Menjaring Wisman dengan Kopi
Mendatangkan wisman ke negeri ini dengan kopi bukanlah mimpi. Mengapa kopi? Pasalnya Indonesia salah satu negara produsen plus konsumen kopi terbesar di dunia. Di samping itu, memiliki sejumlah agrowisata perkebunan kopi lengkap dengan resortnya, kedai-kedai kopi di sejumlah kota, dan tentu saja aneka produk kopi berkualitas tinggi. Jadi itu sangat mungkin dan peluangnya besar. Bagaimana caranya?
Ide menjaring wisatawan mancanegara (wisman) lewat kopi, mungkin bukan hal baru. Buktinya agro wisata perkebunan kopi seluas 22 hektar berlabel Losari Coffee Plantation (LCP) di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah sudah sejak lama berhasil mendatangkan bukan saja wisatawan nusantara (wisnus) tapi juga wisman.
Ide menjaring wisatawan mancanegara (wisman) lewat kopi, mungkin bukan hal baru. Buktinya agro wisata perkebunan kopi seluas 22 hektar berlabel Losari Coffee Plantation (LCP) di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah sudah sejak lama berhasil mendatangkan bukan saja wisatawan nusantara (wisnus) tapi juga wisman.
Agrowisata ini dilengkapi dengan resort di tengah perkebunan dengan tarif mulai Rp 2.5 juta rupiah per malam dan juga paket tur menikmati perkebunan teh Rp 125 ribu per orang. Pengunjungnya dimanjakan dengan aneka menu tradisional lengkap dengan bermacam minuman kopi berikut penganan lokalnya. Pemandangannya dijamin menawan sebab dikelilingi Gunung Telomoyo, Sindoro, Ungaran, Sumbing, Perahu, Merapi, Andong, dan Gunung Merbabu. Udaranya jelas dingin dan bebas polusi. LCP mudah dijangkau sekitar 2 jam dari Jogja atau sekitar 15 km jauh dari Ambarawa ke selatan.
Di tempat lain, sejumlah kedai kopi di Manggar, Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ini juga sudah lama menjadi lokasi bersantai seraua menyeruput kopi bercangkir-cangkir. Pengunjungnya bukan hanya penduduk sekitar tapi juga para pendatang dari luar termasuk wisatawan yang sedang berlibur ke salah satu lokasi pembuatan film Laskar Pelangi ini. Kini, Manggar yang berjuluk Kota Seribu Warung Kopi ini, sudah masuk di dalam paket tur sejumlah opertor wisata yang membawa wisatawan menikmati bumi laskar pelangi ini.
Kondisi serupa juga terjadi di Bandaaceh, Nangroe Aceh Darussalam. Di kota berjuluk Serambi Mekkah ini, terdapat puluhan kedai kopi mulai dari pusat kota hingga daerah pingiran. Saban hari hingga malam, kedai-kedai kopi di sana tak pernah sepi. Bukan cuma warga Bandaaceh dan sekitarnya yang datang tapi juga dari luar kota temasuk dari Medan dan kota provinsi terdekat lain termasuk dari luar Sumatera yang tengah berlibur ataupun berniaga di kota ini. Mereka datang semata untuk menikmati kopi khas Aceh yang sudah tersohor kenikmatan dan keharumannya. Kopi khas Aceh ini namanya mulai meroket menyaingi kuliner khas setempat yang lebih dulu tersohor seperti Ayam Tangkap dan Mie Aceh.
Kota kecil lain seperti Tarempa, ibukota Kabupaten Kepulauan Anambas, Provinsi Kepulauan Riau juga memiliki sejumlah kedai kopi yanag diminati warga lelakinya dan penduduk luar pulau setiap pagi hingga malam. Kedai-kedai kopi disana dilengkapi dengan aneka penganan khas setempat seperti Mie Tarempa.
Melihat perkembangan wisata di daerah-daerah tersebut, membuktikan bahwa kopi mampu menjaring wisatawan baik lokal, nusantara maupun mancanegara. Tinggal memolesnya lebih serius hingga kopi bukan semata meningkatkan ekonomi pun mengangkat pariwisata Indonesia ke dunia internasional hingga tercipta imej ingat kopi, ingat Indonesia. Dari pencitraan tersebut akhirnya juga dapat meningkatkan pendapatan bukan saja bagi para pengusaha kopi kelas kakap, pun pedagang kelas menengah, kecil, hingga para petani dan masyarakat yang bekerja di komoditi kopi dan olahannya ini.
Putri Kopi Indonesia
Ide brilian ini ternyata tertanam di benak Rudy J. Pesik, seorang pengusaha yang berangkat dari gemasannya melihat nasib kopi Indonesia yang justru keharumannya dinikmati oleh pedagang asing. Belum setahun menggeluti kopi, pria yg nampak awet mmuda ini membuat aneka produk kopi asli Indonesia dengan merek Kopi Kamu dalam kemasan berkelas. Tak cukup di situ, dia buat gebrakan dengan menyenggarakan pemilihan Putri Kopi Indonesia 2011 yang diikuti 14 provinsi dari seluruh Indonesia, dimana masing-masing provinsi diwakili 2 orang finalis.
Penyelenggaraan ajang pemilihan putri kopi yang akan diselenggarakan pada 15-18 April 2011 di Jakarta ini untuk mendapatkan Putri Kopi Indonesia yang akan diikutsertakan dalam ajang pemilihan internasional World Queen of Coffee di Colombia, Amerika Selatan tahun ini juga.
Gayung bersambut. Idenya didukung oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar). Saat menemui Direktur Jenderal Pemasaran Pariwisata Indonesia, Sapta Nirwandar di Jakarta baru-baru ini, dia mendapat dukungan atas rencana keikutsertaan Indonesia di ajang pemilihan ratu kopi dunia yang sudah terselenggara 40 kali itu. Bahkan Sapta Nirwandar menyarankan Rudy untuk juga membuat ajang World King of Coffee di Indonesia yang diikuti peserta dari mancanegara.
Menurut Sapta, keikutsertaan Putri Kopi Indonesia di ajang pemilihan ratu kopi dunia sebagai wahana promosi pariwisata Indonesia ke mancanegara sekaligus mendorong perkembangan industri kopi dalam negeri.
Promosi disini, lanjutnya masih sebatas pencitraan lewat kopi supaya penikmat kopi dunia tahu bahwa Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kopi terbesar di dunia hingga mereka kemudian tertarik datang ke Indonesia.
"Pomosi imej sebagai negara penghasil kopi ini memang tidak mendatangkan wisman secara langsung. Paling tidak kalau dilakukan secara terus menerus kelak orang asing dimanapun saat minum kopi, langsung ingat Indonesia, sebagaimana orang minum wine ingat Perancis. Lalu mereka tertari beragrowisata di perkebunan kopi di sini. Atau bisa juga menarik investor yang ingin menanamkan modalnya di industri kopi," jelas Sapta yang diamanini Rudy.
Keikutsertaan Indonesia di ajang pemilihan ratu kopi dunia tahun ini, boleh dibilang sangat terlambat. Kemana saja kita selama ini? Padahal Indonesia penghasil kopi kualitas satu terbesar ke-4 setelah Brazil, Colombia, dan Vietnam. Bukan cuma produsen kopi tapi juga konsumen kopi terbesar di dunia.
Seperti orang-orang tua terdahulu bilang, lebih baik terlambat darpada tidak ikut sama sekali. Rasanya benar pandangan usang itu. Bisa jadi kealfaan Indoensia mengukuti ajang tersbut menginat nasib kopi Indonesia di dalam negeri tidak seharum wanginya. Masih banyak persoalan yang menghadang dari hulu ke hilir, mulai cara penanaman, perawatan, proses pemetikan, penjemuran, penggilingan, pengemasan, dan penjualannya.
Menurut peneliti dan pengamat kopi Dwitjahjadi cara penanaman pohon kopi, perawatan hingga penjemuran dan seterusnya belum dipahami dengan baik oleh para petani kopi Indonesia. "Padahal salah perawatan pohon kopi berdampak padak kulaitas kopinya. Salah penjemuran, misalnya jemur di aspal, di tanah, di bilik, dan lainnya juga mempengaruhi nilai dan rasa kopi tersebut," jelasnya.
Bisa mungkin dengan adanya pemilihan Putri Kopi Indonesia tahun ini yang kemudian dilanjutkan dengan keikutsertaan ke ajang World Queen of Coffee, bukan semata menjadi ajang promosi paraiwisata sebagai pencitraan negara penghasil kopi terbaik dunia, pun juga meningkatkan kesejahteraan para petani kopi. Dan tak kalah penting juga membuka mata para petahi dan pihak terkait untuk menggarap sektor perkebunan ini dengan lebih baik dan profesional hingga kelak Indonesia menghasilkan kopi kualitas wahid di urutan teratas yang sukses merajai pasar dunia.
Di tempat lain, sejumlah kedai kopi di Manggar, Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ini juga sudah lama menjadi lokasi bersantai seraua menyeruput kopi bercangkir-cangkir. Pengunjungnya bukan hanya penduduk sekitar tapi juga para pendatang dari luar termasuk wisatawan yang sedang berlibur ke salah satu lokasi pembuatan film Laskar Pelangi ini. Kini, Manggar yang berjuluk Kota Seribu Warung Kopi ini, sudah masuk di dalam paket tur sejumlah opertor wisata yang membawa wisatawan menikmati bumi laskar pelangi ini.
Kondisi serupa juga terjadi di Bandaaceh, Nangroe Aceh Darussalam. Di kota berjuluk Serambi Mekkah ini, terdapat puluhan kedai kopi mulai dari pusat kota hingga daerah pingiran. Saban hari hingga malam, kedai-kedai kopi di sana tak pernah sepi. Bukan cuma warga Bandaaceh dan sekitarnya yang datang tapi juga dari luar kota temasuk dari Medan dan kota provinsi terdekat lain termasuk dari luar Sumatera yang tengah berlibur ataupun berniaga di kota ini. Mereka datang semata untuk menikmati kopi khas Aceh yang sudah tersohor kenikmatan dan keharumannya. Kopi khas Aceh ini namanya mulai meroket menyaingi kuliner khas setempat yang lebih dulu tersohor seperti Ayam Tangkap dan Mie Aceh.
Kota kecil lain seperti Tarempa, ibukota Kabupaten Kepulauan Anambas, Provinsi Kepulauan Riau juga memiliki sejumlah kedai kopi yanag diminati warga lelakinya dan penduduk luar pulau setiap pagi hingga malam. Kedai-kedai kopi disana dilengkapi dengan aneka penganan khas setempat seperti Mie Tarempa.
Melihat perkembangan wisata di daerah-daerah tersebut, membuktikan bahwa kopi mampu menjaring wisatawan baik lokal, nusantara maupun mancanegara. Tinggal memolesnya lebih serius hingga kopi bukan semata meningkatkan ekonomi pun mengangkat pariwisata Indonesia ke dunia internasional hingga tercipta imej ingat kopi, ingat Indonesia. Dari pencitraan tersebut akhirnya juga dapat meningkatkan pendapatan bukan saja bagi para pengusaha kopi kelas kakap, pun pedagang kelas menengah, kecil, hingga para petani dan masyarakat yang bekerja di komoditi kopi dan olahannya ini.
Putri Kopi Indonesia
Ide brilian ini ternyata tertanam di benak Rudy J. Pesik, seorang pengusaha yang berangkat dari gemasannya melihat nasib kopi Indonesia yang justru keharumannya dinikmati oleh pedagang asing. Belum setahun menggeluti kopi, pria yg nampak awet mmuda ini membuat aneka produk kopi asli Indonesia dengan merek Kopi Kamu dalam kemasan berkelas. Tak cukup di situ, dia buat gebrakan dengan menyenggarakan pemilihan Putri Kopi Indonesia 2011 yang diikuti 14 provinsi dari seluruh Indonesia, dimana masing-masing provinsi diwakili 2 orang finalis.
Penyelenggaraan ajang pemilihan putri kopi yang akan diselenggarakan pada 15-18 April 2011 di Jakarta ini untuk mendapatkan Putri Kopi Indonesia yang akan diikutsertakan dalam ajang pemilihan internasional World Queen of Coffee di Colombia, Amerika Selatan tahun ini juga.
Gayung bersambut. Idenya didukung oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar). Saat menemui Direktur Jenderal Pemasaran Pariwisata Indonesia, Sapta Nirwandar di Jakarta baru-baru ini, dia mendapat dukungan atas rencana keikutsertaan Indonesia di ajang pemilihan ratu kopi dunia yang sudah terselenggara 40 kali itu. Bahkan Sapta Nirwandar menyarankan Rudy untuk juga membuat ajang World King of Coffee di Indonesia yang diikuti peserta dari mancanegara.
Menurut Sapta, keikutsertaan Putri Kopi Indonesia di ajang pemilihan ratu kopi dunia sebagai wahana promosi pariwisata Indonesia ke mancanegara sekaligus mendorong perkembangan industri kopi dalam negeri.
Promosi disini, lanjutnya masih sebatas pencitraan lewat kopi supaya penikmat kopi dunia tahu bahwa Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kopi terbesar di dunia hingga mereka kemudian tertarik datang ke Indonesia.
"Pomosi imej sebagai negara penghasil kopi ini memang tidak mendatangkan wisman secara langsung. Paling tidak kalau dilakukan secara terus menerus kelak orang asing dimanapun saat minum kopi, langsung ingat Indonesia, sebagaimana orang minum wine ingat Perancis. Lalu mereka tertari beragrowisata di perkebunan kopi di sini. Atau bisa juga menarik investor yang ingin menanamkan modalnya di industri kopi," jelas Sapta yang diamanini Rudy.
Keikutsertaan Indonesia di ajang pemilihan ratu kopi dunia tahun ini, boleh dibilang sangat terlambat. Kemana saja kita selama ini? Padahal Indonesia penghasil kopi kualitas satu terbesar ke-4 setelah Brazil, Colombia, dan Vietnam. Bukan cuma produsen kopi tapi juga konsumen kopi terbesar di dunia.
Seperti orang-orang tua terdahulu bilang, lebih baik terlambat darpada tidak ikut sama sekali. Rasanya benar pandangan usang itu. Bisa jadi kealfaan Indoensia mengukuti ajang tersbut menginat nasib kopi Indonesia di dalam negeri tidak seharum wanginya. Masih banyak persoalan yang menghadang dari hulu ke hilir, mulai cara penanaman, perawatan, proses pemetikan, penjemuran, penggilingan, pengemasan, dan penjualannya.
Menurut peneliti dan pengamat kopi Dwitjahjadi cara penanaman pohon kopi, perawatan hingga penjemuran dan seterusnya belum dipahami dengan baik oleh para petani kopi Indonesia. "Padahal salah perawatan pohon kopi berdampak padak kulaitas kopinya. Salah penjemuran, misalnya jemur di aspal, di tanah, di bilik, dan lainnya juga mempengaruhi nilai dan rasa kopi tersebut," jelasnya.
Bisa mungkin dengan adanya pemilihan Putri Kopi Indonesia tahun ini yang kemudian dilanjutkan dengan keikutsertaan ke ajang World Queen of Coffee, bukan semata menjadi ajang promosi paraiwisata sebagai pencitraan negara penghasil kopi terbaik dunia, pun juga meningkatkan kesejahteraan para petani kopi. Dan tak kalah penting juga membuka mata para petahi dan pihak terkait untuk menggarap sektor perkebunan ini dengan lebih baik dan profesional hingga kelak Indonesia menghasilkan kopi kualitas wahid di urutan teratas yang sukses merajai pasar dunia.
Naskah & Foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
0 komentar:
Posting Komentar