. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Minggu, 22 April 2018

Soto Betawi Bang Tako, Ah Bikin Ngecesss Langsung Meleleh

Apa yang pertama bikin orang kesemsem dengan dengan menu masakan? Jawabannya tentu penampilan atau kemasannya. Begitupun dengan Soto Betawi satu ini. Sewaktu melihat warna kuahnya saja, sanggup membuat gelora selera saya seketika meleleh.

Soto Betawi (Sobet) yang maksud di atas itu adalah Sobet Bang Tako yang berada di bilangan Pondok Pinang, Jakarta Selatan. 

Awal ceritanya begini. Sewaktu saya berniat membuat tulisan “Sensasi Jelajah Soto Betawi dari Kaki Lima sampai Hotel Berbintang”, saya rada kebingungan menentukan pedagang Sobet mana yang akan saya pilih, terutama yang berjualan di kaki lima. 

Maklum, di Jakarta pedagang makanan berkuah santan ini cukup banyak, tersebar di lima wilayah kota, mulai dari Jakarta Selatan, Barat, Timur, Pusat, dan Jakarta Utara. Bahkan sudah menyebar ke Bodetabek dan kota-kota lain di Tanah Air.

Contohnya di kawasan pusat grosir busana dan tekstil terbesar di Asia Tenggara yakni pasar Tanah Abang, Jakara Pusat, di sana banyak pedagang Sobet kaki lima, warung maupun yang ada di food court-nya. 

Namun belum tentu semua pedagangnya itu orang Betawi Asli. Kenapa? Soalnya kalau yang berjualan bukan orang Betawi, kabarnya rasanya kurang nendang. Ah masa? 

Itu pun berlaku untuk pedagang kuliner tradisional Betawi lainnya seperti Nasi Uduk, aneka Semur Betawi, Gado-Gado, Kerak Telor, dan lainnya.

Menurut banyak pihak, katanya kagak afdol kalau bukan orang Betawi yang masak dan menjualnya. Karena alasan itulah, saya memilih pedagang Sobet orang Betawi Asli. 

Untunglah ada rekan seprofesi (wartawan) yang memang asli Betawi mengabarkan bahwa orangtuanya sudah lama menjual Sobet dan kini usahanya dilanjutkan oleh abang (eh diralat adik) kandungnya.

“Lokasinya di Jalan Raya Pondok Pinang, dekat bekas rumah orangtua ane yang udeh dijokul,” terang Syarifudin Bachwani sobat jurnalis yang biasa disapa Araf atau Syarif. 

Tak lama kemudian, Araf mengirim beberapa foto warung Sobet kaki lima warisan orangtuanya itu ke Whats App Group (WAG) Asgob (Asal Goblek) yang dihuni para almamater IISIP angkatan jadul

Berbekal foto-foto itulah, ditambah patokan tempat yang ditunjukkan Araf, saya mencari pedagang Sobet Bang Tako di Pondok Pinang (Ponpin). 

Suatu hari selepas mengikuti Kajian Islam di Masjid Al-Hikam, Pasar Raya, Blok M, Jakarta Selatan, saya langsung bergegas ke Sobet Bang Tako Ponpin. 

Semula ingin naik ojek online biar cepat sampai. Tapi saya urungkan karena sudah lama tidak naik metromini menuju Lebak Bulus. 

Ternyata metromini S-72 jurusan Blok M-Lebak Bulus masih beroperasi meskipun jumlahnya tidak sebanyak dulu. (Nasib serupa juga menimpa sejumlah metromini jurusan lain. Kabarnya ini terjadi sejak transportasi online ngehits. Banyak orang berpindah hingga mengakibatkan jumlah penumpang metromini merosot tajam). 

Metromini yang saya tumpangi melewati kawasan Radal (Radio Dalam), termasuk kantor lamanya rekan saya itu. 

Rupanya kemacetan semakin parah, dan itu pula yang membuat masyarakat beralih ke ojek online ketimbang metromini ataupun angkot karena dinilai lebih praktis dan cepat tiba di tujuan. 

Saya menutuskan turun di halte Trans Jakarta (TJ) Busway Pondok Indah, mengingat kemacetan yang luar biasa di kawasan menuju Lebak Bulus, Rabu sore itu. 

Kemudian melanjutkan naik Bis TJ yang jauh lebih nyaman dan terhindar dari kemacetan karena melewati jalur khusus. 

Jujur, sudah lama tidak melewati Lebak Bulus, saya sangat kaget dengan parasnya yang berubah total 360 derajat. Wajah Lebah Bulus nyaris tak seperti dulu lagi. 

Terminal lamanya tidak ada lagi, sudah berganti dengan depo Mass Rapid Transit (MRT). Tiang-tiang pancang beton mewarnai langit Lebak Bulus era milenial ini. 

Memang benar terkesan lebih modern, namun entah kenapa justru terselip pula kesan berjarak dan angkuh di sana. 

 “Jakarta oh Jakarta, inikah dampak lain pembangunan yang sengit ini?” tanya hati yang anehnya justru ingin segera merasakan sensasi naik MRT biar merasakan sensasi kekinian. 

Dari halte transit TJ di Lebak Bulus, saya berganti Bis TJ lainnya jurusan Lebak Bulus-Senen yang melewati Ponpin. 

Sebelum sampai di halte TJ Ponpin, saya turun di halte Selapa Polri. Setelah berjalan kaki beberapa langkah, akhirnya mata tertuju dengan lembar spanduk penutup gerobak sederhana di tepi jalan berwarna putih bertuliskan “Soto Betawi” berwarna merah berikut gambar Semangkuk Sobet, acar, dan sambal masing-masing dalam wadah mangkuk kecil serta beberapa potong emping. 

