Menyusuri Kerajaan Biawak
Melihat seekor biawak berjemur di atas batu di pinggir sungai itu biasa. Tapi kalau puluhan biawak berebut ikan di pantai, itu baru luar biasa. Itu mungkin cuma bisa Anda lihat di Pulau Biawak, Indramayu, Jawa Barat. Pasalnya, pulau tersebut jadi kerajaan ribuan biawak yang hidup bebas sejak ratusan tahun silam.
Pulau Biawak termasuk satu satu pulau yang ada di Kepulauan Rakit di perairan Indramayu, Jawa Barat. Dinamakan Pulau Biawak karena sekitar 1.000 ekor lebih biawak komodo (Varanus salvator) bermukim di sana sejak lama.
Pulau tak berpenduduk ini luasnya sekitar 120 Ha, terdiri atas 80 Ha ekosistem hutan bakau (mangrove) dan sisanya 40 Ha hutan. Floranya didominasi berbagai jenis bakau yang sudah langka dan mulai jarang dijumpai di pesisir Pantai Utara (Pantura).
Pulau ini pun memiliki padang lamun yang cukup luas, mencapai 1/3 pulau. Kebaradaan padang lamun ini sekaligus diduga menjadi tempat mencari makan (feeding ground) bagi ikan duyung (Dugong dugong).
Selain biawak sebagai satwa utama, di pulau ini Anda juga mudah menemui kelelawar dan beragam jenis burung air, di antaranya Trinil pantai (Bubulkus ibis) dan Burung udang biru (Alcedo caerulescens).
Kondisi hutannya, terutama mangrove yang relatif masih utuh dan terjaga, membuat jutaan burung yang migrasi setiap pergantian musim dari Benua Australia ke Asia atau sebaliknya, betah transit di pulau ini.
Pulau lain yang masih dalam gugusan Kepulauan Rakit, seperti Pulau Gosong dan Rakit Utara juga dijadikan sebagai terminal pemberhentian bagi jutaan burung itu setelah terbang sejauh ribuan kilometer. Burung-burung itu singgah sekitar 3 bulan.
Di Pulau Biawak, aneka burung itu bukan cuma bersarang di vegetasi hutan sisi timur yang kondisi tegakan hutannya relatif tinggi, tapi juga melakukan reproduksi, kawin, dan menetaskan telurnya.
Perairan pulau Biawak juga kaya aneka jenis ikan pangan dan hias. Bahkan berdasarkan penelitian, jenis ikannya lebih banyak daripada di Kepulauan Seribu, Jakarta. Beberapa di antaranya predator air yang terkenal seperti hiu martil dan ikan pari. Di beberapa bagian pantainya menjadi sarang bagi kepiting besar. Bentuk sarangnya unik dan besar, sepintas mirip dataran di planet lain.
Sayangnya, seperti di pulau-pulau lainnya, beberapa bagian pulau ini pun mengalami ancaman abrasi. Terutama di bagian pulau yang langsung berhadapan dengan laut lepas, hembusan angin, dan gempuran ombak.
Meskipun sejak tahun 1995 pulau ini sudah dijadikan sebagai daerah konservasi laut Kabupaten Indramayu, namun menurut pengamat lingkungan, jika abrasi tidak segera dicegah, dalam kurun waktu puluhan tahun ke depan, daratannya lambat laun kian tergerus bahkan mungkin bisa tenggelam.
Snorkeling & Birdwaching
Belum banyak orang yang tahu keberadaaan dan isi Pulau Biawak. Selama ini, pengunjung yang datang kebanyakan para nelayan di sekitar Pantura, pemancing, pegiat alam dan lingkungan dari Indramayu dan sekitarnya termasuk dari Jakarta. Para pemancing biasanya datang untuk menangkap aneka jenis ikan, sementara pegiat alam dan lingkungan melakukan observasi ataupun penelitian tentang keberadaan biawak, burung, dan lainnya.
Banyak aktivitas lain yang dapat anda lakukan di pulau ini. Misalnya berenang, snorkeling untuk menikmati taman laut yang dihuni beraneka ikan hias, memancing, berjemur atau sekadar santai di pasir putihnya.
Kalau Anda gemar fotografi, banyak objek menarik untuk diabadikan, mulai dari tingkah laku biawak, panorama alam, dan mercusuarnya. Di pulau ini memang terdapat mercusuar kuno peninggalan Belanda, bernama Willem III buatan abad XVII. Mercusuar setinggi 50 meter ini dibuat oleh Belanda pada tahun 1872. Dari puncak mercusuar, kita bisa melihat dan memotret seluruh bagian pulau.
Suka burung? Anda bisa mengamati burung (bird watching) dengan monokuler. Tak begitu sulit melihat rombongan burung dengan mata telanjang. Burung-burung itu biasanya melakukan migrasi harian ke pesisir pantai sekitar Indramayu untuk mencari makan pada siang hari dan kembali pada sore hari.
Anda pun dapat menikmati fenomena matahari tenggelam di balik lautan dari puncak mercusur. Malam harinya, dilanjutkan dengan api unggun sambil bakar ikan laut hasil tangkapan sendiri atau esok siangnya menikmati air kelapa muda yang di ambil dari pohon nyiur yang tumbuh di sekitar mess.
Seperti Komodo
Pulau Biawak memang kerajaannya biawak. Kadal besar ini tersebar di seluruh daratannya. Kalau Anda menyusuri pantainya, pasti bakal melihat beberapa biawak yang sedang mengintip dari balik rerimbunan bakau, berjemur di pantai atau di bawah kerindangan semak belukar. Bahkan ada yang sedang asyik berenang di aliran sungai dan padang lamun. Kalau Anda memasuki hutan, juga akan menemukan sarangnya. Ciri sarangnya mudah dikenali, berbentuk lubang di pasir atau tanah, kondisi sarangnya bersih dan ada tapak cakarnya yang membekas di pasir.
Bila malas menjelajahi pulau ini, ada trik khusus agar Anda bisa melihat dan memotretnya, yakni dengan memberi umpan ikan mentah atau sisa ikan bakar yang Anda santap. Semakin banyak umpan berupa ikan, bau amisnya akan semakin menarik perhatian biawak untuk keluar dari sarangnya lalu mendekat. Bisanya kalau sudah mengendus bau amis ikan, satu persatu mereka datang untuk menyantapnya. Ikan yang disantapnya ditelan utuh. Meskipun terlihat jinak, Anda harus waspada. Karena penjaga mercusuar setempat ternyata pernah digigit biawak. Menurutnya, gigitannya seperti terkena sayatan silet.
Perilaku biawak di pulau ini memang agak berbeda dibanding biawak yang ada di daerah lain. Mungkin karena terisolir dengan komunitas biawak dari habitat lainnya selama ribuan tahun dan beradaptasi dengan kondisi alam pulau ini. Bentuknya mirip sekali dengan komodo. Ukurannya paling kecil 80 cm dan terbesar mencapai 2 meter lebih, lebar badannya seukuran paha orang dewasa yang gemuk. Kulit di bagian bawah perutnya berwarna agak kekuning-kuningan oleh sebab itu disebut juga biawak kuning. Kuku-kukunya panjang dan ototnya kuat, mampu berdiri saat sesama jantan berkelahi.
Penciumannya sangat kuat tapi penglihatannya lemah. Oleh karena itu mereka kerap mencari makan pada siang hari dan kembali ke sarangnya saat senja. Mereka menyukai kawasan rawa-rawa, pinggir pantai, dan aliran sungai. Biawak air ini mampu menyelam dan berburu ikan di air. Meskipun termasuk hewan predator tapi tidak terlalu buas. Ia pemakan segala (omnivora), santapannya berupa serangga, telur burung, mamalia kecil, dan ikan.
Di pulau ini, biawak cepat sekali berkembangbiak. Ada masa dimana mereka kawin dan bertelur. Biasanya jantan dan betina dewasa mulai bercumbu pada bulan Maret dan April. Lalu kawin pada bulan Mei dan Juni. Pada bulan Juli-September betinanya bertelur di sarang kemudian mengeram selama 60 hari. Setiap betina menelurkan 20-40 butir. Namun tidak semuanya menetas, paling sekitar 20- 30 ekor yang berhasil menjadi bayi biawak karena disantap predator lain.
Keberadaan biawak di pulau ini agak terlindungi dengan adanya mitos yang melarang membunuh biawak di sana. Jika dilanggarm pembunuhnya akan ketiban celaka. Walaupun tidak diburu tapi tetap saja keberadaan biawak ini terancam, mengingat pengawasan di pulau ini belum maksimal.
Sementara permintaan akan biawak tak pernah sepi mengingat biawak punya nilai komoditas cukup tinggi. Dagingnya banyak disantap orang karena konon dipercaya sebagai obat kulit dan gatal-gatal. Kulitnya diambil untuk bahan baku tas, dompet, ikat pinggang atau ada yang diawetkan utuh untuk pajangan ruang tamu.
Buktinya, ada warung sederhana masih di kawasan Pantura yang dengan gamblang menuliskan menunya, ‘menyediakan sate binyawak’. Bisa jadi daging biawak yang dijual diwarung itu di antaranya dipasok dari negeri biawak. Mengenaskan.
Tips
Pulau Biawak merupakan salah satu wilayah Kabupaten Indramayu yang terletak dilepas pantai Laut Jawa, kurang lebih 40 km atau sekitar 26 mil di sebelah utara Indramayu. Cukup mudah menjangkaunya. Dari Jakarta dengan bus umum sekitar 4 jam ke Indramayu dan lebih kurang 5 jam lagi menyeberangi Laut Jawa dengan kapal kayu bermotor.
Pulau ini masih sebagai obyek wisata terbatas yang menjual keaslian alam. Oleh karena itu, belum banyak prasarana penunjang buat pengunjung umum. Dermaga yang permanen tidak ada. Dulu dermaga kayu pernah dibuat tapi hancur terhantam ombak. Ketika kami datang, tinggal sisa kayu-kayu penyangganya saja. Di sana juga belum tersedia penginapan. Biasanya rombongan pegiat alam dan lingkungan yang datang, membuka tenda di dekat kompleks mess panjaga mercusuar. Atau menginap di mess penjaga mercusuar kalau mereka datang dalam jumlah kecil.
Transportasi laut satu-satunya dengan menyewa kapal kayu motor milik penduduk nelayan pesisir Indramayu, seperti di Pantai Balongan dan di Muara Brondong, Desa Brondong. Harganya bisa dinegosiasi. Perjalanan lautnya cukup panjang dan berbahaya pada waktu-waktu tertentu. Menurut beberapa nelayan, sudah banyak gelombang laut dan karangnya menenggelamkan perahu nelayan yang kurang waspada. Oleh karena itu, kalau pergi dalam jumlah besar, sebaiknya membawa life jacket atau pelampung penyelamat sendiri dan minum obat anti mabok laut agar perjalanan lebih nyaman.
Sebelum berangkat, sebaiknya konsultasi dulu dengan pemilik kapal, apakah kondisi cuaca dan gelombang laut memungkinkan untuk ditempuh, termasuk kelayakan dan perlengkapan perahunya. Kalau ingin pulang dari Pulau Biawak ke Indramayu sebaiknya pada pagi hari atau sewaktu air laut masih pasang agar perahu bisa lebih mendekat ke pantai. Sebab kalau air surut, perahu akan bertabrakan dengan hamparan atol karang yang banyak terdapat di perairan pulau ini.
Kalau berencana tinggal beberapa hari, selain tenda, pengunjung harus membawa perlengkapan mandi, masak, makan, minum, dan obat-obatan sendiri, termasuk lotion anti nyamuk. Pulau ini tidak berpenduduk, tidak ada warung, rumah makan, dan fasilitas umum lain. Minumlah pil anti malaria seminggu sebelum berangkat dan sepulang dari pulau ini. Bawa pula perlengkapan memancing dan peralatan aktivitas lain untuk mengusir jenuh.
Naskah & Foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
0 komentar:
Posting Komentar