. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Sabtu, 17 Maret 2018

‘Pasar Purnama’ Hidupkan Tradisi Leluhur Sunda dalam Wujud, Warna, dan Rasa Berbeda

Sebuah pertunjukan seni bisa bersumber dari mana dan apa saja. Termasuk dari seni lain yang lebih dulu muncul. Lalu diolah, diracik, dan dikemas olah para pemilik ide-ide kreatif yang selama proses pembuatannya kerap menimbulkan perdebatan karena berbeda interpretasi namun akhirnya saling memahami dan menyetujui hingga terbentuklah sebuah pertunjukan dalam bentuk, warna, dan rasa baru, yang berbeda, kekinian, dan lebih ‘kaya’.

Itu pula yang dialami Sasikirana Dancelab, komunitas seni yang bermarkas di Bandung ketika menggarap karya terbarunya bertajuk ‘Pasar Purnama” yang bersumber dari sebuah tradisi leluhur, yang ditampilkan dalam program Ruang Kreatif: Seni Pertunjukan Indonesia di Galeri Indonesia Kaya (GIK), Jakarta, Sabtu (17/3/2018) petang.

“Pasar Purnama ini menginterpretasikan penghormatan masyarakat Sunda kepada Dewi Sri yang melambangkan kesuburan, sekaligus interpretasi atas rasa syukur,” kata Agni selaku Creative Program ‘Pasar Purnama’.

Konsep ‘Pasar Purnama’ ini, lanjut Agni berdasarkan riset yang dilakukan Sasikirana Dancelab bersama maestro tari Sunda Irawati Durban terhadap tarian Sunda klasik berjudul ‘Dewi’.

“Lalu oleh empat koreografer kami, karya tersebut diinterpretasikan atau digarap ulang menjadi sebuah karya seni pertunjukan kontemporer yang mengangkat hubungan antara ritual, tradisi, dan lingkungan,” tambahnya.

‘Pasar Purnama’ dibagi empat sesi. Setiap sesi berbeda performance dan interpretasi. Di sesi awal terasa monoton, para penarinya tak banyak melakukan gerak dan ekspresi.

Menurut Agni sesi itu menggambarkan masyarakat Kampung Purnama yang sebenarnya dianugerahi lahan pertanian yang subur dan panen padi yang melimpah namun kurang bersyukur atas nikmat itu sehingga terasa hampa.

Di sesi-sesi berikutnya, terjadi perubahan ketika masyarakat Kampung Purnama mulai mensyukuri semua anugerah itu sehingga kehidupannya lebih bahagia, semarak, dan berwarna.

Itu terlihat dari gerak para penarinya yang lebih atraktif dan energik ditambah musik yang lebih ‘ramai’.

Untuk memberi kesan kesan ramai itu, Sasikirana Dancelab menampilkan benalan penari perempuan dan laki-laki, ditambah seorang pelantun lagu Sunda serta beberapa pemain musik.

Menariknya, alat musik yang dimainkan tidak melulu alat musik dari Tatar Parhyangan tapi juga dari daerah lain.

Wisnu, salah satu pemain musik Sasikirana Dancelab membenarkan hal itu. 

Kata pemusik berambut keriting gondrong itu, alat musik yang digunakan dalam ‘Pasar Purnama’ juga ada dari alat musik tradisional Minang, Sumatera Barat yakni Saluang atau suling.

“Kalau alat musik tradisional dari Sunda yang kami gunakan antara lain Tarawangsa, gitar khas Sunda tepatnya dari Rancakalong, Sumedang,” tambahnya.

Pementasan 'Pasar Purmana' yang berdurasi sekitar 50 menit dan disaksikan tokoh teater Indonesia Nano Riantiarno beserta istrinya aktris Ratna Riantorno selaku mentor pertunjukan ‘Pasar Purnama’ juga sineas/budayawan Garin Nugroho, mendapat beragam apresiasi dari sejumlah penikmat seni yang hadir.

Marwah, salah seorang penonton dari Depok usai menyaksikan ‘Pasar Purnama’, mengira seni pertunjukan itu menceritakan tradisi sebuah masyarakat dalam menyambut datangnya bulan purnama.

“Saya iseng datang ke sini, ternyata bagus banget pertunjukannya. Saya senang ada tradisi Sunda yang ditampilkan menjadi sesuatu yang lain. Ini tradisi orang Sunda menyambut datangnya bulan purnama ya?” tanya ibu berhijab itu.

Tyoba Armey, salah satu koreografer menjelaskan dalam ‘Pasar Purnama’ ini, Sasikirana Dancelab merekayasa tradisi masyarakat di sebuah kampung yang diberi nama Kampung Purnama.

“Purnama itu nama ‘kampung’ yang kita buat dalam cerita ini,” ungkapnya.

Dalam penggarapannya, sambung Tyoba, Sasikirana Dancelab meramu berbagai seni tradisi Sunda dari berbagai daerah di Jawa Barat seperti Tarawangsa dari Sumedang, Ronggeng Gunung dari Ciamis, dan masih banyak lagi.

“Semua itu kita mix hingga menjadi pertunjukan ini. Jadi bukan mengarah kepada ritual di bulan purnama,” terangnya. 

Beda lagi dengan Sulis, penikmat seni dari Semarang. Semula dia mengira ‘Pasar Purnama’ terinspirasi dari film Marlina Si Pembunuh dalam 4 Babak. Namun di sesi-sesi berikutnya, dia baru yakin ini suguhan tradisi budaya masyarakat Sunda, dan ternyata itu benar.

Sulis mengaku terkejut ketika ada dua penari perempuan dalam sebuah sesi ‘Pasar Purnama’, menghampiri penonton lalu memberi buliran padi.


“Sumpah kaget tapi itu bagus, interaksinya bener-bener dapet,” pujinya.

Sebuah seni apapun itu, ketika disuguhkan dalam bentuk apapun, akan mendapat beragam apresiasi. Bahkan ‘diam’, tak memberi komentar, itu pun sebuah bentuk apresiasi lain.

Dan ‘Pasar Purnama’ yang sukses dihadirkan Sasikirana Dancelab dalam Ruang Kreatif yang digagas Bakti Budaya Djarum Foundation bersama Garin Workshop, sudah berhasil mendapat beragam apresiasi langsung dari para penikmatnya, lantaran menyuguhkan sebuah tradisi Sunda dalam kemasan yang berbeda.

Naskah dan foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)

Captions:
1. Sepenggal kisah ‘Pasar Purnama’ garapan Sasikirana Dancelab dalam Ruang Kreatif: Seni Pertunjukan Indonesia di Galeri Indonesia kaya, Jakarta.
2. Agni menjelaskan konsep 'Pasar Purnama’ pepada para penikmat seni.
3. 'Pasar Purnama' hasill riset tarian Sunda klasik berjudul ‘Dewi’.
4. ‘Pasar Purnama’ intrepertasi kesuburan dan raya syukur.
5. Belasan pemain ‘Pasar Purnama’.
6. Berfoto bersama para pemain ‘Pasar Purnama’.

0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP