Pengalaman Bau Nyale di Mandalika, Jadi Ingin Kembali
"Horee.. aku dapat Nyaleeee...," teriak Rani kegirangan. Hasil tangkapannya itu lalu ia tunjukkan di telapak tangan kirinya. Meskipun cuma sedikit, perempuan berkulit sawo matang itu terlihat amat senang.
Bau Nyale adalah sebuah tradisi menangkap Nyale atau cacing laut yang banyak dilakukan oleh penduduk Loteng yang berdomisili di bagian Selatan.
Tradisi Bau Nyale atau mencari cacing laut yang dilakukan masyarakat Sasak, Loteng tahun ini, ternyata menarik perhatian Rani.
Kendati sudah tinggal di Lombok 9 tahun, perempuan asal Jakarta ini ternyata baru tahun ini berkesempatan melihat langsung dan ikut menangkap Nyale.
Sejak jauh-jauh hari, sebelum acara puncak festival tersebut berlangsung, Rani sudah menyiapkan diri untuk datang ke Pantai Seger yang menjadi pusat acara tersebut.
Bersama 6 temannya, Rani berangkat dari Kota Mataram, Ibukota NTB pada Sabtu pagi.
Setelah menempuh perjalanan selama 1 jam lebih, akhirnya perempuan berambut panjang lurus ini dan teman-temannya sampai di lokasi.
“Disana kita kudu datang cepetan karena pasti nggak kebagian tempat parkir. Semakin lama datangnya, semakin jauh kita dapat parkirnya dari lokasi acara,” terangnya.
Sewaktu tiba di Pantai Seger, sudah banyak warga yang datang. Lumayan lama menunggu saat Bau Nyale tiba. "Untungnya ada banyak acara di sana, ada Wayang Kulit Sasak dan promosi berbagai provider dari sejumlah perusahaan ternama,” ungkapnya.
Pas malamnya, banyak warga yang begadang di pantai. “Mereka tidur-tiduran di hamparan pasir. Ada juga yang pasang tenda. Dah kayak terdampar di pulau gitu deh. Malahan ada yang di atas bukit. Mereka nunggu hingga saatnya mencari Nyale tiba,” kata Rani.
Untuk mengurangi jenuh, ada yang bermain HP mem-posting foto-foto keramaian tradisi Bau Nyale ke sosial media (sosmed), banyak juga warga yang berenang dan bermain dengan ombak padahal malam hari.
“Mungkin karena begadang di pinggir laut itu, makanya banyak yang masuk angin,” terangnya.
Masyarakat yang datang dari berbagai daerah di Loteng semakin banyak, termasuk beberapa turis asing. “Mereka start mencari Nyale sekitar pukul 4.30 pagi sampe azan subuh pukul 5 pagi. Cuma sebentar, karena jam segitu, saatnya air laut surut,” kata Rani.
Saat itu, permukaan laut sangat dangkal. “Banyak juga yang mencari Nyale sampai ke bukit yang berada di tengah laut itu. Habis ceteeek benget. Airnya cuma setengah betis dalamnya,” terangnya lagi.
Rani yang berbisnis kuliner di Kota Mataram pun ikut mencari Nyale. Awalnya dia mengaku jijik saat menceburkan kakinya ke laut. “Karena pas kita senter air lautnya jadi keruh kecoklatan. Tapi sumpah seru banget,” akunya.
“Awas, Nyalenya ada yang masuk enggak tuh?” godaku.
Rani pun tertawa mendengar gurauanku. “Wkwkwkwk, kita pakai pengamanlah,” timpalnya.
Menurut perempuan bertubuh sintal ini, dia sengaja meluangkan waktu tahun ini mencari Nyale untuk ikut meramaikan sekaligus menghormati tradisi turun-temurun itu.
“Kita harus hormati juga tradisi masyarakatnya, bagaimanapun sekarang saya tinggal di Pulau Lombok ini,” ujarnya.
Konon, sambung Rani cacing-cacing laut itu adalah jelmaan Putri Mandalika. “Cacing-cacing itu full proteinnya jadi baik untuk kesehatan. Mereka tangkap itu buat dimakan. Ada yang disantap mentah ataupun diolah menjadi Pepes dan lainnya,” katanya.
Jujur Rani baru sekali mencicipi Nyale, itu pun yang sudah dipepes. Dia tidak berani menyantap Nyale mentah apalagi yang masih hidup. “Rasa Pepes Nyale itu amis-amis, ya kayak ikan gitu,” akunya.
Cacing laut yang dalam bahasa ilmiahnya bernama Polychaeta sp itu sengaja dicari dan ditangkap, ternyata bukan sekadar untuk disantap karena Nyale itu mengandung banyak gizi berdasarkan penelitian, melainkan pula karena memiliki ‘keistimewaan’ lain berupa manfaat lebih bagi pemakannya.
Misalnya kalau perempuan yang menyantapnya, banyak yang percaya akan bertambah cantik, secantik Putri Mandalika, sehingga banyak yang meyakini cacing-cacing yang berwarna-warni itu (ada hijau, kemerahan-merahan, kuning dan lainnya), merupakan jelmaan Putri Mandalika dari kerajaan tempo dulu di sana.
Sementara banyak pula laki-laki yang percaya kalau memakan Nyale itu baik mentah maupun sudah diolah menjadi beragam menu seperti Nyale Goreng, Pepes Nyale, dan Nyale dibungkus daun lalu dimasak santan atau Daun Nyale Kelak Santan, akan bertambah gagah bahkan bisa menguatkan vitalitasnya.
Merasa puas berhasil mendapatkan Nyale bahkan mencicipi Pepes Nyale, Rani mengaku ingin kembali lagi ke sini nanti.
"Tahun depan, pokoknya aku kudu balik ke sini lagi, soalnya unik dan seru," pungkasnya.
Warga yang menangkap Nyale ada yang menggunakan sorok, alat penjaring tradisional setempat.
Biasanya kalau Nyale yang ditangkap berlebih, dijual kepada para pengepul (pengumpul). Selanjutnya pengepul itu menjualnya kembali kepada para pengunjung di pinggiran jalan menuju Pantai Senek atau yang lebih dikenal dengan nama Pantai Kuta.
Menurut Rico, warga Desa Kute yang rumah kedua orangtuanya berada persis di seberang Pantai Senek, Nyale itu cuma keluar satu tahun sekali. “Keluarnya pun hanya 2 jam,” akunya.
Kata Rico lagi, semakin banyak Nyale didapat, berarti menandakan hasil panen padi, jagung dan sebagainya tahun ini banyak. “Sebagian Nyale yang ditangkap warga, ditaburkan di sawah-sawah sebagai pupuk atau syarat agar panennya banyak,” tambahnya.
Setelah matahari muncul, sekitar pukul 6, masyarakat pun beranjak dari pantai kembali ke rumah masing-masing.
Bagi yang berhasil menangkap Nyale dalam jumah besar, segera diolah untuk dijadikan Pepes Nyale baru kemudian dimasak menjadi makanan berkuah Daun Nyale Kelak Santan.
Festival Bau Nyale memang dipusatkan di Pantai Seger, mengingat menurut kisah setempat di sinilah Putri Mandalika menceburkan diri ke laut lepas.
Tradisi ini dikaitkan dengan cerita Putri Mandalika yang konon diperebutkan banyak pangeran.
Sang putri tidak bisa menentukan pilihan dan akhirnya memutuskan menceburkan diri ke laut dari atas bukit.
Nyale yang keluar di Laut Selatan, Loteng ini dipercaya merupakan jelmaan rambut Putri Mandalika.
Anehnya jutaan Nyale itu muncul setahun sekali, dan tanggalnya tidak tentu, biasanya antara Februari dan Maret.
Uniknya lagi Nyale kemudian diburu orang Sasak, suku asli Pulau Lombok yang banyak menetap Mandalika, sebuah Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang ditetapkan Pemerintah Pusat dan kini status naik menjadi Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP).
Upacara penangkapan Nyale ini sangat meriah, masyarakat berkerumun mencari Nyale di sepanjang pantai.
Sejumlah wisatawan baik nusantara maupan mancanegara yang datang pun ikut mencari Nyale atau sekadar mengabadikan tradisi unik itu.
Pada malam sebelum acara puncak festival ini berlangsung, biasanya masyarakat melakukan ritual sendiri di rumah masing-masing. Salah satu ritual Bau Nyale di Loteng ini memotong ayam dan membuat ketupat.
Jadi Tenar
Pantai Seger, terletak kira-kira 65 kilometer dari Kota Mataram. Selain karena keindahan alamnya,
Pantai Seger ini menjadi tersohor lantaran setiap tahun menjadi pusat penyelenggaraan tradisi Bau Nyale yang berhasil menjaring ribuan wisatawan.
Begitupun Pantai Kuta, namanya juga tenar berkat kehadiran Nyale setiap tahun. Bahkan pantai ini pernah menjadi lokasi acara puncak Hari Pers Nasional (HPN) yang dihadiri Presiden Joko Widodo dan sejumlah menteri, di antara Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya.
Berkat Nyale, Pantai Kuta yang oleh penduduk setempat dijuluki Pantai Merica lantaran pasirnya berbentuk seperti merica atau lada, bulat-bulat kecil ini ini kerap dikunjungi wisatawan.
Ada yang bersantai, berjemur, berenang, snorkeling, dan bahkan berselancar.
Pantai-pantai lain yang ikut terdongkrang namanya gara-gara Nyale adalah Pantai Selong Belanak, Pantai Mawi Lombok, dan Teluk Gerupuk serta Tanjung Aan.
Pantai Selong Belanak dapat ditempuh sekitar 45 menit dari Lombok International Airport (Lia) di Praya.
Pantai ini berbentuk cekungan (teluk), berpanorama sangat indah karena kanan kiri diapit gugusan bukit hijau yang bergradasi ketinggiannya.
Pantainya landai memanjang berpasir putih nan lembut seperti tepung dengan ombaknya yang kecil.
Pantai Mawi Lombok yang terletak sekitar 5 km dari Pantai Selong Belanak menjadi salah satu tempat di DPSP Mandalika yang disukai oleh para peselancar baik lokal maupun surfer dari mancanegara.
Ketinggian ombak perairannya memang sangat cocok untuk berselancar.
Teluk Gerupuk yang berlokasi di Desa Gerupuk, sekitar 9 Km dari Pantai Kuta ke Timur ini sudah dikenal baik oleh para peselancar karena ombaknya selalu besar sepanjang musim.
Tempat ini pun sudah dilengkapi dengan fasilitas penginapan, restoran, dan pos pengamanan pariwisata.
Lain lagi dengan Tanjung Aan yang berpanorama alam cantik dengan bukit-bukit, lpantainya pun berpasir putih dan landai.
Objek wisata bahari di DPSP Mandalika ini, TravelPlus Indonesia nilai cocok untuk berenang, berjemur di pasir putih, melihat dan mengabadikan panoramanya dari bukit, surfing, ataupun sekadar duduk-duduk sambil menikmati kelapa muda.
Keistimewaan Tanjung Aan memiliki beberapa pantai berpasir putih dengan perairan tenang berair biru ditambah bukit-bukit kecil yang miskin vegetasi atau telanjang sama sekali tanpa tutupan vegetasi.
Bukit-bukitnya itu didominasi batuan vukanik dengan sisipan batu gamping di beberapa tempat.
Sejumah wisatawan yang datang ke DPSP Mandalika untuk menyaksikan drama kolosal Putri mandalika dan parade budaya dalam Festival Bau Nyale, biasanya usai melihat atau bahkan ikut menangkap Nyale, kemudian melanjutkan kunjungan dan aktivitas wisatanya ke Desa Sade untuk melihat dua lelaki dewasa saling adu cambuk atau Peresean, lalu ke Pantai Selong Belanak, Pantai Mawi Lombok, dan Teluk Gerupuk serta Tanjung Aan. Alhasil nama kelima tempat itu pun semakin tenar dan mendunia.
Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)
Foto: adji, rani & rico
Captions:
1. Nyale (cacing laut) hasil tangkapan Rani di Pantai Seger saat ikut tradisi Bau Nyale.
2. Perempuan Sasak Lombok Tengah (Loteng) menyajikan hidangan dari Nyale.
3. Adu cambuk Peresean khas Lombok di Desa Sade, Loteng.
4. Salah satu hotel di Loteng.
5. Ribuan warga, wisnus bahkan wisman ikut tradisi Bau Nyale di Pantai Seger.
6. Hasil tangkapan Nyale ditempatkan di baskom plastik.
7. Nyale yang menjadi Pepes.
8. Melihat pantai dari bukit.
9. Pesona keindahan Pantai Kuta Lombok.
10. Salah satu homestay di Desa Kute seberang Pantai Kuta Lombok.
11. Pesona sunrise di Pantai Kuta Lombok yang masuk wilayah Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP).
12. Lombok International Airport (LIA), salah satu gerbag masuk menuju pulau Lombok dan kawasan DPSP Mandalika, Loteng.
13. Sepenggal pemandangan menawan di Tanjung Aan, Loteng.
14. Kolosal Putri mandalika dan parade budaya dalam Festival Bau Nyale.
0 komentar:
Posting Komentar