Sepertinya spanduk itu masih baru, terlihat dari warnanya yang masih bersih. 

Gerobak Sobet sederhana itu terletak di samping mini market H. Saikin, tepatnya di tengah-tengah antara gerobak pedagang Soto Ayam dan Sate Madura. 

Gerobaknya sekaligus merangkap meja untuk bersantap. Di atas gerobak beralas terpal plastik berwarna merah, ada kotak kaca untuk menempatkan rebusan potongan daging sapi dan lainnya, juga tomat dan jeruk limo. 

Di sebelah kotak kaca terdapat rice cooker untuk menempatkan nasi, kaleng emping, setoples acar timun/wortel/cabe rawit, setoples sambal, dan tumpukan mangkuk serta piring yang ditutupi serbet. 

Di belakang gerobak, ada kompor gas dengan tabung gas 3 Kg berwarna hijau, berikut panci untuk memanaskan kuah Sobet. 

Sementara pagar depan rumah tempat gerobak itu berdiri, ditutupi dengan selembar spanduk lama yang juga bertuliskan Soto Betawi, tampa gambar Sobet.

Setibanya di sana, saya langsung memesan Sobet. Pelayannya pria berumur sekitar 40-an tahun yang ternyata Bang Tako sendiri setelah saya tanya namanya. Sepintas air mukanya rada mirip rekan saya itu. 

“Bang, Soto Betawinya campur, nasinya setengah aja,” pesan saya. 

Tak lama kemudian pesanan saya tiba. Saat itu pula selera makan saya seketika meleleh melihat kuah Sobet Bang Tako. Warnanya merah, begitu menggoda. Duh, bikin ngecesss...

Saya sengaja mencicipi langsung kuah Sobet Bang Tako tanpa memberi sambal, acar timun, jeruk limo, dan garam terlebih dulu agar bisa merasakan rasa original-nya. 

Kuah santannya encer, cocok dengan selera saya yang rada pantang dengan makanan bersantan kental. Rasa original-nya cukup enak, namun setelah saya tambah dengan sambal, jeruk limo, dan garam, rasanya jauh lebih ajiiib... 

Isi sotonya ada potongan daging sapi, kikil, paru, babat, dan kentang serta irisan tomat merah, ditambah emping. Seporsinya cuma Rp 20 ribu. 

Sudah tahu kalau Sobet Bang Tako enak dan harganya terjangkau, saya pun memesan satu porsi lagi, dibungkus untuk orang rumah. 

Kata Bang Tako, Sobetnya sudah bisa dipesan lewat ojek online. “Bilang aja dekat mini market Haji Saikin, Soto Betawi Bang Tako Ponpin,” ungkapnya. 

Saya sengaja datang ke Sobet Bang Tako tanpa memberi kabar Araf. Dan sewaktu menyantap Sobet itu pun, juga tidak mau lama-lama, khawatir rekan saya itu mampir ke warung Sobet adiknya itu. Untungnya dia tidak nongol

Saya pun tak bertanya banyak soal sejarah Sobet dari Bang Tako. Soalnya takut pria itu curiga dan bilang dalam hati. “Ini orang kepo bingit kayak wartawan aja”. 

Begitu pun saat memotret Sobet beserta gerobak dan spanduknya, saya lakukan diam-diam. 

Sehari kemudian, baru saya beri tahu Araf kalau saya sudah datang ke Sobet Bang Tako Ponpin lewat pesan di WAG Asgob. 

Rekan saya itu pun kaget. “Koq nggak bilang2 klo mau mampir, kan ane bisa langsung ke situ,” kata Araf yang kini menjadi pimpinan redaksi (pimred) sebuah majalah berikut media online-nya. 

“Kalau bilang2 kagak cupres (baca: surprise) keleeeusss...,” balas saya. “Dasar yeee..,” sambung Araf. “Tunggu tulisannyeee yeee,” jawab saya lagi. “Asyeeek…,” timpal Araf seraya mengucapkan terimah kasih.

“Ini sebuah kehormatan jurnalis travel mau mampir ke Sobet Bang Tako Ponpin,” ucap Araf lagi.

Jujur sewaktu memotret Sobet Bang Tako Ponpin, saya terganggu dengan mangkuknya, lantaran ada tulisan merek sebuah penyedap rasa. Berulang kali saya abadikan, tetap saja masih nampak tulisan merek itu.

Sesampainya di rumah, saya langsung masukkan Sobet Bang Tako Ponpin yang tadi saya pesan ke dalam mangkung bening polos, tanpa gambar dan tulisan. Baru kemudian saya foto lagi beberapa kali.

Sayangnya, warna kuahnya tak semenarik sewaktu saya santap di Ponpin. 

Warna merahnya yang menggoda tidak keluar. Bisa jadi karena sudah terlalu lama dalam bungkusan plastik atau bisa juga lantaran kuahnya terlampau banyak. 

Kendati begitu, melihat potongan kikil dan daging berikut irisan tomat merah serta emping yang mengambang dan saling ‘berenang’ di mangkung itu, membuat selera makan saya meleleh kembali. Aaah ngecessss lagi, sikaaaat… 

Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo, ig: @adjitropis) 

Captions
1. Warna kuah Soto Betawi (Sobet) Bang Tako di Pondok Pinang (Ponpin), Jakarta Selatan menggugah selera. 
2. Spanduk gerobak Sobet Bang Tako Ponpin. 
3. Gerobak Sobet Bang Tako Ponpin, samping mini market H. Saikin. 
4. Seporsi Sobet khas Betawi gaya kaki lima. 
5. Sobet Bang Tako Ponpin usai dipindahkan di mangkuk polos.

0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP