. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Senin, 11 Desember 2017

Mau Raup Pasar Wisatawan Zaman Now? Destinasi Harus Digital Tourism

Di era millennials yang serba digital saat ini, wisatawan baik di dalam maupun di luar negeri pun sudah terbiasa menggunakan sarana tersebut untuk berbagai keperluan, termasuk mencari transportasi, akomodasi, dan destinasi.


Nah untuk meraup wisatawan zaman now (wiszanow) yang termasuk di dalam generasi millennials ini, tak ada pilihan lain selain membuat transportasi, kemudian destinasi, dan juga akomodasi (penginapan) yang berkonsep digital tourism.

Kalau transportasi, belakangan sudah muncul yang namanya transportasi online, antara lain gojek, grab, dan uber yang sudah memasyarakat di sejumlah kota di Indonesia.

Kehadiran transportasi online tersebut ternyata mampu menggeliatkan sektor pariwisata termasuk kuliner.

Berkat transportasi online, wiszanow jadi lebih mudah berpergian ke objek-objek wisata termasuk ke bandara, stasiun, terminal, pelabuhan serta ke pusat perbelanjaan, sentra kuliner dan sebagainya.

Tentu masih ada peluang untuk membuat tranportasi online lain, khusus wiszanow agar jadi lebih terpikat untuk berwisata.

Bagaimana dengan destinasinya? Apakah sudah ada yang berkonsep digital tourism. Pastinya sudah, contohnya selfie spot di sejumlah kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta, Semarang (Jawa Tengah), dan beberapa tempat di Jawa Barat, yang ngehits kemudian menjadi destinasi yang Instagramable lantaran kerap muncul di media sosial (medsos) terutama Instagram.

Belakangan ini juga muncul pasar-pasar tradisional yang juga berkonsep digital tourism. Wujudnya setengah pasar nyata, setengah pasar maya.

Contohnya Pasar Pancingan di Lombok (NTB); Pasar Mangrove di Batam (Kepri); Pasar Karetan Kendal (Jateng); Pasar Siti Nurbaya Padang (Sumbar), Pasar Tahura di Tahura Wan Abduracham, Pesawaran (Lampung); Pasar Kakilangit di Bantul (Yogyakarta), dan Pasar Baba Boen Tjit di Palembang (Sumsel).

Salah satu ciri atau karakter digital tourism destination itu, ya destinasinya harus punya selfie spot yang unik, tak biasa tapi menarik, pokoknya yang penting indah atau bagus difoto dan layak dipromosikan via medsos sehingga menjadi destinasi yang instagrambale.

Selfie spot yang instagramabble itu tidak perlu indah secara fisik tapi cukup secara instagram. Tapi kalau memenuhi keindahan baik fisik maupun Instagram itu lebih menarik lagi.

Semakin banyak selfie spot di destinasi digital tersebut, ya semakin menarik dan cepat menjadi destinasiyang instagramable.

Contohnya di Pasar Karetan yang berlokasi di Dusun Segrumung, Desa Meteseh, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah yang diselenggarakan oleh Generasi Pesona Indonesia (Genpi) Jateng dengan warga lokal ini menyediakan 1.001 sudut selfie spot beragam tema.

Alhasil pasar yang hanya buka setiap Minggu pagi ini, tumbuh menjadi destinasi baru bagi pariwisata Kendal khususnya.

Wiszanow selain bisa ber-selfie ria di sana, juga bisa melakukan trekking menyusuri hutan, cross country melewati pematang sawah yang menghijau, atau sekadar menikmati suguhan live music serta mencicipi aneka kuliner tradisonal.

Kids zanow pun bisa memainkan bermacam permainan tradisional anak-anak seperti main egrang, dakon, jalan di atas batok, dan lomba melukis layang-layang ‘darat’ atau yang biasa dimainkan di sawah, panahan, dan lainnya.

Menurut Project Officer Pasar Karetan Mei Kristianti isu yang terus dibangun di Pasar karetan adalah  ramah lingkungan, go green, dan environment sustainability.

“Tidak boleh menggunakan bahan-bahan plastik, mika, steroform, bahkan gelas, piring pun tidak boleh keramik,” terangnya.

Pengamatan TravelPlus Indonesia, banyak keuntungan destinasi yang menerapkan digital tourism. Pertama, cepat dikenal karena mudah dan praktis dipromosikan lewat beragam medsos sehingga cepat jadi perbincangan warganet, dan kedua cepat pula memikat wiszanow untuk berkunjung.

Lalu bagaimana dengan akomodasi yang menerapkan digital tourism atau disebut mobile accommodation?

Sebenarnya juga sudah ada, misalnya Glamour Camping atau Glamping yang muncul diberbagai tempat di Jawa dan Bali. Glamping itu dibuat tentu melihat sifat wisatawan yang cenderung mobile, bukan statis.

Sementara beragam akomodasi yang ada, selama ini hampir semua bersifat statis. Namun Glamping saja sebenarnya tidak cukup. Masih ada peluang untuk menciptakan jenis akomodasi mobile lainnya, seperti Caravan dan Home Part.


Melihat masih banyak peluang dalam membuat digital tourism destination, tak heran kalau pemerintah lewat Kementerian Pariwisata (Kemenpar) akan mengembangkan destinasi digital secara lebih serius.

Guna menggaungkan destinasi digital sebagaimana diutarakan Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya dalam sambutannya di acara Anugerah Pewarta Wisata Indonesia (APWI) 2017 di Balairung Soesilo Sudarman, Gedung Sapta Pesona, kantor Kemenpar, Jakarta, Senin (11/12) akan  menaikkan hadiah APWI tahun depan menjadi Rp 500 juta dengan kategori best of the best sebesar 100 juta rupiah dengan tema 'Transpormasi Pariwisata" dan topiknya "Destinasi Digital".  

Menurut Arief Yahya destinasi digital itu sesuai dengan ekonomi model baru yaitu Esteem Economy. “Di mana model dari tindakan ekonomis seseorang dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan pengakuan, likes, comment, repost, dan interaksi positif di beragam medsos,” terang Arief Yahya.

Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis) Foto: @genpijateng, @pasarsitinurbaya, @pasartahura & @adjitropis

Captions:
1. Suasana Pasa Siti Nurbaya di Padang.
2. Kuliner rasa ndeso ala Pasar Karetan di Kendal.
3. Atmosfir Pasar Tahura di Pasewaran, Lampung.
4. Wisnus ber-narsis di selfie spot Prambanan.

0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP