Gaya KKP Mencetak Tenaga Konservasi Andal
Sebagai negara perairan, wajar Indonesia memiliki 13,5 juta hektar kawasan perairan laut pada tahun 2009. Kendati luas lahan tersebut pada tahun 2010 sudah melampaui target pemerintah sebanyak 10 hektar, sayangnya tenaga-tenaga terampil untuk mengelolanya amat minim. Apa solusinya?
Untuk mencetak tenaga teknis kawasan konservasi perairan yang andal dalam artian produtif, terampil, kreatif, dan profesional, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BPSDMKP), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggelar Pelatihan Pengelolaan Konservasi Perairan Tingkat Dasar 2011 di Medan, Sumatera Utara.
Menurut Kepala BPSDMKP, Sjarief Widjaja dengan pelatihan ini diharapkan dapat membangun kesadaran bahwa bangsa ini dikarunia sangat besar oleh Tuhan berupa kekayaan alam yang luar biasa yang tidak dimiliki bangsa-bangsa lain di dunia. Kekayaan laut tersebut belum banyak disentuh oleh masyarakat Indonesia. “Kita selama ini sudah banyak mengeksploitasi sumber daya alam dari daratan, baik yang bersifat mineral maupun di atas bumi dan berbagai hasil hutan dan sebagainya. Tetapi untuk sumber daya alam perairan, kita belum banyak menggali,” jelasnya.
Pelatihan ini sebagai satu langkah penting untuk menggeser paradigma ekonomi yang tidak lagi berbasis daratan menjadi berbasis kelautan. Terlebih Pemerintah Indonesia telah menargetkan kawasan konservasi perairan seluas 20 hektar pada tahun 2020. Kawasan yang sudahdiregulasi itu bukan suatu areal yang kecil. Jelas membutuhkan penanganan sungguh-sungguh yang dilakukan bukan hanya oleh pemerintah melainkan secara bersama dengan pihak swasta dan masyarakat.
”Kita tidak mungkin melarang masyarakat masuk ke kawasan tersebut dan melarang mereka mencari nafkah di sana. Kita justru harus mendidik mereka bagaimana memanfaatkan alam dengan benar sesuai nilai-nilai konservasi agar sumber daya alamnya tidak rusak,” tegasnya.
Jadi pengelolaan kawasan konservasi perairan ini, tambah Sjarief harus diimbangi dengan bagaimana mencari nafkah kehidupan alternatif bagi masyarakat yang hidup di area konservasi. “Dan itu adalah tugas kita. Kita tidak mungkin minta area konservasi dipertahankan tapi masyarakat kita miskin. Yang harus kita tawarkan adalah paradigma bagaimana masyarakat dapat hidup berdampingan dengan alam secara harmonis,” imbuhnya.
Lebih lanjut Sjarief menengaskan bahwa pelatihan ini bukan sekadar mendapatkan atau menambah sertifikat yang sudah ada di rumah atau di lemari peserta masing-masing. Tetapi akan menjadi pelatihan yang juga dapat mengajak masyarakat di sekitar dan di dalam kawasan konservasi menjadi sadar akan arti penting konservasi dan memanfaatkannya dengan bijak.
Pelatihan ini, kata Sjarief hanya mengangkat bagian kecil dari bermacam persoalan sebenarnya di lapangan. Oleh karena itu, dia menyarankan disamping materi yang diberikan juga harus memberikan pengetahuan bagaimana berkomunikasi dengan efektif dan baik dengan masyarakat setempat. “Ini memang butuh ilmu tersendiri, paling tidak dengan pelatihan ini dapat pula menyampaikan sesuatu kepada masyarakat dengan bahasa-bahasa yang mudah dimengerti oleh masyarakat. Bukan bahasa langit yang justru membingungkan,” jelasnya.
Pasukan Konservasi
Sebanyak 30 peserta mengikuti pelatihan ini dari sejumlah dinas Kelautan dan Perikanan antara lain dari Kabupaten Aceh Besar dan Aceh Jaya-NAD, Nias dan Tapanuli Selatan-Sumut, Bengkalis-Riau, Bintan, Kepulauan Anambas dan Natuna-Kepri, Kaur-Bengkulu, Lampung Barat-Lampung, Bengkayang-Kalbar, Nunukan-Kaltim & Berau-Kaltim, Alor-NTT, Pangkep dan Kabupaten Kepulauan Selayar-Sulsel serta Dinas Kelautan, Perikanan, Pertanian dan Kehutanan Kota Batam-Kepri, BKKPN Kupang, LKKPN Pekanbaru, Dit. Konservasi Kawasan dan Jenis, KP3K-KKP, dan BPPP Belawan Medan sekaligus sebagai tuan rumah.
Para peserta mendapat tiga materi pelatihan berupa pengantar kawasan konservasi perairan, ekosistem laut, dan materi kawasan konservasi perairan dan perikanan berkelanjutan. Materi pelatihan disampaikan oleh para tim pelatih/fasilatitator/narasumber dari NOAA, CTSP, dan para trainer alumni pelatihan TOT Marine Protection Area di Tegal dan Bitung antara lain Jason Philibotte, M. Fedi A. Sondita, dan Mathius Tiku.
Selain ceramah dan diskusi, metode pengajaran dalam pelatihannya berupa simulasi, pendalaman materi praktek lapangan, dan terakhir ujian materi. Seluruh peserta pelatihan mendapatkan Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan (STTPP) yang diterbitkan oleh Pusat Pelatihan Kelautan dan Perikanan, KKP.
Pelatihan Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan yang berlangsung di Medan-Sumatera Utara ini merupakan kali keempat. Sebelumnya pelatihan serupa sudah digelar BPSDMKP di Bitung-Sulawesi Utara, Tegal-Jawa Tengah, dan Banyuwangi-Jawa Timur. Masing-masing pelatihan diikuti sekitar 30 peserta. Jadi sudah ada 120 peserta yang diharapkan kelak menjadi tenaga teknis pengelola kawasan konservasi perairan di Indonesia yang andal, baik untuk level manager, operasional lapangan maupun pendidik masyarakat.
Jumlah itu jelas masih kurang, mengingat kini sudah ada 10 taman nasional serta 44 kawasan konservasi laut di kabupaten dan kota di seluruh Indonesia. Tapi paling tidak dengan adanya pelatihan yang akan diadakan terus secara kontinyu di berbagai tempat secara bergantian ini akan menambah jumlah pasukan tenaga pengelola khusus kawasan konservasi tersebut.
Di samping itu, pelatihan yang berlangsung 6 hari, sejak 28 Februari-5 Maret 2011 berkat kerjasama dengan Direktorat Jenderal KP3K serta National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA-USAID) ini sekaligus membuktikan bahwa keinginan Kementerian Kelautan dan Perikanan, khususnya BPSDMKP untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia-nya bukanlah isapan jempol.
Naskah & Foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
0 komentar:
Posting Komentar