. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Sabtu, 12 Juni 2010

10 Kiat Sukses Mengelola Pendakian Massal



Naik gunung rame-rame, kembali mengge-liat. Ada yang bilang lebih seru, dapat teman baru sehati, dan puas saling motret sana-sini buat diupload ke FB or twitter. Tak sedikit yang enggan, katanya lebih merepotkan. Anggapan itu tak sepenuhnya keliru. Yang pasti, pendakian massal perlu pengelolaan ekstra ketimbang dilakukan secara kelompok kecil apalagi perorangan.

Pengalaman adalah guru terbaik, pepatah usang itu patut diapilikasikan dalam pendakian massal. Bila pendakian sebelumnya dirasakan masih penuh ‘catatan’ kekurangan, sebaiknya dijadikan pedoman agar tak terulang, atau bisa juga belajar dari pengalaman pendaki yang sudah lama menggeluti dan banyak makan 'asam-garam' pendakian.

Di bawah ini ada 10 kiat sukses mengelola pendakian massal berdasarkan hasil pengalaman penulis selama puluhan tahun berkecimpung dalam kegiatan alam bebas, khususnya pendakian gunung. Panduan ini bisa menjadi ‘bekal’ baru bagi komunitas-komunitas pendaki gunung yang berkeinginan membawa rombongan dalam pendakian massal berikutnya agar berjalan mulus, nyaman, berkesan, dan bernilai lebih.

1. Penentuan waktu
Tak ada ukuran waktu yang pas untuk melakukan pendakian massal. Ada yang bilang pas musim kemarau agar pendakian tak terganggu hujan. Ada yang setuju, kala musim penghujan biar mudah mendapatkan sumber mata air terutama di gunung-gunung gersang dan sulit air. Ada yang maunya saat libur panjang atau minimal long wikN supaya tak menggangu rutinitas kerja atau kuliah dan bisa berkenalan dengan kelompok pendaki lain. Tapi banyak pula yang memilih di luar musim liburan dengan cara cuti atau bahkan bolos, tujuannya biar mendapatkan suasana yang lebih tenang karena relatif sepi pendaki.

Berdasarkan keberagaman keinginan itu, panitia harus pandai meracik waktu pendakian massal dengan memperhatikan faktor musim, kondisi dan karakrer gunung, serta ketersediaan atau kesanggupan waktu para pesertanya. Pengetahuan panitia tentang profil dan tabiat gunung yang akan didaki, diuji disini.

Bila waktu pendakian sudah ditentukan, segera sebarluaskan ke publik lewat berbagai media untuk menjaring peserta. Beri rentang waktu yang cukup agar peserta yang tertarik mengikuti pendakian ini dapat menyiapkan segala sesuatu baik itu finansial, fisik dan mental maupun perlengkapan pendakian.

2. Pembatasan kuantitas
Berapa jumlah peserta ideal dalam pendakian massal? Jawabannya relatif. Itu tergantung kesanggupan dan ketersedian panitia. Yang pasti, pendakian yang dikuti di atas sepuluh orang itu sudah termasuk pendakian massal. Semakin besar jumlahnya semakin kompleks pengelolaannya. Untuk memudahkan kinerja, panita harus membatasi jumlah peserta. Jangan memaksa diri membawa rombongan besar, sementara panitia terbatas. Jumlah peserta dalam pendakian massal berpengaruh terhadap jumlah panitia, porter, pemandu, perlengkapan tim, logistik, dan lainnya.

3. Pengukuran kualitas
Pendakian gunung massal tetap bermuatan petualangan, bukan wisata biasa. Perlu pengukuran kualitas peserta agar berjalan mulus. Kualitas peserta antara lain dapat dilihat dari umur dan pengalaman mendaki.

Umur di atas 17 tahun sampai di bawah 50 tahun merupakan batasan yang masih aman untuk mengikuti kegiatan ini. Memang tak ada larangan membawa peserta di bawah 17 tahun atau di atas 50 tahun dalam pendakian massal. Namun perlu penanganan khusus. Pasalnya, usia muda rentan mental dan prilaku yang labil. Sementara di atas 50-an, faktor fisik bisa jadi penghambat. Usia tak bisa berbohong. Fisik pemilik usia senja tak bisa disamakan dengan usia belasan atau 20-an, apalagi harus melalui medan panjang, terjal, dan curam.

Pengalaman mendaki juga menjadi alat ukur kualitas peserta. Bagi peserta yang punya segudang pengalaman mendaki dan masih rutin melakukannya, jelas mental-fisiknya lebih siap ketimbang yang minim pengalaman apalagi belum pernah mendaki. Kualitas peserta dari dua alat ukur tersebut, bisa dikumpulkan dari pendataan profil masing-masing peserta sebelum pendakian.

4. Pembagian tugas
Setelah mengenali kualitas peserta. Bagilah dalam 3 kelompok (1. baik, 2. setengah baik, dan 3. kurang, sesuai penilaian fisik maupun pengalaman pendakiannya). Masing-masing kelompok ditemani pemandu dan panitia dari awal hingga akhir pendakian. Kelompok pertama yang kualitasnya baik ditempatkan di depan, bersama pemandu dan panitia yang bertugas memasak, serta porter yang membawa logistik, perlengkapan masak dan tenda. Setibanya di pos peristirahatan, panitia bisa mendirikan tenda dan masak untuk keperluan seluruh peserta.

Kelompok kedua berada di tengah, sementara kelompok ketiga di tempatkan dibelakang dengan panitia pendamping yang lebih banyak untuk membantu mempercepat waktu tempuh. Jangan saling menunggu, buang waktu.

Beri tugas dan tanggungjawab yang jelas kepada masing-masing panitia. Siapa yang bertugas masak, memandu masing-masing kelompok, menjalankan kegiatan selama perjalanan, dokumentasi, dan lainnya. Tim harus kuat dan kompak.

5. Tegas & tanggap
Dalam pendakian massal, ketegasan & ketanggapan ketua rombongan diperlukan. Tegas memberi rambu-rambu yang harus diindahkan peserta, misalnya tidak berlama-lama mengabadikan gambar diri atau pemadangan karena bisa menyita waktu, menginformasikan lokasi yang rawan, angker, tabu tak tertulis, dan lainnya yang sebaiknya diperhatikan. Tanggap melihat kondisi mental & fisik peserta serta faktor alam yang tengah dan akan terjadi, kemudian mengambil keputusan tepat dengan mempertimbangkan masukan yang ada sebagai solusi terbaik.

6. Pemanfaat warga lokal
Menggunakan warga lokal, baik itu pemandu maupun porter adalah keputusan yang bijak dalam pendakian massal. Dengan begitu pendakian memberi manfaat bagi masyarakat, khususnya warga yang tinggal di kaki gunung atau di dusun yang menjadi titik awal pendakian. Tenaga dan keahlian meraka sangat membantu panitia memperlancar jalannya pendakian. Jumlah pemandu dan porter disesuaikan dengan jumlah peserta dan perlengkapan yang dibawa selama pendakian.

7. Pemilihan logistik
Membawa logistik serta perlengkapan memasaknya untuk pendakian massal bukan perkara mudah, apalagi pesertanya dalam jumlah besar dengan bermacam kesukaan dan pantangan.

Pemilihan logistik pendakian massal tidak berpatokan dengan kesukaan dan pantangan setiap peserta, tapi lebih didasarkan atas kepraktisan membawa dan memasaknya serta nilai asupan nutrisi yang dibutuhkan seorang pendaki. Maklum kegiatan pendakian berbeda dengan liburan di villa yang bisa berleha-leha. Pastinya pendakian lebih menguras banyak tenaga, karenanya harus dimbangi dengan makanan dan minuman yang cepat dan ampuh memulihkan dan mengembalikan tenaga.

Buat daftar menu harian agar menu makan pagi, siang dan malam berbeda. Sebaiknya membawa logistik yang variatif dan simple, seperti aneka buah baik yang fresh maupun kemasan.

Berdasarkan penelitian, makanan yang cocok untuk pendakian adalah yang direbus daripada digoreng. Namun untuk menghindari jenuh, sebaiknya dibuat variasi. Yang penting proses memasaknya tidak membuang waktu dan tetap bermuatan gizi tinggi.

Logistik yang dibawa harus memenuhi kebutuhan seluruh peserta termasuk panitia, porter, dan pemandu selama pendakian (naik-turun). Ditambah emergency food atau makanan dan minuman cadangan untuk mengantisipasi kondisi darurat seperti tersesat dan lainnya. Perlengkapan memasaknya juga harus disesuaikan dengan jumlah menu yang akan dimasak sesuai daftar menu dan jumlah seluruh peserta.

Selama pendakian, sebaiknya setiap peserta membawa bekal minum dan makanan kecil yang cukup. Jangan selalu tergantung dengan peserta lain maupun porter. Sementara kebutuhan tim dibawa porter dan panitia.

8. Antisipasi faktor ‘X’
Mengantisipasi faktor ‘X’ dalam pendakian massal mutlak dilakukan. Faktor cuaca alam yang tak bersahabat seperti hujan badai, dingin yang menusuk tulang, longsor dan lainnya dapat menghambat pendakian. Faktor kecelakaan yang menimpa peserta seperti jatuh, terkilir, kesurupan, dan lainnya juga patut diperhitungkan. Panitia tak cukup membawa peralatan keselamatan dan P3K, alangkah baiknya mengikutsertakan seseorang yang ahli dibidang kesehatan, dan lainnya.

9. Bernilai plus
Jumlah peserta yang besar dalam pendakian massal adalah nilai lebih. Bila pendakian itu dibarengi dengan kegiatan yang tak sekadar pendakian biasa, tentu point-nya bertambah. Misalnya dengan melakukan pendataan flora, fauna, mineral, tanah dan bebatuan, pemetaan ulang, serta pencatatan ketinggian terbaru, atau pendakian bertema green hiking seperti aksi bersih gunung, penghijuan, dan lainnya. Andai tidak melakukan apa-apa, minimal pendakian tersebut membawa pulang sampah masing-masing. Jangan sampai pendakian massal cuma jadi kegiatan pemindahan sampah dari bawah, baik itu sampah dalam arti sebenarnya maupun ‘sampah’ prilaku kota ke gunung.

10. Evaluasi
Mengevaluasi hasil perjalanan dari start ke pos satu dan seterusnya hingga finish, atau secara keseluruhan setelah pendakian. Dengan cara ini, dapat diketahui kekurangan yang terjadi selama pendakian. Bagaimanapun, meski gunung itu didaki lagi dikemudian hari, pasti cerita, tantangan, dan atmosfir yang didapat akan berbeda. Dengan belajar dari hasil evaluasi pendakian sebelumnya, minimal meminimalisir hambatan atau justru memberi warna baru yang lebih cerah dan nilai tambah dalam pendakian massal selanjutnya.

Naskah & Foto: Adji Kurniawan_pemerhati gunung & pariwisata (adji_travelplus@yahoo.com)

0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP