. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Selasa, 06 Oktober 2009

Pengelolaan Limbah B3 (harus) Bernilai Ekonomi



Kemente-rian Negara Ling-kungan Hidup (KNLH) men-dorong pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang dapat memberi nilai ekonomi melalui pendekatan 3 R. Pendekatan apa saja yang dimaksud & sejauhmana sosialisasinya?

Demikian disampaikan Menteri Negara Lingkungan Hidup Prof. Ir. Rachmat Witoelar usai membuka acara Sosialisasi dan Asistensi Teknis Penerapan Peraturan Pengelolaan Limbah B3 di Hotel Bidakara, Jakarta (6/10).

Kegiatan yang sampai hari ini (7/10) masih berlangsung, dan diikuti para aparat dari Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, dan Kalimantan Barat, pengelola pelabuhan, dan adminstrator pelabuhan serta beberapa Kepala Dinas Perhubungan Provinsi, dimaksudkan sebagai upaya KNLH mengantar kewenangan pengelolaan limbah B3 yang selama ini terkonsentrasi di Pemerintah Pusat kepada Pemprov, Pemkab/Pemkot.

Menurut Rachmat Witoelar, birokrasi pengelolaan lingkungan hidup baik di pusat maupun daerah jangan sampai menghambat pertumbuhan ekonomi. “Justru pengelolaannya harus dapat memberi nilai ekonomi bagi rakyat dan negara ini, selain tentunya menjaga lingkungan dari kerusakan yang ditimbulkan,” jelasnya.

Pendekatan 3R dalam pengelolaan limbah B3 yang dimaksud adalah re-use, re-cycle, dan re co-very. “Di sini sudah ada beberapa contoh re-cycle sampah menjadi kertas, perabot rumah tangga dan lainnya. Itu contoh kecil pengelolaan B3 ramah lingkungan dan juga bernilai ekonomi. Ilmu dasarnya tetap sama dengan yang digunakan dalam pengelolaan B3 di Jepang tapi produk yang diolah berbeda”, jelas Rachmat menanggapi pertanyaan mengapa di Indonesia belum ada pengelolaan sampah menjadi semen sebagaimana di Jepang.

Menurut Deputi Bidang Pengelolaan B3 dan Limbah B3 KNLH, Imam Hendargo Abu Ismoyo, kegiatan Sosialisasi dan Asistensi Teknis Penerapan Peraturan Pengelolaan Limbah B3 kali ini menitikberatkan kepada sosialisasi Peraturan Menteri LH Nomor 30 serta pengawasan Pemulihan Perizinan dan Pengawasan Pengelolan Limbah B3 serta Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran Limba B3 oleh Pemerintah Daerah sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

Saat ini, lanjut Imam, sistem pengawasan pengelolaan limbah B3 yang digunakan pemerintah terhadap sejumlah industri antara lain melalui program penilaian kinerja pengelolahan lingkungan oleh industri yang disebut PROPER. “Jika ada yang melanggar, akan dikenakan sanksi hukuman minimal 1 tahun,” jelasnya.

Rencananya sosialisasi dan asistensi teknis ini akan diselenggarakan kembali dengan peserta khusus seluruh provinsi dan kabupaten/kota di wilayah Sumatera di Batam, 8-9 Oktober mendatang. Dan ditargetkan sudah terlaksana bagi seluruh provinsi dan kabupaten/kota seluruh Indonesia sebelum November 2009.

Mudah-mudahan saja, sosialisasi dan asistensi teknis penerapan peraturan pengelolaan B3 ini bermuara pada kepatuhan para dunia usaha dan kalangan industri untuk tidak mencari keuntungan semata melainkan pula ramah lingkungan atas aksi dan produk yang dihasilkan. Tak ada kata telat dan tak ada ruginya menerapkan green economic, sebab kini dan masa depan segala sesuatunya akan berkaitan dengan isi lingkungan, “the future is green”, sebagaimana disinggung Rachmat Witoelar.

Naskah & Foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)

0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP