. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Selasa, 20 Juli 2010

Monumen Jenderal Sudirman Pascakabar Pelelangan



Hingga detik ini dia masih berdiri kokoh. Tenang dan tentu saja gagah. Sedikit pun dia tidak peduli dan ambil ambil pusing apa kata orang yang sedang hangat membicarakannya. Ada yang kecewa keberadaannya lalu meminta ganti rugi. Ada yang menentang pelelangannya. Ada pula yang terus mendukung kehadirannya. Dia cuma diam dan terus bertahan diterpa panas siang dan dibalut dingin malam. Entah sampai kapan.

Suasana di kawasan patung perunggu Jenderal Sudirman setinggi 8 meter yang berdiri di Dusun Sobo, Desa Pakis Baru, Kecamatan Nawangan, Kabupaten Pacitan ini semula tenang, adem ayem saja. Termasuk suasana sekitar rumah yang pernah didiami Sudirman ketika bergerilya, pada April-Juli 1949.

Namun pertengahan Juli lalu, seketika atmosfirnya berubah ‘panas’ setelah tersiar kabar pelelangan patung dan bekas rumah atau markas Jendral Soedirman itu yang dilakukan oleh pihak ahli waris Roto Suwarno –bekas ajudan Jenderal Soedirman semasa perjuangan- di dua situs internet.

Pihak ahli waris meminta ganti rugi aset bangunan kepada pemerintah senilai Rp 40 miliar. Padahal menurut taksiran tim Pemkab Pacitan, nilai aset yang dibangun Roto Suwarno hanya sekitar Rp 4,2 miliar.

Pelelangan itu dikecam warga dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Pacitan. Demontrasi pun terjadi (19/7) lalu. Puluhan warga mendatangi kawasan wisata sejarah Monumen Panglima Besar Jenderal Sudirman sambil membawa poster, mendesak agar aset bersejarah itu tidak dilelang. Penolakan senada juga sampai Jakarta. Ketua Paguyuban Warga Pacitan (PWP) di Jakarta dan Menbudpar Jero Wacik pun menyayangkan adanya informasi lelang tersebut.

Penyelesaian permasalahan mengenai ganti rugi tanah monumen ini antara pemilik tanah dengan Pemkab Pacitan hingga kini masih belum menemui titik temu.

Riwayat Monumen
Pembangunan kawasan monumen sejarah ini dimulai 1981-1993 atas prakarsa pribadi Roto Suwarno. Karena pembangunan terbengkalai lama, kemudian pada 2006 diusulkan direvitalisasi sejalan gagasan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Tahun 2007 dilakukan revitalisasi Monumen Jenderal Sudirman, melibatkan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Kementerian Pekerjaan Umum, dan Panglima TNI. Pembangunannya selesai 22 Juli 2008 dan diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bertepatan dengan Hari Juang Kartika ke-63 atau HUT TNI AD ke-63, pada 15 Desember 2008 lalu.

Kompleks Monumen Panglima Besar Jenderal Besar Sudirman terdiri atas patung Jenderal Sudirman setinggi 8 meter, dilengkapi pasar seni, perpustakaan, lapangan, diorama, aula, parkir, toilet, dan tempat pertunjukan seni. Patungnya berada di ketinggian 1.300 di atas permukaan laut ini.

Ada 38 relief di kompleks monument ini. Relief tersebut terbuat dari perunggu yang menggambarkan perjalanan hidup Sudirman dari masa kelahiran, belajar mengaji, sekolah, kepanduan, mendirikan koperasi, menjadi anggota Peta, memimpin gerilya, hingga meninggal di Magelang.

Sebelum mencapai monumen ini ada 8 gerbang yang menunjukkan delapan provinsi pada 1948-1949. Masing-masing gerbang bertuliskan kata-kata petuah Jenderal Sudirman, antara lain tulisan berbunyi “Walau dengan satu paru-paru dan ditandu, pantang menyerah”.

Eks Markas Gerilya
Rumah yang ditempati Jenderal Sudirman selama 107 hari, sejak 1 April 1949 sampai 7 Juli 1949 sekaligus menjadi markas gerilya berlokasi di Dukuh Sobo, sekitar 2 Km dari monumen.

Di depan rumah milik Karsosoemito_seorang bayan di Dukuh Sobo ini, ada papan informasi mengenai sejarah dan rute perang gerilya Jenderal Sudirman, sejak berangkat hingga kembali ke Yogyakarta.

Rumahnya menghadap Utara. Berlantai dan bergenting tanah liat. Bagian depan dindingnya terbuat dari gebyok (papan kayu) dan bagian belakang dindingnya terbuat dari gedhek (anyaman bambu).

Di ruangan depan ada 2 pintu. Atapnya di topang tiang-tiang kayu. Di dalamnya ada 4 kamar tidur, salah satunya kamar tidur Jenderal Sudirman. Ada juga foto Sudirman dengan masyarakat di depan rumah bersejarah ini, foto ketika berangkat bergerilya dan ketika beliau pulang ke Yogyakarta. Juga ada tiruan tandu, meja-kursi tamu, dan tempat tidur pengawal/ajudan beliau, yaitu Soepardjo Rustam dan Tjokro Pranolo sert set meja dan kursi tamu dari kayu dan balai dari bambu.

Ruang bagian belakang, atapnya juga disanggah tiang-tiang kayu. Berfungsi sebagai dapur lengkap dengan alat-alat memasak, tempayan, meja, dan kursi makan dari kayu. Di dalamnya ada peralatan audiovisual untuk menyaksikan tayangan tentang Jenderal Besar Sudirman. Di belakang rumah berdiri mushola, toilet, dan bak penampungan air.

Di rumah bekas markas gerilya yang berpanorama indah dan berudara sejuk ini, dulu digunakan Jenderal Sudirman sebagai tempat bersosialisasi dan bergabung dengan masyarakat setempat. Beliau juga menerima tamu dengan pejabat pemerintah di Yogyakarta, di rumah ini.

Menurut Padi, anak dari Karsosoemito, pemilik rumah ini, ketika dia berusia 7 tahun, banyak komandan pasukan maupun pejabat pemerintahan yang datang ke Sobo untuk minta petunjuk. “Saya tidak tahu kalau yang tinggal di rumah itu Panglima Besar Jenderal Besar Sudirman. Hampir setiap pagi, saya dipanggil beliau untuk sarapan bubur. Setiap pagi, beliau berjemur sinar matahari,” kenang Padi.

Pascaperjanjian Roem-Royen yang isinya Pemerintah Indonesia dan Belanda sepakat berdamai, Panglima Besar Jenderal Sudirman merencanakan pulang ke Yogyakarta. Akhirnya setelah dibujuk sejumlah pihak, Panglima Besar Jenderal Besar Sudirman meninggalkan rumah ini, kembali ke Yogyakarta pada 7 Juli 1949.

Tips Perjalanan
Momumen Panglima Besar Jenderal Besar Sudirman di Desa Pakis Baru, Kecamatan Nawangan, Kabupaten Pacitan dapat ditempuh dari Solo maupun Yogyakarta. Dari Solo waktu tempuhnya sekitar 3 jam dengan kendaraaan roda empat, kalau dari Yogyakarta sekitar 4 jam. Sedangkan Rumah bekas markas gerilya, berada sekitar 2 Km dari monumen.

Bila dengan kendaraan umum, naik bis dari Solo ke Pacitan, lalu ganti bis lagi jurusan Pacitan ke Nawangan, kemudian berjalan kaki atau naik sepeda motor ke monumen dan rumah bekas markas gerilya Jenderal Sudirman. Kalau tak mau gonta-ganti kendaraan umum, Anda bisa membawa mobil sendiri atau sewa mobil travel dari Yogyakarta atau Solo Rp 500.000 per hari, belum termasuk bahan bakarnya.

Untuk mencapai monumen dan rumah itu, harus melewati perjalanan darat yang cukup panjang baik dari Solo maupun Yogyakarta dengan kendaraan roda empat. Jalannya berkelok-kelok, dan naik turun bukit dengan jurang di sisi jalan. Untungnya jalannya sudah beraspal mulus dan berpanorama indah.

Naskah & Foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)

0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP