. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Senin, 19 Maret 2018

Ini Tips Dwiki Dharmawan Agar Event Musik Sukses Jaring Wisatawan

Konser musik menjadi salah itu event yang berdaya tarik kuat mendatangkan wisatawan ke Indonesia. Dengan kata lain, event tersebut amat erat hubungannya dengan sektor pariwisata.

Sudah banyak event terkait musik, baik itu konser yang berdiri sendiri ataupun bercampur dengan kegiatan lain yang digelar/didukung oleh pemerintah untuk maksud itu (mendatangkan wisatawan).

Tapi, apakah semuanya benar-benar sukses? Apakah yang nonton lebih banyak orang luar (pelancong/wisatawan mancanegara) dibanding orang lokal atau sebaliknya? Apakah event musik yang dibuat itu sudah berstandar nasional, global ataukah ngasal?

Sebelum pertanyaan-pertanyaan besar itu, terjawab atau tidak, ada baiknya kita simak tips yang diberikan Dwiki Dharmawan (51) salah satu musisi jazz ternama Indonesia yang kerap digandeng Kementerian Pariwisata (Kemenpar) untuk mengisi berbagai event musik jauh sebelum Menteri Pariwisata (Menpar)-nya Arief Yahya.

Menurut musisi berdarah Sunda yang juga pendiri sekaligus anggota grup music Krakatau dan World Peace Orchesta ini, kalau ingin membuat event musik, pertama yang harus dipenuhi adalah mempunyai target audiens.

“Jadi harus tahu audiens mana yang menjadi target, dan apa saja yang akan ditawarkan ke audiens,” ujar Dwiki saat tampil sebagai salah satu pembicara dalam Workshop/Coaching Penyelenggaraan Calendar of Event (CoE) 2018 yang digelar Kemenpar di Balairung Soesilo Soedarman, Gedung Sapta Pesona, Jakarta Senin (19/3).

Kata suami penyanyi Ita Purnamasari ini, banyak event musik di negeri ini seringkali tidak jelas.

“Asal ada event, tidak fokus target audiesnya mau yang seperti apa. Apakah di dalam negeri ataukah dari luar negeri,” ungkap Dwiki yang pernah menggagas konser amal 'Jazz for Aceh' dengan melibatkan ratusan musisi jazz Indonesia pada awal tahun 2005 dan konser 'Jazz for Jogja' pada 2006.

Selain itu, harus mengetahui format event-nya. “Apakah konser tunggal, atau festival dalam satu venue atau banyak venue,” terang pengelola sekolah musik berlabel Lembaga Pendidikan Musik Farabi yang memberikan pelajaran musik jazz, klasik maupun tradisional ini.

Begitupun dengan pengisi/bintang acaranya. “Apakah menghadirkan local talent ataukah international talent,” tambah musisi yang pernah meraih penghargaan sebagai Penata Musik Terbaik Festival Film Indonesia tahun 1991 untuk film Cinta dalam Sepotong Roti garapan sutradara hebat Indonesia, Garin Nugroho ini.

Tak ketinggalan, sambung Dwiki, si pembuat event musik itu harus mengetahui apakah konsernya akan disiarkan secara langsung melalui broadcasting ataukah off air.

Soal produksi, menurut Dwiki yang pernah menjadi co-music director untuk pagelaran musik spektakular Megalithicum Quantum di Jakarta dan Bali pada tahun 2005 lalu, inilah yang paling krusial kerena menyangkut kualitas tontonan event itu sendiri.

Kata muisis yang telah melanglang buana ke berbagai benua dengan band Krakatau di antaranya mentas dalam Midem-Cannes 2000 di Perancis, Sziget Festival 2003 (Hongaria), Lincoln Center Out of Door Festival 2004 (New York, AS), North Sea Jazz Festival 2005 (Belanda), dan tampil di Montreux Jazz Festival 2005 (Swiss) ini, produksi dalam event musik itu menyangkut berbagai hal seperti stage, lighting, sound show management team, exhibition, fasilitas broadcasting, dan tagline.

Si pemilik akun Instagram (IG) @dharmawan_dwiki ini mengatakan terkadang pembuat event musik suka repot mengenai sumber pendanaan.

“Soal pendanaan atau sponsor sebaiknya dispesifikasikan terlebih dulu apakah murni berasalah dari pemerintah, pemerinta dan dukungan swasta, swasta dengan dukungan pemerintah ataukah dari hibah,” jelas Dwiki.

Tak kalah penting memahami pola promosinya. “Pemasaran event-nta bisa melalui media kekinian medsos, tv, media luar ruang, media online, cetak, pra event, online tiketing/website, dan sarana umum,” tambah musisi yang juga pernah tampil di sejumlah negara lainnya seperti Cina, Jepang, Australia, Spayol, Bulgaria, Romania, Serbia–Montenegro, Republik Ceko, Republik Slovakia, Venezuela, Malaysia, dan Singapura ini.

Konser musik, lanjut Dwiki juga bisa dikombinasikan atau dipadupadankan dengan exhibiton atau pameran.

Dia memberi contoh salah satunya Jazz Festival yang sudah seperti bazaar, penonton bisa sekaligus belanja dan kulineran.

“Konsep itu ternyata menghasilkan uang banyak. Saya dengar, panitianya mendapatkan banyak keuntungan,” pungkas Dwiki.

Workshop/Coaching Penyelenggaraan CoE 2018 yang dibuka secara resmi oleh Menpar Arief Yahya dan didampingi Ketua Tim Pelaksana CoE 2018 Esthy Reko Astuti ini diikuti sejumlah kepala dinas pariwisata daerah atau yang mewakili.

Selain Dwiki Dharmawan, workshop ini juga menghadirkan sejumlah nara sumber berkompeten lainnya seperti Denny Malik yang dikenal sebagai artis penari dan kareografer yang pernah mendapat penghargaan Festival Tari Asia Pasifik, Samuel Wattimena (perancang busana dan penyelenggaran event fashion show), dan Dynand Fariz (perancang busana dan penggagas sekaligus Presiden Jember Fashion Carnival).

Di samping itu juga ada Jacky Murrsy (pakar pemasaran sebagai Deputy CEO MarkPlus), Nalendra Pradono (MarkPlus), dan Ndang Mawardi selaku CEO Inspiro Group/promotor dan MICE penyelenggara event olahraga.

Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)
Foto: adji & @dharmawan_dwiki

Captions:
1. Dwiki Dharmawan usai tampil sebagai pembicara dalam Workshop/Coaching Penyelenggaraan Calendar of Event (CoE) 2018.
2. Dwiki narsis bareng dengan Menpar Arief Yahya dan Ketua Tim Pelaksana CoE 2018 Esthy Reko Astuti.
3. Dwiki saat menjadi pembicara.
4. Dwiki dan penggemaranya.
5. Dwiki beserta para narasumber lainnya.
 

0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP