. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Selasa, 09 November 2010

Tak Kunjung Diam, Merapi pun Diruwat


Merapi hingga saat ini masih bergejolak. Masyarakat sekitarnya cemas kalau tiba-tiba gunung teraktif di dunia ini menyemburkan wedhus gembel lagi yang lebih dasyat. Mereka pun menggelar Ruwatan Merapi dengan menyembeli seekor kerbau. Kearifan lokal yang kental dengan budaya Jawa kuno ini diyakini mereka dapat meredam amarah dewa jahat yang menyebabkan merapi meletus.

Ruwatan Merapi yang diikuti oleh puluhan anggota Paguyuban Tri Tunggal ini berlangsung di Tugu Yogyakarta, Senin Malam (8/11/2010). Ruwatan biasa disebut dengan tolak bala Mahesa Lawung sesaji Raja Sonya ini bertujuan untuk meruwat Merapi yang diyakini saat ini sudah memuntahkan semua isi materialnya ke semua sungai yang berhulu dari Gunung Merapi.

Seekor kerbau disembeli untuk keperluan ruwatan ini dalam sebuah upacara sakral yang diriingi tarian srimpi dan gending mahesa lawung. Sebelumnya kerbau jantan ini sempat mengamuk dan merusak beberapa lapak pedagang. Beberapa warga berlarian dan ada yang berteriak sambil mengucap Allahu Akbar-Allahu Akbar.

Mahesa lawung memiliki makna laku tirakat yakni suatu usaha untuk menolak dewa batara atau dayang yang menyebabkan bencana alam dan musibah lainnya.

“Tujuannya untuk tolak bala. Karena masyarakat sekitar Gunung Merapi sekarang merasakan kepanikan karena letusannya belum berhenti,” jelas pimpinan Paguyuban Tri Tunggal, Raden Sapto Rahardjo.

Usai kerbau disembelih, selanjutnya dilakukan penanaman kepala kerbau, kaki, dan ekor, sembilan ayam jantan wiring kuning, dan 99 boneka dari bahan singkong ’gethuk lindri’ di Balai Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Dengan ruwatan ini diharapkan bencana alam Gunung Merapi akan segera berakhir sehingga warga di kaki Merapi dan juga di Yogyakarta dapat merasakan kembali kehidupan yang damai dan sejahtera.

Ruwatan Merapi digelar paguyuban ini mengingat aktivitas Merapi belum juga reda. Tradisi yang diyakini sudah berlangsung turun-termurun warisan leluhurnya ini, menarik perhatian bukan hanya warga sekitar juga pendatang termasuk wisatawan.

"Acaranya cukup menarik. Nuansa kejawennya sangat kental. Dari sisi budaya ini khas. Tapi mudah-mudahan tidak jadi sesuatu yang sirik," jelas seorang penonton yang enggan disebut namanya.

Bila ruwatan Merapi sebagai salah satu kearifan lokal sekelompok warga setempat digelar, sebaliknya Universitas Gadjah Mada (UGM) menunda pelaksanaan pertemuan internasional tentang kearifan lokal, World Conference on Culture, Education, and Science (WISDOM) 2010 yang rencananya diadakan 8-11 November ini di beberapa tempat di Yogyakarta.

Penundaan pelaksanaan seminar yang rencananya akan dihadiri sejumlah pembicara ternama dari sejumlah negara ini, terkait hujan debu vulkanik Merapi yang menutupi Kota Gudeg ini dan ancaman letusan Merapi yang sewaktu-waktu bisa terjadi.

Naskah & Foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)

0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP