Hanung Bramantyo Sabet Sutradara Terbaik JAFF - Indonesian Screen Awards 2018
Hanung Bramantyo menyabet gelar Sutradara Terbaik (Best Director) ajang Jogja Netpac Asian Film Festival (JAFF) dalam sesi Penghargaan Layar Indonesia (Indonesian Screen Awards) 2018.
Di festival film ke-13 ini, Hanung meraih predikat tersebut untuk film garapannya berjudul Sultan Agung: Tahta, Perjuangan dan Cinta.
Gelar itu jelas menambah koleksi penghargaan serupa buatnya tahun ini.
Sebelumnya di ajang Festival Film Bandung (FFB) 2018, suami artis Zaskia A. Mecca ini mendapatkan penghargaan sebagai Sutradara Terpuji Film Bioskop untuk film arahannya yang berjudul Gift.
Di FFB ke-31 itu, Sultan Agung: Tahta, Perjuangan dan Cinta yang diproduksi Mooryati Soedibyo Cinema & Dapur Film, juga dinobatkan sebagai Film Bioskop Terpuji lantaran menggondol tiga penghargaan untuk kategori pemeran utama pria terpuji, penulis skenario terpuji, dan penata artistik terpuji.
Di film yang rilis 23 Agustus 2018 lalu ini, Hanung berhasil meramu bukan hanya adegan-adegan laga, bak cerita-cerita kolosal lainnya, pun memperlihatkan pemandangan bukit-bukit hijau beraliran sungai, pemandangan desa, dan benteng-benteng kerajaan masa lalu.
Hanung juga jeli memilih pemainnya yang berakting apik, pas, dan bijak hingga membuat film ini terasa punya karakter.
Seperti akting yang diperlihatkan Ario Bayu yang berperan sebagai Sultan Agung Hanyakrakusuma, lalu Marthino Lio yang memerankan sosok Raden Mas Rangsang muda, juga Putri Marino yang berperan sebagai sosok Lembayung muda, dan Adina Wirasti yang berperan sebagai Lembayung dewasa.
Begitupun Lukman Sardi yang berperan sebagai Notoprojo, Rifnu Wikana sebagai Panji Kelana, dan Asmara Abigail yang berperan sebagai Roro Untari.
Tak ketinggalan para aktris/aktor senior seperti Christine Hakim, Meriam Bellina, dan Dedy Sutomo (almarhum) yang membuat cerita film ini semakin berkarakter.
Di pra JAFF 2018, film Sultan Agung: Tahta, Perjuangan, Cinta ini menjadi salah satu dari 7 film terpilih yang diputar dalam acara bertajuk Open Air Cinema atau semacam layar tancap.
Menariknya pemutaran film ber-genre sejarah ini berlangsung di salah satu bekas lokasi syutingnya yakni di Studio Alam Gamplong yang berlokasi di Dusun Gamplong 1, Desa Sumberrahayu, Kevamatan Moyudan, Kabupaten Sleman, DIY pada Sabtu (24/11) malam.
Kabarnya film yang diputar secara gratis di lapangan studio alam yang kini menjadi objek wisata tersebut, berhasil menjaring lebih dari 3.000 penonton.
"Buat yang penasaran atas Film Sultan Agung versi Director's CUT (bukan versi Bioskop maupun Gala Premiere), akan tayang besok, 5 Desember, jam 21.00 WIB di Senayan City. Dijamin pasti beda," tulis Hanung di akun Instagram (IG)-nya @hanungbramantyo, Selasa (4/12).
Selama 8 hari berlangsung (27 November - 4 Desember), JAFF 2018 bertema "Disruption" yang mendapat dukungan promosi dan publikasi dari Kementerian Pariwisata (Kemenpar) ini memutar 124 judul film dari 27 negara-negara di Asia, di sejumlah bioskop di Yogyakarta.
Berikut hasil lengkap JAFF ke-13 yang diumumkan dalam malam penghargaan di JNM, Selasa (4/12), lalu disebarluaskan via @jaffjogja dan www.jaff-filmfest.org:
Peraih The Golden Hanoman Award untuk Film Asia Terbaik: 27 Steps May, sutradara Ravi Bharwani dari Indonesia.
Penerima The Silver Hanoman Award untuk Film Asia Terbaik Kedua: Nervous Translation, sutradara Shireen Seno (Filipina).
Pemenang NETPAC Award dari Jaringan untuk Promosi Bioskop Asia Pasifik (NETPAC): film The Song of Grassroot, sutradara Yuda Kurniawan (Indonesia).
Peraih Blencong Award dari Light of Asia untuk program pendek Asia terbaik: film Facing Death with Wirecutter, sutradara Sarwar Abdullah (Irak).
Penerima Geber Awards dari perwakilan Komunitas Film Independen atau dari komunitas pembuat film hingga klub-klub ternama di seluruh Indonesia untuk film Asia favorit: film Passage of Life, sutradara Akio Fujimoto (Jepang & Myanmar).
Peraih Jogja Film Student Award (Penghargaan Siswa Jogja Film): film Grandma's Home (Nhà Ngoại), sutradara Nguyen Hoang Bao Anh (Vietnam).
Pemenang pertama Best Future Project (Proyek Terbaik di Masa Depan): Mayday karya Eden Junjung.
Khusus JAFF-Indonesian Screen Awards 2018:
Sutradara Terbaik (Best Director): Hanung Bramantyo untuk film Sultan Agung: Tahta, Perjuangan dan Cinta.
Performa Terbaik (Best Performance): Reza Rahadian (film If This Is My Story).
Sinematografi Terbaik (Best Cinematography): Amalia T.S (film Aruna & Lidahnya).
Skenario Terbaik (Best Script): Andibachtiar Yusuf & M. Irfan Ramly (film Love for Sale).
Film Terbaik (Best Film): Petualangan Menangkap Petir, sutradara Kuntz Agus, produksi Fourcolours Films.
Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)
Captions:
1. Hanung Bramantyo menyabet gelar Sutradara Terbaik (Best Director) JAFF-Indonesian Screen Awards 2018 untuk film garapannya Sultan Agung: Tahta, Perjuangan, Cinta. (Foto: @hanungbramantyo)
2. Hanung bersama istri dan anaknya yang bungsu. (Foto: @hanungbramantyo)
3. Hanung saat TravelPlus Indonesia wawancarai di Studio Alam Gamplong. (Foto: adji k.)
4. Studio Alam Gamplong salah satu lokasi syuting film Sultan Agung: Tahta, Perjuangan, Cinta. (Foto: adji k.)
Di festival film ke-13 ini, Hanung meraih predikat tersebut untuk film garapannya berjudul Sultan Agung: Tahta, Perjuangan dan Cinta.
Gelar itu jelas menambah koleksi penghargaan serupa buatnya tahun ini.
Di FFB ke-31 itu, Sultan Agung: Tahta, Perjuangan dan Cinta yang diproduksi Mooryati Soedibyo Cinema & Dapur Film, juga dinobatkan sebagai Film Bioskop Terpuji lantaran menggondol tiga penghargaan untuk kategori pemeran utama pria terpuji, penulis skenario terpuji, dan penata artistik terpuji.
Di film yang rilis 23 Agustus 2018 lalu ini, Hanung berhasil meramu bukan hanya adegan-adegan laga, bak cerita-cerita kolosal lainnya, pun memperlihatkan pemandangan bukit-bukit hijau beraliran sungai, pemandangan desa, dan benteng-benteng kerajaan masa lalu.
Seperti akting yang diperlihatkan Ario Bayu yang berperan sebagai Sultan Agung Hanyakrakusuma, lalu Marthino Lio yang memerankan sosok Raden Mas Rangsang muda, juga Putri Marino yang berperan sebagai sosok Lembayung muda, dan Adina Wirasti yang berperan sebagai Lembayung dewasa.
Begitupun Lukman Sardi yang berperan sebagai Notoprojo, Rifnu Wikana sebagai Panji Kelana, dan Asmara Abigail yang berperan sebagai Roro Untari.
Tak ketinggalan para aktris/aktor senior seperti Christine Hakim, Meriam Bellina, dan Dedy Sutomo (almarhum) yang membuat cerita film ini semakin berkarakter.
Di pra JAFF 2018, film Sultan Agung: Tahta, Perjuangan, Cinta ini menjadi salah satu dari 7 film terpilih yang diputar dalam acara bertajuk Open Air Cinema atau semacam layar tancap.
Menariknya pemutaran film ber-genre sejarah ini berlangsung di salah satu bekas lokasi syutingnya yakni di Studio Alam Gamplong yang berlokasi di Dusun Gamplong 1, Desa Sumberrahayu, Kevamatan Moyudan, Kabupaten Sleman, DIY pada Sabtu (24/11) malam.
Kabarnya film yang diputar secara gratis di lapangan studio alam yang kini menjadi objek wisata tersebut, berhasil menjaring lebih dari 3.000 penonton.
"Buat yang penasaran atas Film Sultan Agung versi Director's CUT (bukan versi Bioskop maupun Gala Premiere), akan tayang besok, 5 Desember, jam 21.00 WIB di Senayan City. Dijamin pasti beda," tulis Hanung di akun Instagram (IG)-nya @hanungbramantyo, Selasa (4/12).
Selama 8 hari berlangsung (27 November - 4 Desember), JAFF 2018 bertema "Disruption" yang mendapat dukungan promosi dan publikasi dari Kementerian Pariwisata (Kemenpar) ini memutar 124 judul film dari 27 negara-negara di Asia, di sejumlah bioskop di Yogyakarta.
Berikut hasil lengkap JAFF ke-13 yang diumumkan dalam malam penghargaan di JNM, Selasa (4/12), lalu disebarluaskan via @jaffjogja dan www.jaff-filmfest.org:
Peraih The Golden Hanoman Award untuk Film Asia Terbaik: 27 Steps May, sutradara Ravi Bharwani dari Indonesia.
Penerima The Silver Hanoman Award untuk Film Asia Terbaik Kedua: Nervous Translation, sutradara Shireen Seno (Filipina).
Pemenang NETPAC Award dari Jaringan untuk Promosi Bioskop Asia Pasifik (NETPAC): film The Song of Grassroot, sutradara Yuda Kurniawan (Indonesia).
Peraih Blencong Award dari Light of Asia untuk program pendek Asia terbaik: film Facing Death with Wirecutter, sutradara Sarwar Abdullah (Irak).
Penerima Geber Awards dari perwakilan Komunitas Film Independen atau dari komunitas pembuat film hingga klub-klub ternama di seluruh Indonesia untuk film Asia favorit: film Passage of Life, sutradara Akio Fujimoto (Jepang & Myanmar).
Peraih Jogja Film Student Award (Penghargaan Siswa Jogja Film): film Grandma's Home (Nhà Ngoại), sutradara Nguyen Hoang Bao Anh (Vietnam).
Pemenang pertama Best Future Project (Proyek Terbaik di Masa Depan): Mayday karya Eden Junjung.
Khusus JAFF-Indonesian Screen Awards 2018:
Sutradara Terbaik (Best Director): Hanung Bramantyo untuk film Sultan Agung: Tahta, Perjuangan dan Cinta.
Performa Terbaik (Best Performance): Reza Rahadian (film If This Is My Story).
Sinematografi Terbaik (Best Cinematography): Amalia T.S (film Aruna & Lidahnya).
Skenario Terbaik (Best Script): Andibachtiar Yusuf & M. Irfan Ramly (film Love for Sale).
Film Terbaik (Best Film): Petualangan Menangkap Petir, sutradara Kuntz Agus, produksi Fourcolours Films.
Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)
Captions:
1. Hanung Bramantyo menyabet gelar Sutradara Terbaik (Best Director) JAFF-Indonesian Screen Awards 2018 untuk film garapannya Sultan Agung: Tahta, Perjuangan, Cinta. (Foto: @hanungbramantyo)
2. Hanung bersama istri dan anaknya yang bungsu. (Foto: @hanungbramantyo)
3. Hanung saat TravelPlus Indonesia wawancarai di Studio Alam Gamplong. (Foto: adji k.)
4. Studio Alam Gamplong salah satu lokasi syuting film Sultan Agung: Tahta, Perjuangan, Cinta. (Foto: adji k.)
0 komentar:
Posting Komentar