mengapa?
Menurut kuncen (juru kunci) Situs Gunung Padang Abah Dadi, Gunung yang berada di Desa Cimenteng, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat ini dulunya menjadi pusat peribadatan orang Sunda yang ketika itu masih ber-kepercayaan Sunda Wiwitan. ”Jadi fungsinya dulu semacam Piramida kalau di Mesir,” terangnya.
Gunung Padang, lanjut Abah Dadi menjadi poros atau tengah-tengahnya Jawa Barat. ”Padang itu berasal dari kata Sunda yang artinya pemandangan, karena dari gunung ini dapat dilihat seluruh pemandangan yang mengelilinginya. Bahkan Gunung Gede kelihatan dari sini asal udaranya tak berkabut,” katanya.
Hal yang menarik lagi, banyak orang yang datang berziarah ke situs ini. ”Ada yang berdoa, ada juga yang berucap syukur menjalankan nazar dengan memotong kambing atau sapi bersama beberapa orang kampung karena doanya sudah terkabulkan,” kata Abah Dadi yang mengaku tidak ada warga di desanya yang komplain dengan kedatangan para peziarah.
Pengunjung yang datang bukan cuma dari kalangan warga biasa tapi juga para pejabat atau suruhannya. ”Dulu ada orang dari Jakarta yang syukuran di situs ini. Ketika ditanya, jawabnya ini syukuran buat Pak SBY karena sudah naik jadi presiden,” aku Abah Dadi.
Warga yang datang justru kebanyakan dari luar Cianjur seperti dari Jakarta, Sukabumi, Tangerang, Bekasi, dan daerah lain bahkan ada yang dari Malaysia termasuk beberapa turis asing.
”Belum lama ada datang rombongan dengan dua mobil tiga per empat dari Malaysia. Mereka mendapat informasi keberadaan situs ini dari orang Jakarta,” kata Abah Dadi.
Pada hari-hari tertentu, banyak pasangan muda-mudi yang datang ke sini untuk bermesra-mesraan. ”Ada yang beranggapan pacaran di situs ini bikin hubungan langgeng,” kata Abah Dadi yang kerap menemukan dan melarang pasangan muda-mudi berpacaran di tepat yang dianggap keramat oleh para peziarah ini.
Situs Megalitik Gunung Padang berbentuk bangunan berundak yang terdiri atas 5 halaman atau teras. Masing-masing ukuran teras berbeda. Teras pertama atau teras terbawah berukuran paling besar kemudian berturut-turut sampai ke teras lima yang ukurannya semakin mengecil. Untuk memasuki setiap teras, ada semacam pintu yang ditandai dengan balok batu yang berdiri.
Setiap teras terdapat bangunan-bangunan kecil berupa susunan batu yang belum dikerjakan. Teras kelima atau paling atas diduga bangunan yang dianggap paling suci dan hanya orang-orang tertentu yang diijinkan masuk dalam upacara pemujaan tertentu.
Bentuk bangunan berundak Gunung Padang seperti bangunan berundak lain yang pernah ditemukan di Lemah Duhur, di Baduy Banten Selatan, Lebak Cibedug, dan lainnya dengan teras pertamanya berukuran lebih besar.
Batu Musik
Bangunan berundak Gunung Padang berada di atas sebuah bukit yang memanjang ke arah Tenggara Barat Laut pada ketinggian 885 m di atas permukaan laut.
Untuk mencapai bangunan berundak ini, pengunjung terlebih dulu harus menapaki undakan menanjak sepanjang 185 meter dengan 378 anak tangga dari batu alami.
Sebelum tiba di teras pertama, terdapat dinding teras setinggi sekitar 1-2 meter. Dinding tersebut terlihat jelas di sebelah kiri sebelum masuk teras pertama. Dinding tersebut disusun dari balok-balok batu dengan bahan perekat tertentu yang sudah bercampur tanah karena termakan usia.
Di teras pertama hingga teras berikutnya, terhampar ratusan balok batu tak beraturan, berserakan seperti bangunan kuno yang luluh lantah usai diguncang gempa dasyat. Umurnya diperkirakan 2500-3500 tahun sebelum masehi.
Ada yang beranggapan balok batu-batu tersebut itu terbentuk oleh alam dengan kata lain batu alami yan kemudian disusun oleh orang-orang pra sejarah pada jaman batu. Tapi ada pula yang berkeyakinan batu-batu tersebut diturunkan dari langit.
Yang menarik di teras pertama, selain ada sisa ruangan-ruangan kecil yang ditandai dengan jejeran batu, juga terdapat beberapa balok batu yang kalau diketuk dengan batu kecil menimbulkan suara, karenanya disebut batu musik. ”Pada malam-malam tertentu kerap terdengar alunan musik yang ditabuh orang dengan batu musik itu seperti suara gamelan,” ungkap Abah Dadi.
Naskah & foto: Adji Tropis IG @adjitropis
Menurut kuncen (juru kunci) Situs Gunung Padang Abah Dadi, Gunung yang berada di Desa Cimenteng, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat ini dulunya menjadi pusat peribadatan orang Sunda yang ketika itu masih ber-kepercayaan Sunda Wiwitan. ”Jadi fungsinya dulu semacam Piramida kalau di Mesir,” terangnya.
Gunung Padang, lanjut Abah Dadi menjadi poros atau tengah-tengahnya Jawa Barat. ”Padang itu berasal dari kata Sunda yang artinya pemandangan, karena dari gunung ini dapat dilihat seluruh pemandangan yang mengelilinginya. Bahkan Gunung Gede kelihatan dari sini asal udaranya tak berkabut,” katanya.
Hal yang menarik lagi, banyak orang yang datang berziarah ke situs ini. ”Ada yang berdoa, ada juga yang berucap syukur menjalankan nazar dengan memotong kambing atau sapi bersama beberapa orang kampung karena doanya sudah terkabulkan,” kata Abah Dadi yang mengaku tidak ada warga di desanya yang komplain dengan kedatangan para peziarah.
Pengunjung yang datang bukan cuma dari kalangan warga biasa tapi juga para pejabat atau suruhannya. ”Dulu ada orang dari Jakarta yang syukuran di situs ini. Ketika ditanya, jawabnya ini syukuran buat Pak SBY karena sudah naik jadi presiden,” aku Abah Dadi.
Warga yang datang justru kebanyakan dari luar Cianjur seperti dari Jakarta, Sukabumi, Tangerang, Bekasi, dan daerah lain bahkan ada yang dari Malaysia termasuk beberapa turis asing.
”Belum lama ada datang rombongan dengan dua mobil tiga per empat dari Malaysia. Mereka mendapat informasi keberadaan situs ini dari orang Jakarta,” kata Abah Dadi.
Pada hari-hari tertentu, banyak pasangan muda-mudi yang datang ke sini untuk bermesra-mesraan. ”Ada yang beranggapan pacaran di situs ini bikin hubungan langgeng,” kata Abah Dadi yang kerap menemukan dan melarang pasangan muda-mudi berpacaran di tepat yang dianggap keramat oleh para peziarah ini.
Situs Megalitik Gunung Padang berbentuk bangunan berundak yang terdiri atas 5 halaman atau teras. Masing-masing ukuran teras berbeda. Teras pertama atau teras terbawah berukuran paling besar kemudian berturut-turut sampai ke teras lima yang ukurannya semakin mengecil. Untuk memasuki setiap teras, ada semacam pintu yang ditandai dengan balok batu yang berdiri.
Setiap teras terdapat bangunan-bangunan kecil berupa susunan batu yang belum dikerjakan. Teras kelima atau paling atas diduga bangunan yang dianggap paling suci dan hanya orang-orang tertentu yang diijinkan masuk dalam upacara pemujaan tertentu.
Bentuk bangunan berundak Gunung Padang seperti bangunan berundak lain yang pernah ditemukan di Lemah Duhur, di Baduy Banten Selatan, Lebak Cibedug, dan lainnya dengan teras pertamanya berukuran lebih besar.
Batu Musik
Bangunan berundak Gunung Padang berada di atas sebuah bukit yang memanjang ke arah Tenggara Barat Laut pada ketinggian 885 m di atas permukaan laut.
Untuk mencapai bangunan berundak ini, pengunjung terlebih dulu harus menapaki undakan menanjak sepanjang 185 meter dengan 378 anak tangga dari batu alami.
Sebelum tiba di teras pertama, terdapat dinding teras setinggi sekitar 1-2 meter. Dinding tersebut terlihat jelas di sebelah kiri sebelum masuk teras pertama. Dinding tersebut disusun dari balok-balok batu dengan bahan perekat tertentu yang sudah bercampur tanah karena termakan usia.
Di teras pertama hingga teras berikutnya, terhampar ratusan balok batu tak beraturan, berserakan seperti bangunan kuno yang luluh lantah usai diguncang gempa dasyat. Umurnya diperkirakan 2500-3500 tahun sebelum masehi.
Ada yang beranggapan balok batu-batu tersebut itu terbentuk oleh alam dengan kata lain batu alami yan kemudian disusun oleh orang-orang pra sejarah pada jaman batu. Tapi ada pula yang berkeyakinan batu-batu tersebut diturunkan dari langit.
Yang menarik di teras pertama, selain ada sisa ruangan-ruangan kecil yang ditandai dengan jejeran batu, juga terdapat beberapa balok batu yang kalau diketuk dengan batu kecil menimbulkan suara, karenanya disebut batu musik. ”Pada malam-malam tertentu kerap terdengar alunan musik yang ditabuh orang dengan batu musik itu seperti suara gamelan,” ungkap Abah Dadi.
Naskah & foto: Adji Tropis IG @adjitropis
0 komentar:
Posting Komentar