Upaya Memberi Ruang Buat Seni Tradisi
Nasib kesenian tradisi semakin mengenaskan. Ada yang ditinggalkan pelakunya. Tak sedikit yang masih bertahan tapi kondisinya hidup segan mati tak mau. Mau dibawa kemana keberadaannya?
Benang merah ini terlontar dalam pagelaran dan dialog seni bertajuk “Masih Adakah Ruang Seni Pertunjukan Tradisi?” yang diselenggarakan Direktorat Nilai Budaya, Seni, dan Film (NBSF), Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar) di Galeri Nasional, Jakarta, Selasa (08/03/2011).
Benang merah ini terlontar dalam pagelaran dan dialog seni bertajuk “Masih Adakah Ruang Seni Pertunjukan Tradisi?” yang diselenggarakan Direktorat Nilai Budaya, Seni, dan Film (NBSF), Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar) di Galeri Nasional, Jakarta, Selasa (08/03/2011).
Dirjen NBSF Kemenbudpar Ukus Kuswara mengakui kesenian tradisi keberadaannya sekarang mulai diabaikan, tergeser perkembangan IPTEK. “Dikhawatirkan kalau didiamkan akan terjadi pergeseran nilai dan alih fungsi kesenian baik sebagai hiburan, religi maupun fungsi sosial lainnya,” jelasnya.
Kesenian tradisi yang bernilai kearifan lokal, tambahnya cenderung semakin ditinggalkan masyarakat pendukungnya. “Ada kesenian tradisi yang mengalami stagnasi bahkan punah. Berapa jumlahnya, sedang didata,” akunya.
Menurut Ukus, ada tiga kendala yang menyebabkan kesenian tradisi Indonesia belum berkembang baik. Pertama, belum teridentifikasikan dengan baik semua kesenian tradisi yang pernah ada dan yang masih ada hingga kini oleh para pelaku atau pendukungnya. Kedua, karena belum adanya data tersebut, pemerintah sulit memberikan fasilitas dan ruang bagi buat pengembangan kesenian tradisi termasuk buat para pelakunya. Dan ketiga, stakeholder atau swasta belum berperan aktif dalam pengembangan kesenian tradisi. “Kalau ketiga kendala ini sudah benahi, nasib kesenian tradisi pasti bias lebih baik,” jelasnya.
Hadir sebagai pembicara dialog, 4 budayawan yakni Remi Silado, Radhar Pancha Dahana, Rizaldi Siagian, dan Sardono W. Kusumo.
Sardono mengatakan kesenian tradisi itu selalu terdapat perubahan-perubahan atau pembaharuan yang cenderung diadopsi oleh daerah setempat. “Hal ini mengimplikasikan adanya akulturasi,” jelasnya.
Radhar mengatakan seni yang ada di Indonesia adalah seni yang tidak akan pernah berhenti. Seni memperbaharui dirinya dengan konteks kekinian. Misalnya adanya jenis seni kontemporer yang senantiasa terkait dengan kondisi dan kemajuan saat ini. ”Pemerintah harus menciptakan kondisi yang sebaik baiknya agar proses artistikasi dapat berjalan seoptimal mungkin. Pemerintah tidak lagi melihat kesenian sebagai hal yang “diam” namun dinamis. Dan yang harus bertanggung jawab atas hal-hal tersebut adalah adat, pelaku, dan konstitusional,” jelasnya.
Remi silado mengatakan karya kesenian harus bersifat pribadi. Tapi tidak boleh ada penyamaan persepsi karena itu merupakan pelanggaran HAM.
Sementara Rizaldi mengatakn kesenian tradisional di Indonesia sangat kaya dan memerlukan tindakan kebijakan pelestarian terutama untuk bisa memberi kemanfaatan kepada para pemilik atau pemangkunya. “Tapi strategi pelestariannya harus dengan sangat hati-hati, harus mempertimbangkan dampak negatif yang mungkin terjadi,” jelasnya.
Sebelum dialog digelar, ditampilkan Gambang Kromong, salah satu kesenian tradisi Betawi dari Sanggar Kharisma Jaya, pimpinan Boing. Seperti nasib kesenian tradisi lainnya. Gambang Kromong pun nyaris sama. Hidup segan, mati tak mau.
Naskah: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
Foto: Ist.
0 komentar:
Posting Komentar