. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Kamis, 18 November 2010

Angklung Harus Masuk Sekolah Pascapengakuan UNESCO




Setelah wayang, keris, dan batik, kini giliran angklung yang diakui oleh UNESCO sebagai mata budaya tak benda (intangible cultural heritage) dari Indonesia. Pengakuannya berlangsung di Nairobi, Kenya, 16 November 2010. Setelah pengakuan tersebut, angklung harus dilestarikan dan dikembangkan dengan cara diajarkan kepada para pelajar di sekolah.

Begitu yang disampaikan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik di Gedung Sapta Pesona, Jakarta, Kamis (18/11/2010). “Angklung harus bisa masuk dalam mata pelajaran di sekolah atau paling tidak jadi kegiatan ekstrakulikuler di sekolah agar terus lestari,” imbaunya.

Angklung merupakan alat musik tradisional khas Jawa Barat yang terbuat dari bambu. Sejak ratusan tahun, angklung bukan saja berfungsi sebatas alat musik pun berperan penting dalam kegiatan upacara tradisional tertentu, seperti saat panen padi.

Dulu, angkung yang dimainkan oleh masyarakat saat berpanen diyakini dapat menarik perhatian Dewi Sri yang datang seraya membawa berkah kesuburan bagi tanah dan tanaman padi para petani.

Pada era tahun 90-an, angklung sudah dikenal samapai negara-negara di kawasan Asia. Adalah Daeng Soetigna yang berhasil menciptakan angklung bersuara diatonis sehingga namanya go internasional dan masuk ke dalam bisnis hiburan sejak alat musik ini dapat dikolaborasikan dengan bermacam alat musik lain.

Pada tahun 1966, Udjo Ngalagena, murid dari Daeng Soetigna sukses mengembangkan angklung berdasarkan skala suara alat musik Sunda, yakni salendro, pelog, dan madenda.

Meski bentuknya nyaris sama hanya ukurannya yang berbeda, namun angklung jenisnya ada bermacam. Ada Angklung Kanekes, Dogdog Lojor, Gubrag, Badeng, dan Angklung Buncis.

Angklung Kanekes dari Badui, biasa dimainkan atau dibunyikan saat menanam padi di huma (ladang). Angklung ini juga biasa disajiakan sebagai hiburan pada malam terang bulan dan tidak hujan di buruan (halaman luas di pedesaan). Lagu-lagu Sunda yang dinyanyikan antara lain Lutung Kasarung dan Pileuleuyan.

Angklung Kanekes ada yang berukuran besar antara lain indung, ringkung, dongdong, gunjing, engklok, indung leutik, torolok, dan roel. Tidak semua orang Badui berhak membuat angklung, hanya orang Kajeroan atau tantu (Badui dalam) yang terdiri dari 3 kampung yakni Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik yang berhak membuatnya. Dan itupun tidak semua orang di 3 kampung tersebut yang mahir membuatnya. Cuma yang punya keturunan dan berhak, selain yang memenuhi beberapa syarat ritualnya.

Angklung Dogdog Lojor dari Kasepuhan Pancer Pangawinan atau kesatuan adat Banten Kidul yang tersebar di perbatasan Sukabumi, Bogor, dan Lebak, tepanya di sekitar Gunung Halimun. Dogdog lojor adalah nama salah satu instrumen yang ada di dalam kesenian ini, termasuk angklung. Biasanya dimainkan dalam acara ritual panen padi Serah Tahun atau Seren Taun di pusat kampung adat yang digelar setahun sekali.

Angklung Gubrag dari Kampung Cipining, Kecamatan Cigudeg, Bogor yang berusia tua. Angklung Gubrag tertua dibuat di Jasinga, Bogor. Usianya sudah mencapai 400 tahun lebih disimpan di Museum Sri Baduga, Bandung. Biasanya angklung gubrak dibunyikan untuk menghormati dewi padi dalam kegiatan melak pare (menanam padi), ngunjal pare (mengangkut padi), dan ngadiukeun (menempatkan) ke leuit (lumbung padi).

Angklung Badeng dari Desa Sanding, Kecamatan Malangbong, Garut semula menjadi alat berhubungan dengan ritual penanaman padi, tapi kemudian berfungsi pula sebagai alat hiburan untuk kepentingan dakwah Islam.

Angklung Buncis dari Baros daerah Arjasari, Bandung. Semula digunakan pada acara ritual penanaman padi tapi belakangan ini berubah sebagai seni hiburan. Dinamakan kesenian buncis bermula dari sebuah teks lagu Sunda yakni “cis kacang buncis nyengcle ..”.

Semua angklung di atas bertangga nada diatonis. Angklung Sunda yang semula bernada lima (salendro atau pelog), oleh Daeng Sutigna diubah nadanya menjadi tangga nada Barat (solmisasi), sehingga dapat mengiringi bermacam lagu dan dipadukan dengan berbagai alat usik lain dalam sebuah orkestra besar. Dengan begitu lebih mudah mengajarkan angklung kepada murid-murid di sekolah sejak dini.

Naskah: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)

Foto: Rozi, Kapusformas, Kemenbudpar

0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP