Seren Taun: Ucap Syukur Warga Sindang Barang
Banyak cara sebuah masyarakat mengucapkan rasa syukur atas panen yang melimpah. Ada yang menggelar selamatan, pesta panen dan lainnya. Seren Taun Kampung Budaya Sindang Barang, Bogor misalnya, punya cara tersendiri mengucapkan rasa itu dengan parade budaya sambil membawa hasil panen.
Hujan rintik-rintik turun ketika arak-arakan (Helaran) baru dimulai.. Ratusan orang laki-laki dan perempuan berbeda usia, mulai dari anak-anak, muda-mudi hingga orang tua ikut dalam barisan Helaran. Masing-masing mengenakan pakaian khas Sunda berbeda warna. Di dalam Helaran ini terdapat barisan DongDang, yakni sekelompok orang yang bertugas memanggul hasil bumi antara lain pada yang menguning, gunungan sayur-mayur, dan aneka buah.
Barisan DongDang dan lainnya bergerak dari Jembatan Sanggar Seni menuju Lapangan Impres sepanjang lebih kurang 2 Km. Panitia acara terpaksa menutup ruas jalan bagi kendaraan roda empat sementara waktu. Di kiri-kanan jalan, warga Sindang Barang dan sekitarnya berderet menyaksikan jalannya Heleran. Nampak pula beberapa wisatawan lokal dan asing.
Belum setengan jalan, hujan deras mengguyur. Penonton menepi mencari tempat berteduh di depan rumah atau warung tapi jalan. Sedangkan barisan DongDang dan lainnya terus berjalan diiringi suara hujan yang menyatu dengan alunan tembang sunda, calung, angklung, dan reog. Sejumlah wartawan tulis dan foto tetap setia mengikuti Helaran, sambil mencatat dan mengabadikan gambar.
Hujan mereda ketika Helaran mulai mendekati Lapangan Impres. Di kiri kanan jalan dekat lapangan, terpasang umbul-umbul salah satu merek rokok yang turut mensponsori acara. Di dalam lapangan terdapat panggung hiburan, dua buah miniatur lumbung padi, rumah menumbuk padi, dan deretan bangku tamu undangan yang tertata dan bertenda.
Setibanya di lapangan, masing-masing kelompok Helaran membentuk barisan seperti upacara. Barisan DongDang berisi padi berhenti tepat di depan miniatur lumbung padi. Kemudian padi satu-persatu dimasukkan ke dalam lumbung. “Inilah yang namanya majeuhkeun pare ka leuit,” jelas sekretaris panitia, Sukarman. Dalam Bahasa Indonesia, majeuhkeun berarti memasukkan, pare itu padi, leuit berarti lumbung. Secara umumnya memasukkan padi ke dalam lumbung. Sejumlah tokoh dan tamu undangan kebagian memasukkan padi ke lumbung yang dibagikan sang Rama Ackmad Mikami Sumawijaya beserta istri.
Sebelum padi dimasukkan, segenap doa dipanjatkan kepada Yang Maha Pemurah. Berharap semoga tahun-tahun selanjutnya, bumi Singdang Barang tetap diberi kesuburan dan panen melimpah.
Rebutan Isi DongDang
Usai padi dimasukkan masih terdapat serangkain acara, seperti kata sambutan dari beberapa tokoh, doa penutup dan berebut isi DongDang. Bagian ini cukup menarik perhatian warga dan pengunjung, seperti rebutan gunungan pada acara Sekaten di Yogya Sejumlah warga saling berebutan DongDang yang berisi sayur mayur dan aneka buah. Ada yang mendapat terung, kacang panjang, kelapa, dan singkong. Banyak pula yang kebagian rambutan, duku, pisang, dan sebagainya.
Setelah itu dilanjutkan dengan Pantun Pacilong dan persembahan tarian massal serta atraksi kesenian Tanjidor, Kendang Pencak, Parebut Seeng, Angklung Gubrag, Calung, Reog, dan Ngagondang di tengah lapangan. Kemudian makan siang bersama di Bumi Rama (Jamlay). Dari semua acara itu majeuhkeun pare ka leuit-lah yang sebenarnya menjadi puncak sekaligus inti acara Seren Taun di Kampung Budaya Sindang Barang. Tradisi tahunan ini merupakan cara warga Sindang Barang bersyukur atas kesuburan dan hasil bumi tahun ini. Pada intinya tujuan acara ini sama seperti Seren Taun di Bumi Pasundan lainnya, seperti Seren Taun di Ciptagelar, Sukabumi dan Serten Taun di Cigugur, Kuningan.
Khusus Seren Taun di Sindang Barang, dua hari sebelum Helaran dan Majeuhkeun pare ka leuit, terlebih dulu diadakan serangkain acara seperti Imah Gede atau Ngembang yang dilakukan Kokolot, Mengambil Air di Tujuh Sumber Mata Air (Cai Kukulu) yang dilaksanakan Rama, Kokolot, Saksi Adat, dan warga yang dimulai dari Jamlay menuju tempat sumber air. Dilanjutkan Upacara Pembukaan Seren Taun (Ngangkat), Siraman Rohani dalam rangka 1 Muharoman dan Pembacaan Doa oleh ustadz setempat.
Esoknya dilanjutkan dengan acara Ijab dan Sedekah Kue di Jamlay, kemudian Ngarak Munding (pelen) dari Jamlay menuju Lapangan Impres untuk melaksanakan Penyembelihan Munding. Malamnya hiburan aneka kesenian khas Sunda di panggung seni.
Pada hari terakhir, usai acara utama selesai, hujan deras kembali menguyur Sindang Barang. “Wah rupanya sang pawang sudah tak kuat lagi menahan hujan. Untungnya acara utama sudah rampung,” celetuk beberapa warga. Namun berkat hujan dan ucap syukur itulah, Bumi Sindang Barang senantiasa diberkahi kesuburan dan hasil bumi yang melimpah.
TravelPlus Tips
Seren Taun di Kampung Budaya Sindang Barang rencananya digelar setahun sekali, setiap bulan Muharam. Kampung ini berada di Desa Pasireurih, Kecamatan Tamansari, Bogor. Mudah mencapai kampung ini. Kalau datang dari luar Jawa dengan menggunakan pesawat terbang. Dari Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng tinggal naik Bus Damri tujuan Bogor, ongkosnya Rp 18.000 per orang. Dari Terminal Baranangsiang, Bogor naik angkot jurusan Sindang Barang Rp 3.000 per orang. Akomodasi di Kota Bogor mulai dari wisma melati sampai hotel berbintang, salah satunya Wisma Ramayana di Jalan Paledang.
Jangan lupa bawa payung atau jas hujan. Maklum sebagai kota hujan, wilayah Bogor kerap diguyur hujan, terlebih saat musim hujan.
Naskah & Foto: Adji K. (adji_travelplus@yahoo.com)
Hujan rintik-rintik turun ketika arak-arakan (Helaran) baru dimulai.. Ratusan orang laki-laki dan perempuan berbeda usia, mulai dari anak-anak, muda-mudi hingga orang tua ikut dalam barisan Helaran. Masing-masing mengenakan pakaian khas Sunda berbeda warna. Di dalam Helaran ini terdapat barisan DongDang, yakni sekelompok orang yang bertugas memanggul hasil bumi antara lain pada yang menguning, gunungan sayur-mayur, dan aneka buah.
Barisan DongDang dan lainnya bergerak dari Jembatan Sanggar Seni menuju Lapangan Impres sepanjang lebih kurang 2 Km. Panitia acara terpaksa menutup ruas jalan bagi kendaraan roda empat sementara waktu. Di kiri-kanan jalan, warga Sindang Barang dan sekitarnya berderet menyaksikan jalannya Heleran. Nampak pula beberapa wisatawan lokal dan asing.
Belum setengan jalan, hujan deras mengguyur. Penonton menepi mencari tempat berteduh di depan rumah atau warung tapi jalan. Sedangkan barisan DongDang dan lainnya terus berjalan diiringi suara hujan yang menyatu dengan alunan tembang sunda, calung, angklung, dan reog. Sejumlah wartawan tulis dan foto tetap setia mengikuti Helaran, sambil mencatat dan mengabadikan gambar.
Hujan mereda ketika Helaran mulai mendekati Lapangan Impres. Di kiri kanan jalan dekat lapangan, terpasang umbul-umbul salah satu merek rokok yang turut mensponsori acara. Di dalam lapangan terdapat panggung hiburan, dua buah miniatur lumbung padi, rumah menumbuk padi, dan deretan bangku tamu undangan yang tertata dan bertenda.
Setibanya di lapangan, masing-masing kelompok Helaran membentuk barisan seperti upacara. Barisan DongDang berisi padi berhenti tepat di depan miniatur lumbung padi. Kemudian padi satu-persatu dimasukkan ke dalam lumbung. “Inilah yang namanya majeuhkeun pare ka leuit,” jelas sekretaris panitia, Sukarman. Dalam Bahasa Indonesia, majeuhkeun berarti memasukkan, pare itu padi, leuit berarti lumbung. Secara umumnya memasukkan padi ke dalam lumbung. Sejumlah tokoh dan tamu undangan kebagian memasukkan padi ke lumbung yang dibagikan sang Rama Ackmad Mikami Sumawijaya beserta istri.
Sebelum padi dimasukkan, segenap doa dipanjatkan kepada Yang Maha Pemurah. Berharap semoga tahun-tahun selanjutnya, bumi Singdang Barang tetap diberi kesuburan dan panen melimpah.
Rebutan Isi DongDang
Usai padi dimasukkan masih terdapat serangkain acara, seperti kata sambutan dari beberapa tokoh, doa penutup dan berebut isi DongDang. Bagian ini cukup menarik perhatian warga dan pengunjung, seperti rebutan gunungan pada acara Sekaten di Yogya Sejumlah warga saling berebutan DongDang yang berisi sayur mayur dan aneka buah. Ada yang mendapat terung, kacang panjang, kelapa, dan singkong. Banyak pula yang kebagian rambutan, duku, pisang, dan sebagainya.
Setelah itu dilanjutkan dengan Pantun Pacilong dan persembahan tarian massal serta atraksi kesenian Tanjidor, Kendang Pencak, Parebut Seeng, Angklung Gubrag, Calung, Reog, dan Ngagondang di tengah lapangan. Kemudian makan siang bersama di Bumi Rama (Jamlay). Dari semua acara itu majeuhkeun pare ka leuit-lah yang sebenarnya menjadi puncak sekaligus inti acara Seren Taun di Kampung Budaya Sindang Barang. Tradisi tahunan ini merupakan cara warga Sindang Barang bersyukur atas kesuburan dan hasil bumi tahun ini. Pada intinya tujuan acara ini sama seperti Seren Taun di Bumi Pasundan lainnya, seperti Seren Taun di Ciptagelar, Sukabumi dan Serten Taun di Cigugur, Kuningan.
Khusus Seren Taun di Sindang Barang, dua hari sebelum Helaran dan Majeuhkeun pare ka leuit, terlebih dulu diadakan serangkain acara seperti Imah Gede atau Ngembang yang dilakukan Kokolot, Mengambil Air di Tujuh Sumber Mata Air (Cai Kukulu) yang dilaksanakan Rama, Kokolot, Saksi Adat, dan warga yang dimulai dari Jamlay menuju tempat sumber air. Dilanjutkan Upacara Pembukaan Seren Taun (Ngangkat), Siraman Rohani dalam rangka 1 Muharoman dan Pembacaan Doa oleh ustadz setempat.
Esoknya dilanjutkan dengan acara Ijab dan Sedekah Kue di Jamlay, kemudian Ngarak Munding (pelen) dari Jamlay menuju Lapangan Impres untuk melaksanakan Penyembelihan Munding. Malamnya hiburan aneka kesenian khas Sunda di panggung seni.
Pada hari terakhir, usai acara utama selesai, hujan deras kembali menguyur Sindang Barang. “Wah rupanya sang pawang sudah tak kuat lagi menahan hujan. Untungnya acara utama sudah rampung,” celetuk beberapa warga. Namun berkat hujan dan ucap syukur itulah, Bumi Sindang Barang senantiasa diberkahi kesuburan dan hasil bumi yang melimpah.
TravelPlus Tips
Seren Taun di Kampung Budaya Sindang Barang rencananya digelar setahun sekali, setiap bulan Muharam. Kampung ini berada di Desa Pasireurih, Kecamatan Tamansari, Bogor. Mudah mencapai kampung ini. Kalau datang dari luar Jawa dengan menggunakan pesawat terbang. Dari Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng tinggal naik Bus Damri tujuan Bogor, ongkosnya Rp 18.000 per orang. Dari Terminal Baranangsiang, Bogor naik angkot jurusan Sindang Barang Rp 3.000 per orang. Akomodasi di Kota Bogor mulai dari wisma melati sampai hotel berbintang, salah satunya Wisma Ramayana di Jalan Paledang.
Jangan lupa bawa payung atau jas hujan. Maklum sebagai kota hujan, wilayah Bogor kerap diguyur hujan, terlebih saat musim hujan.
Naskah & Foto: Adji K. (adji_travelplus@yahoo.com)
0 komentar:
Posting Komentar