. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Selasa, 16 Juni 2009

Mencicipi ‘Kehangatan’ Didinginnya Malam Kota Kembang

Putar-putar di Kota Bandung memang mengasyikkan, terlebih pada malam hari. Kala gelap mulai merayap mulailah bertebaran ‘kupu-kupu’ dengan beragam gaya dan canda. Malah lebih berani dan terbuka dibanding Jakarta. Sejauh ini, Bandung terkenal akan ‘kembang’-nya nan geulis. Kecantikan dan kemolekannya saja bisa menggoda. Untuk sekadar ingin tahu boleh-boleh saja.


Mungkin sudah sepuluh putaran lebih, mobil yang TravelPlusIndonesia tumpangi hilir-mudik melewati jalan ‘esek-esek uduk-uduk’ di seputar Kota Bandung. Aku hampir pusing dibuatnya. Tapi ada untungnya juga, bnyak kisah yang terpantau. Apa yang ada di sana begitu berwarna, seperti cerita para pelancing yang sering terdengar menggoda mengenai kota ini.

Malam itu beragam ‘kupu-kupu’ bertebaran mengisi ruas-ruas jalannya. Ada yang beraksi di muka beberapa tempat hiburan, banyak pula yang bersandar di emperan pertokoan sepanjang jalan.

Entah berapakali aku berhenti di ‘pangkalan’, mengamati tingkah dan canda genit mereka. Mengintip berbagai “trik transaksi” yang biasa dilakukan dengan para ‘tamu’. Tak puas dengan cara itu, aku mencoba berlagak bak “konsumen”, melakukan obrolan santai, plus tawar-menawar. Akhirnya dengan taktik itu, aku berhasil merekam lebih detail kehidupan remang-remang di kota ini.

Arloji sudah mengarah ke angka 12. Seperti biasanya udara dingin yang kerap membalut kota ini terasa mulai menggigit. Mungkin, udara seperti inilah yang membuat Bandung terasa tampil beda dengan kota lain, apalagi ditambah dengan “warga” malamnya itu.

Di Braga kami aku berhenti. Di sana, aku datangi salah satu dari sekian kupu-kupu yang hinggap di trotoar. Ia berdiri berjauhan dari rekan seprofesinya. Pingkan, begitulah ia memperkenalkan namanya. Usianya masih 18 tahun dan berparas cantik. Malam itu ia mengenakan t’shirt pink tipis nan ketat hingga mempertegas lekukan tubuhnya yang sintal dan putih bersih disorot temaram lampu jalan.

Usai berkenalan, aku mencari tempat yang agak sepi. Duduk, lalu mengajaknya ngobrol. Mula-mula dia bertanya, mengapa mobilku diparkir di sana? Kubilang temanku sedang melakukan ‘transaksi’.

Memang sengaja aku memisahkan diri dengan teman seperjalananku yang lain, biar lebih leluas dan tak terbaca maksudku. Hampir limabelas menit, dengan perlahan tapi pasti akhirnya aku berhasil juga mengorek siapa jati diri mojang geulis ini dan bagaimana ia sampai berkecimpung di lembah hitam yang nyata-nyata direndahkan banyak orang.

Ia mengakui, ‘kegiatan malam’-nya ini dikerjakan semata untuk menambah uang kuliah. Katanya sejak krisis keuangan dunia, ayahnya yang bekerja di sebuah perusahaan swasta kena PHK dan kini tak mampu lagi memenuhi segala keperluannya. Sekarang tinggal ibunya yang mencari nafkah dengan membuka warung kecil.

Kedua adiknya masih sekolah. “Terpaksa deh gw turun ke jalan, tanpa sepengetahuan ortu,” ungkapnya. Sebenarnya sejak masih duduk di bangku SMU, gadis berlesung pipit ini sudah mulai melakukan pekerjaan penuh “erangan” ini, namun masih terbilang amatiran. “Dulu sih gue nongkrongnya di Bandung Indah Plaza, sambil nyari Oom-Oom iseng,” lanjutnya. Menurutnya dengan jalan ini ia dapat membiayai kuliah D-3-nya yang tinggal 4 semester lagi di perguruan tinggi swasta.

Lain lagi dengan cerita Intan, juga bukan nama sebenarnya yang mengaku sering mangkal di sebuah diskotik ternama di Bandung. Malam itu, ia sedang ‘keluyuran’di Jalan Sudirman bersama rekannya, bernama Asti.

Intan jelas berbeda dengan Pingkan. Gadis manis berusia 17 tahun ini berasal dari keluarga berada. Lihat saja, penampilannya saja persis artis sinetron ibukota. Rumah orangtuanya saja di salah satu kawasan elit di Bandung Utara. Ia punya mobil sendiri dan selalu diberi uang jajan berlebihan.

Kendati hidupnya serba kecukupan, toh intah tetap ‘liar’ dan tak pernah betah tinggal di kamarnya yang ber-AC dan lengkap dengan perabotan elektronik mewah. “Nyokap dan bokap gue sibuk cari duit masing-masing. Gue jadi kesepian. Kebetulan gue punya banyak teman diluar, ya udeh hampir tiap malam gue senang-senang sama mereka,” ujar remaja tanggung yang bersedia ‘bobo cuma-cuma’ dengan setiap pria yang dikagumi dan disukainya. Biasanya para pelajar atau mahasiswa yang suka keluyuran malam.

Asli Tapi Palsu
Malam kian larut. Rasa penasaranku semakin menjadi. Palagi rekan-rekanku yang tahu benar seluk-beluk kta ini masih ingin menunjukkan pengetahuannya tentang sisi lain dari kehidupan malam di kotanya. Temanku langsung mengarahkan mobil ke suatau tempat yang tak kusangka. Ternyata di kota yang terkenal akan harumnya para kembang muda ini, mengoleki juga ‘kupu-kupu’ aspal alias asli tapi palsu.

Lokasinya berada di Jalan Sumatera, yang dikenal sebagai kawasan khusus para wanita tapi pria atau waria. Mungkin kalau di Jakarta tak beda jauh dengan Taman Lawang, Jakarta Pusat. “Iiihh, kamu kumisnya kok mirip bekas guru olahraga saya dulu,” rayu Resha (nama samaran) sambil mencubit salah seorang rekanku dengan genitnya. Yang dicubit terlihat pucat dan serba salah.

Resha adalah salah satu pramuria nikmat senior yang biasa mangkal di sana. Sudah hampir 3 tahun ia mejeng, menanti pria-pria berkelainan seks yang siap men-‘carter’-nya. Malam itu, ia tampil kelewat berani. Mengenakan rok super mini sambil sesekali memamerkan payudara silikonnya yang dibiarkan menjuntai tanpa bra.

Puas menyaksikan tingkah laku Resha dan kawan-kawannya, mobil kami segera meluncur ke peraduan di Lembang. Malam itu benar-benar berwarna. Untunglah iman kamu masih kuat. Ya seperti aku bilang, sekadar tahu saja boleh-boleh. Lebih dari itu, ya terserah Anda.

Naskah & Foto: adji_travelplus@yahoo.com

0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP