. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Rabu, 24 November 2010

Jero Wacik Kena ‘Todong’ Rp 50 Juta



Menbud-par Jero Wacik kena ‘to-dong’ dua orang di kawasan Pasar Baru, Jakarta Pusat, saat Jakarta diguyur hujan merata, sekitar pukul 21.30 WIB tadi malam (24/11/2010). Pelaku lelaki mengenakan sarung motif Bali kotak-kotak hitam putih dan tutup kepala udeng (topi khas Bali). Sedangkan yang perempuan berpakaian hitam, berambut panjang dan berkacamata. Koq bisa?

Sebelum kena ‘todong’ Jero Wacik mengaku dapat kiriman pesan pendek dari seseorang untuk datang ke acara Konser Musik bertajuk “DESAWARNANA Doa Bali untuk Indonesia” di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ) yang diselenggarakan oleh Komunitas Seniman Bali Peduli dengan dukungan sejumlah sponsor.

Semula Jero Wacik mengaku tidak tahu siapa penyelenggara acara itu dan tujuannya untuk apa. Tapi ketika dia tahu yang mengadakan acara tersebut Taufik dengan pengisi acara Dewa Budjana, Ayu Laksmi, Belawan dan seniman Bali lainnya untuk menggalang dana dan daya lewat doa berbalut musik, dia pun meluangkan waktu sebentar ke GKJ untuk berbagi doa bersama, meskipun sebenarnya ada beberapa acara lain yang harus dikunjunginya.

Usai menikmati seqmen pertama acara tersebut yang berisi doa dari seorang pria diiringi gesekan biola oleh violis perempuan serta penari di balik bentangan layar kain putih yang memberi kesan artisitik, Jero Wacik diminta naik panggung oleh Taufik untuk memberi sepatah-duakata.

Dalam sambutannya, Jero Wacik mengatakan bahwa secara ilmiah negara kita memang berada di tempat yang rawan bencana. Ada ratusan gunung berapi yang bergantian meletus, sekian banyak laut dan patahan atau lempengan bumi yang bergantian menjadi episentrum gempa. Dengan begitu bencana masih akan sering kita hadapi. Tetapi dengan kebersihan hati, lanjut Jero Wacik, kita harus berkata bahwa inilah negeri kita yang tercinta. “Kita tidak bisa pergi dari negeri ini. Kita harus terus berada di sini dan terus mencinta negeri ini dengan segala isinya,” terangnya disambut tepukan hangat hadirin.

Isi salah satu negeri kita, sambung Jero Wacik, yang terpenting adalah manusia Indonesia yang menurut sensus terakhir berjumlah 270 juta orang yang tinggal di segala penjuru. “Jadi kalau ada bencana di Merapi, Wasior, dan Mentawai maka bagian hati katalah yang terkena bencana. Saya senang kalau ada komunitas mengadakan acara seperti ini, walaupun kecil jumlahnya tapi besar efeknya karena itu berisi doa,” tambahnya lagi-lagi diganjar hot applaus tamu undangan.

Selepas memberikan sambutan didampingi Ayu Laksmi, saat itulah Jero Wacik kena ‘todong’ oleh dua pembaca acara yakni Arya Wira yang tak lain kakak sulung Ayu Laksmi dan Tjok Sawitri, seniwati dan penulis buku asal Bali. “Masak acara di GKJ ini baru terkumpul 10 juta pada putaran pertama. Malu kan...Harus ada yang berani menyumbang lebih nih. Padahal tadi saya yang SMS bapak lho,” sindir Sawitri spontan dan tanpa basa-basi hingga sejumlah orang yang hadir tertawa.

Mendengar guyonan sindirian itu, Jero Wacik yang hendak menuruni tangga panggung, menghentikan langkah dan menoleh ke belakang tepatnya ke arah Sawitri. “Karena saya sudah tahu siapa penyelenggaranya dan tujuannya untuk apa, saya ikut menyumbang Rp 50 juta. Tapi tidak sekarang, karena saya tidak bawa uang,” jelas Wacik seraya diberi tepukan hangat hadirin.

Dari Kantung Sendiri
Di luar GKJ, hujan masih turun. Dan acara di dalam pun masih berlangsung. Ayu Weda, penyayi asal Bali yang biasa menyanyikan lagu beraliran rock masih bernyanyi diiringi petikan maestro gitar spiritualis Ketut Riwin.

Ajudan Jero Wacik terlihat sibuk menyiapkan sesuatu di luar gedung. Rupanya Jero Wacik ingin keluar dari gedung pertunjukan untuk menghadiri acara berikutnya. Sebelum masuk pintu mobil hitamnya, sejumlah wartawan meminta kesannya tentang acara ini.

Menurutnya, gagasan acara ini bagus dan harus diperbanyak. “Doa itu penting utuk menggalang kebersamaan sehingga yang terkena bencana tidak merasa sendiri. Di saat Indonesia dilanda bencana-bencana seperti ini, tuhan menguji rasa kepedulian dan kesetiaakawanan kita. Kepedulian merupakan salah satu budaya dan karakter asli bangsa kita. Kalau ada orang yag tidak peduli, itu bukan orang asli Indonesia,” jelasnya.

Ketika disinggung soal Rp 50 Juta yang ‘ditodong’ pembawa acara, Jero Wacik hanya bilang itu bukan ‘ditodong’. “Sebenarnya dari kemarin saya sudah punya pikiran untuk menyumbang tapi tidak jadi karena belum tahu siapa panitia dan tujuannya. Akhirnya setelah dicek dan ternyata panitianya orang-orang idealis, saya turut menyumbang uang dan doa,” jelasnya.

“Apakah uang tersebut dari kantung sendiri?,” tanya salah seorang wartawati. Jero Wacik langsung tegas menjawab; “La iya lah”.

Naskah & Foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)

0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP